Meramaikan papan bursa meski tanpa MEA
- Oleh : Amailia Putri Hasniawati,Andy Dwijayanto
- Dilihat : 2639 kali
- Dipublish : Senin, 28 Desember 2015
Cita-cita Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) Pasar Modal sangatlah besar. Namun, wujudnya masih jauh panggang dari api.
Ide MEA Pasar Modal adalah membentuk satu pasar yang memudahkan investor dan penerbit efek bertransaksi saham di negara lain anggota kawasan. Tujuannya positif, meningkatkan likuiditas di pasar modal ASEAN.
Namun, ada juga pelaku pasar yang tak yakin MEA akan menjadi alasan bursa bersemangat di tahun depan. Apalagi, regulator bursa sebelumnya mengatakan, harmonisasi peraturan bisa memakan waktu sampai dua-tiga tahun.
“Tidak ada yang spesifik dari pemberlakuan MEA Pasar Modal, dan tidak semudah itu mewujudkannya karena sangat kompleks,” kata Ketua Asosiasi Emiten Franciscus Welirang.
Menurut dia, MEA belum berdampak karena regulator dan otoritas belum merampungkan pembahasan aturan dengan sembilan negara lainnya.
Pelaku pasar melihat, masih banyak alasan pasar Indonesia menarik di tahun depan, baik untuk investor maupun korporasi yang ingin menjual saham.
Salah satu alasannya, perekonomian Indonesia tahun depan yang diramal lebih baik. Apalagi, pemerintah diyakini makin agresif mengejar pembangunan.
“Tahun depan, kondisi ekonomi sedikit membaik, artinya, ekonomi kita tidak tersandera krisis lagi. Dengan kondisi itu, perusahaan mau masuk ke lantai bursa,” kata Ketua Lembaga Pengkajian, Penelitian, dan Pengembangan Ekonomi (LP3E) Kamar Dagang Indonesia Didik J. Rachbini.
Sedangkan return yang tinggi menjadi daya tarik bagi investor.
Dia mengakui, korporasi mewaspadai risiko bursa yang dikuasai asing. Pasalnya, modal yang masuk bisa diperdagangkan dalam jangka pendek dan dikenal sebagai uang panas.
Namun, hal ini tidak menghentikan korporasi untuk masuk ke lantai bursa. “Ada yang tertahan tahun ini untuk IPO karena banyak hal yang miss dan defisit fiskal yang besar. Tahun depan, diperkirakan ekonomi membaik dan bakal ada anggota yang go public,” katanya.
Dia melihat, sektor yang masih menarik di bursa adalah informasi dan komunikasi yang pertumbuhannya tinggi tahun ini bisa lebih pesat lagi tahun depan.
Dengan optimisme yang sama, Direktur Perdagangan dan Pengawasan Anggota Bursa di Bursa Efek Indonesia (BEI) Alpino Kianjaya yakin bursa dengan prospek baik ini bakal diminati investor asing.
“Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang sekarang masih di level 4.400-an ada di level yang sangat menarik,” katanya.
Dia juga menambahkan, iklim politik Indonesia yang membaik. Terlihat dari pilkada yang awal bulan Desember ini yang digelar dengan aman. “Tentu investor asing juga memperhatikan hal itu,” kata dia.
Tahun depan, kata Alpino, sektor yang masih menarik bagi investor antara lain infrastruktur dan konsumsi.
Pengusaha muda pun tertarik mencicipi sumber pendanaan dari pasar modal, seperti yang disuarakan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Jaya.
Ketua Hipmi Jaya, Iskandarsyah Ramadhan Datau pada awal bulan ini mengatakan, jika masuk bursa, perusahaan bisa mendapat alternatif pendanaan, sehingga bisa lebih gencar melakukan ekspansi. Namun, dia menilai, syarat masuk bursa untuk usaha kecil menengah (UKM) masih berat.
Makanya, dia minta otoritas menurunkan batas UKM yang bisa masuk bursa, dari aset Rp 100 miliar menjadi Rp 20 miliar.
Menampung antusiasme dari UKM, Direktur Pengembangan BEI Nicky Hogan mengatakan, regulator baru bulan lalu telah membuat divisi khusus untuk menangani perusahaan berskala menengah agar memungkinkan tercatat di bursa.
IHSG yang masih menarik
Menyambut tahun baru terutama setelah The Fed mengeksekusi rencananya, banyak analis memperkirakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ke atas level 5.000 tahun depan.
Hans Kwee, Direktur Investa Saran Mandiri memperkirakan, pasar saham lebih stabil karena seiring peningkatan realisasi proyek infrastruktur pemerintah.
Rupiah juga akan lebih stabil setelah bank sentral Amerika Serikat Federal Reserve menaikkan bunga acuannya. Maka dari itu, dia melihat ada peluang Bank Indonesia menurunkan bunga sebesar 50 - 75 basis poin dari posisi saat ini 7,5%.
Hans memperkirakan, IHSG tahun depan lebih baik dan beranjak ke kisaran 5.800 - 6.100.
Senada, David Nathanael, analis First Asia Capital juga memandang prospek pasar saham dan obligasi tahun depan akan lebih positif. Perkiraannya, IHSG bakal berada di level 5.100 tahun depan.
Ferry Wong, Direktur dan Kepala Riset Citigroup Securities Indonesia mengatakan, belanja infrastruktur pemerintah yang gencar dilakukan tahun depan akan berimbas positif pada sejumlah emiten yang bergerak di sektor konstruksi, semen, beberapa emiten konsumer dan perbankan.
Dia memperkirakan, laba per saham atau earning per share (EPS) bisa ada di angka 10%. Dengan level itu, dia memproyeksikan, IHSG tahun depan bisa menyentuh level 5.700.
"Ini mencerminkan valuasi masih premium di level 14,1 kali, dibanding dengan valuasi (indeks) regional di kisaran 12,5 kali," ujarnya, Senin (7/12). Namun, menurut Ferry, valuasi itu masih wajar, tidak terlalu murah atau terlalu mahal.
Indeks | Return % (ytd)* |
Ho Chi Minh |
4,13
|
PSEi Filipina |
(5,03)
|
Malaysia KLCI |
(6,66)
|
IHSG |
(14,51)
|
SE Thailand |
(14,21)
|
Straits Times |
(15,22)
|
Laos |
(16,31)
|
* Per Jumat, 18 Desember 2015
Mengantre IPO di awal tahun
Di penghujung tahun ini, sudah ada beberapa perusahaan ancang-ancang menggelar IPO Januari nanti. Salah satunya adalah PT Mahaka Radio Integra yang batal melantai Desember ini.
Mahaka Radio menargetkan harga penawaran umum perdana saham di kisaran Rp 750- Rp 1.100 per lembar saham. Anak usaha Mahaka Group milik Erick Thohir ini mengincar dana IPO sekitar Rp 128,5 miliar hingga Rp 188,5 miliar.
PT Bank Artos Indonesia juga akan mencatatkan sahamnya pada 12 Januari 2016 mendatang. Bank Artos menargetkan mengantongi dana sekitar Rp 28,9 miliar - Rp 36,18 miliar dari IPO.
Ada juga PT Graha Andrasentra Propertindo (GAP), anak usaha PT Bakrieland Development TBK (ELTY) yang berniat IPO pada Januari mendatang. Pengelola Jugleland Bogor ini berencana melepas 10% saham ke publik dan mengincar dana Rp 300 miliar.
Secara umum, Direktur Utama Bursa Efek Indonesia Tito memandang, emiten Indonesia sudah siap menghadapi MEA. Termasuk dengan aturan-aturan yang akan disiapkan dan disinkronkan. Menurutnya, MEA masih menarik untuk disambut kedatangannya.