Hadapi MEA, bank lokal perkuat pasar lokal

Hadapi MEA, bank lokal perkuat pasar lokal


Awal tahun 2016 Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) atau ASEAN Economic Community (AEC) resmi berlaku. Namun khusus sektor keuangan dan perbankan, pasar bebas ASEAN mulai berlaku di tahun 2020 mendatang.

Meskipun masih empat tahun lagi, kalangan perbankan sudah menyiapkan sejumlah strategi menyambut persaingan bebas di pasar ASEAN tersebut. Mulai dari memperkuat jaringan, sistem teknologi informasi, sampai memperkuat permodalan.

Perbankan lokal sepertinya masih fokus memperkuat pasar di dalam negeri terlebih dulu dibanding ekspansi ke luar negeri. Hal tersebut dilakukan karena pasar dalam negeri dinilai lebih menjanjikan dibanding luar negeri.

Lihat saja, banyak bank asing yang ingin membuka cabang di Indonesia hingga investor kakap yang berburu bank di Indonesia. Itu sebabnya menjelang MEA, perbankan lokal, memilih memperkuat pondasi di dalam negeri.

Misalnya saja Bank Tabungan Negara (BTN) yang akan memperluas jaringannya di wilayah Indonesia Timur.

Direktur Utama BTN Maryono mengungkapkan, banyak daerah di wilayah timur Indonesia yang ekonominya mampu tumbuh di atas rata-rata nasional. Salah satunya adalah Sulawesi.

Itu sebabnya, BTN memperbesar dan memperkuat pasar di wilayah tersebut dengan mendirikan Kantor Wilayah.

Maryono mengatakan, keberadaan Kantor Wilayah diharapkan dapat menyederhanakan proses bisnis sekaligus memangkas birokrasi.

Maklum, setiap kantor wilayah membawahi sejumlah kantor cabang yang dituntut cepat dalam pengambilan keputusan strategis di saat perkembangan bisnis perbankan yang sangat cepat seperti saat ini.

"Proses bisnis harus cepat dan birokrasi harus semaksimal mungkin dikurangi. Tapi semua proses bisnis harus melalui aturan agar memenuhi GCG (good corporate governance)," katanya.

Maryono menambahkan, peresmian kantor wilayah merupakan bagian dari aksi korporasi BTN. Hal tersebut bertujuan untuk meningkatkan ukuran (size) perusahaan dalam kelompok 10 besar bank di Indonesia. Saat ini, BTN masuk tujuh besar bank terbesar di Indonesia.

"Kami mempunyai target pada 2019 standar pelayanan BTN sudah berkelas dunia. Ini sekaligus untuk menjawab tantangan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)," tambah Maryono.

Perluasan jangkauan kepada masyarakat juga dilakukan oleh Bank Rakyat Indonesia (BRI). Rencananya BRI akan pengoperasian satelit pada Juni 2016. Pengoperasian satelit ini guna menjangkau masyarakat di daerah.

Direktur Utama BRI Asmawi Syam mengatakan, selain pengoperasian satelit, di tahun 2016 perseroan juga akan memasuki periode solusi perbankan terintegrasi. Untuk itu BRI akan melakukan integrasi anak-anak perusahaan untuk memperkuat bisnis.

BRI juga tengah mempersiapkan pengoperasian satelit yang ditargetkan bisa berjalan di Juni 2016. Pengoperasian satelit ini guna menjangkau masyarakat di daerah.

Perkuat modal

Guna menghadapi MEA sektor keuangan pada 2020 nanti, BRI memastikan akan memperkuat permodalannya. Seperti diketahui, berdasarkan aturan Basel 3 perbankan harus menyediakan CAR sebesar 14%.

BRI pun akan melakukan beberapa upaya untuk meningkatkan permodalan. Salah satunya dengan melakukan revaluasi aset.

Direktur Keuangan BRI Haru Koesmahargyo mengatakan, dari revaluasi aset ini diharapkan bisa memperkuat permodalan BRI ke depannya.

Menurut Haru, revaluasi aset bisa meningkatkan rasio kecukupan modal BRI dari 20,41% pada semester I-2015 menjadi 21,5% setelah revaluasi dilakukan.

Dengan rasio permodalan yang bertambah, diharapkan kinerja perseroan dalam hal penyaluran kredit turut meningkat. Saat ini, CAR BRI secara keseluruhan berapa di level 20,59%.

Selain dari revaluasi, upaya memperkuat modal juga dilakukan dengan menjaga dividen payout ratio tahun depan di angka 30% dari total laba bersih. Upaya ini akan menambah permodalan dengan asumsi pertumbuhan kredit BRI tahun depan bisa mencapai 13%.

Hal serupa juga dilakukan oleh BTN. BTN sudah memutuskan akan melakukan revaluasi aset pada tahun ini, menyusul langkah Bank Negara Indonesia (BNI).

Iman Nugroho, Soeko Direktur Treasury dan Asset Management BTN, mengatakan, BTN pada akhirnya telah memutuskan untuk merevaluasi aset pada tahun 2015 ini. Tujuannya adalah agar BTN mendapat insentif pajak sebesar 3%.

"Kami appraisal tahun depan, tapi kami bayar dulu sekarang supaya dapat insentif pajak sebesar 3%," tutur Imam.

BTN memang perlu memperkuat modal guna mengejar target ambisius pertumbuhan kredit di kisaran 18%-20% pada 2016 mendatang.

Akhir September 2015 lalu, BTN juga sudah mendapat amunisi pinjaman dari ICBC senilai 5 miliar renminbi atau setara Rp 11,4 triliun.

Sejatinya, selain melalui revaluasi aset, cara paling cepat meningkatkan permodalan yakni dengan melakukan konsolidasi atau merger. Terutama untuk bank-bank BUMN.

Perhimpunan Bank-bank Umum Nasional (Perbanas) sebelumnya juga telah menyarankan agar konsolidasi antar bank BUMN mau melakukan konsolidasi agar menjadi lebih kuat dalam menghadapi persaingan dengan bank ASEAN lainnya yang skalanya lebih besar.

Pasalnya, bank-bank di negara ASEAN sendiri telah lebih dahulu melakukan konsolidasi untuk memperkuat permodalan sehingga lebih siap dalam menghadapi MEA.

Namun, persoalan merger atau konsolidasi baik antar bank BUMN maupun bank swasta memang sulit dilakukan.

“Kita enggak bisa berharap bank swasta yang pemiliknya beragam itu sulit untuk konsolidasi. Harapannya saat ini pada bank BUMN yang pemiliknya sama," kata Ketua Perbanas Sigit Pramono beberapa waktu lalu.

Hanya saja Menteri BUMN Rini Soemarno saat ini masih pikir-pikir untuk memerger bank-bank BUMN.

Konsolidasi agar efisien

Hal senada juga diungkapkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Menurut OJK upaya penguatan perbankan nasional menghadapi MEA 2020 tidak harus dilakukan dengan penggabungan atau merger. Konsolidasi dan penguatan perbankan bisa dilakukan dengan langkah-langkah strategis.

Seperti melakukan efisiensi antar-bank nasional, mulai dari kerja sama pengembangan mesin electronic data capture dan anjungan tunai mandiri (ATM).

Langkah konsolidasi juga bisa dilakukan dengan dukungan likuiditas antarbank yang disusul pemberian kredit sindikasi bersama.

Misalnya peluncuran ATM Himbara Link Merah Putih, yang merupakan sinergi mesin ATM. Dengan sinergi mesin teler otomatis bank BUMN ini maka akan tercipta efisiensi biaya operasional dari mesin ATM.

Sebagai tahap awal, ATM Himbara Link Merah Putih akan diluncurkan sebanyak 50 unit di akhir tahun ini. Dan di 2016, ditargetkan ada tambahan 750 unit mesin ATM Himbara lagi.

Konsolidasi ATM bank pelat merah dipastikan menghemat biaya transaksi yang dibebankan kepada nasabah. Gambarannya, tarif transaksi transfer antar bank pelat merah akan berkurang jadi Rp 4.000, dari Rp 7.500 per transaksi atau turun 46%.

Tak hanya itu, nasabah bank BUMN juga akan memotong tarif tarik tunai di bank lain, yang semula Rp 7.500 menjadi hanya Rp 500 atau turun 93% di mesin ATM Himbara.

Biaya operasional bank pun akan terpangkas. Saat ini, satu mesin ATM membutuhkan anggaran Rp 19 juta saban bulan untuk biaya perawatan atau maintenance termasuk biaya amortisasi, telekomunikasi, dan pengisian uang.

Dengan konsolidasi, maka biaya tersebut bisa ditanggung bersama oleh empat bank BUMN. Setidaknya, setiap bank pelat merah dapat menghemat biaya operasional untuk mesin ATM hingga seperempat bagian.

Ahmad Baequni, Direktur Utama BNI mengatakan, pengurangan tarif transaksi ATM antar bank BUMN tidak akan menekan fee based bank-bank BUMN. Konsolidasi ATM ini, kata dia, justru akan menguntungkan kedua belah pihak, bank maupun nasabah.

Di sisi lain, karena biayanya semakin murah, dia yakin nasabah akan semakin getol menggunakan layanan ATM Himbara untuk bertransaksi.

"Kami justru berkeyakinan, jumlah transaksi yang masif akan mendatangkan fee based. Bukan mengurangi fee based," tutur Ahmad.

Hingga akhir tahun lalu, BTN memiliki 1.800 mesin ATM. Sementara, Bank Mandiri, BRI, dan BNI masing-masing 15.000-20.000.

Diharapkan konsolidasi ATM merupakan cikal bakal terwujudnya konsolidasi bank BUMN secara institusi. Sinergi ini merupakan langkah pemerintah menyiapkan bank BUMN dalam menghadapi era MEA.

Dalam hitungan Kementerian BUMN, 40% pasar keuangan MEA ada di Indonesia.

Seakan tak mau ketinggalan dengan para pesaingnya, Bank Central Asia (BCA) juga menempuh strategi sama, yakni menekan biaya dengan menambah jaringan dan layanannya.

Bank milik Grup Djarum ini berencana menambah jumlah mesin cash recycle machine (CRM) sebanyak 2.450 unit.

Angka ini lebih dari dua kali lipat dari posisi saat ini yang sebanyak 1.046 unit mesin CRM. Target BCA, memiliki 3.500 mesin CRM pada akhir tahun 2016.

Direktur Utama BCA, Jahja Setiaatmadja mengatakan, kehadiran mesin CRM diyakini bisa menghemat biaya logistik perusahaan yang digunakan untuk menambah dan mengambil uang.

Jahja mengaku, pihaknya menambah mesin CRM secara masif di tahun depan agar penghematan biaya logistik signifikan.

BCA mengalokasikan harga beli mesin CRM mencapai US$ 20.000 per unit atau hampir tiga kali lipat dari harga beli mesin ATM biasa US$ 7.000 per unit.

Hal serupa juga dilakukan oleh BRI. Selain konsolidasi di ATM Himbara, BRI juga akan memperbanyak jumlah mesin tarik setor.

Menurut Direktur Teknologi Informasi (TI) BRI, Zulhelfi Abidin, pihaknya akan menambah sebanyak 2.000 mesin CRM.

Saat ini, BRI telah memiliki  900 mesin CRM. BRI telah mengalokasikan kocek antara Rp 360 miliar sampai Rp 400 miliar untuk membeli 2.000 mesin tarik setor.

"Ketersediaan uang dalam mesin ini langsung disetor oleh nasabah sehingga proses manajemen uang lebih efisien,” ujar Zulhelfi.

Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D Hadad mengatakan, perbankan lokal memang harus bisa seefisien mungkin dalam menjalankan bisnisnya agar bisa bersaing dengan bank-bank lain di ASEAN. Dengan menurunnya biaya operasional, diharapkan bunga bank juga bisa ditekan.

Share this post