Wangi bunga obligasi tak selamanya memikat
- Oleh : Maggie Quesada Sukiwan,Sanny Cicilia
- Dilihat : 2542 kali
- Dipublish : Senin, 28 Desember 2015
Pasar surat utang (obligasi) adem ayem menghadapi tahun depan. Apalagi, setelah Federal Reserve mengeksekusi kenijakan menaikkan suku bunga Amerika Serikat, pasar seakan berhasil memecahkan bisul.
Adapun penerapan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) di pasar modal belum akan berjalan di tahun depan. Karena itu, pasar utang masih akan fokus pada kondisi ekonomi global sebagai sentimen penggerak harga dan imbal hasil.
Namun, menurut Analis obligasi dari Millenium Capital Management Desmon Silitonga, meski era MEA di pasar modal baru dimulai sekitar tahun 2018, pasar perlu bersiap mulai sekarang.
Dia mengatakan, saat ini, pasar utang Indonesia masih menarik. Ini terlihat dari kepemilikan asing yang tinggi di pasar utang.
Mengutip situs Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, kepemilikan asing di Surat Utang Negara (SUN) masih semakin tinggi. Pertengahan desember 2015, porsi daa asing di SUN berada di kisaran 38%.
Salah satu alasan pasar obligasi Indonesia menarik adalah bunga yang tinggi.
Mengutip Indonesia Bond Pricing Agency per Jumat (18/12), yield SUN acuan tenor 10 tahun, FR0070 sebesar 8,64%. Tawaran imbal hasil akan selalu lebih tinggi ketimbang bunga acuan Bank Indonesia yang saat ini masih dipertahankan di level 7,5%.
Namun, wanginya bunga bukan satu-satunya modal untuk memenangkan persaingan di era MEA. Karena bunga yang terus-terusan tinggi membuat penerbit surat utang membayar bunga mahal.
“Di pasar MEA dengan flow bebas, kita tidak bisa melarang arus dana. Lalu, pasar modal kita kecil dibandingkan Tiongkok, Korea Selatan, atau Singapura, sehingga harus dilihat daya tahan mengantisipasi terjadi outflow,” kata Desmon, Jumat (18/12).
Pembenahan itu, menurut Desmon, di bidang infrastruktur dan jenis instrumen.
Desmon menilai, infrastruktur pasar modal masih terbatas, termasuk sumber daya manusia. Jangankan para ahli, berdasarkan survei Otoritas Jasa Keuangan (OJK), rasio masyarakat Indonesia yang pernah tahu pasar modal pun hanya 4% dari populasi yang sebesar 253 juta.
Pembenahan jenis instrumen juga perlu dilakukan, karena selama ini obligasi yang beredar di Indonesia terbatas jenis dan nilainya. Obligasi korporasi misalnya hanya berkisar Rp 210 triliun.
Tak bisa dipungkiri, korporasi lokal mulai gemar menerbitkan obligasi di luar negeri demi mencari biaya emisi yang lebih murah. Ini juga yang menyebabkan utang luar negeri Indonesia menggemuk.
Dari data Bank Indonesia, ULN bulan Oktober 2015 sebesar US$ 304,1 miliar. Porsi utang swasta sebesar 55,08% dari total utang luar negeri, atau sekitar US$ 167,5 miliar.
“Tantangannya, bagaimana membuat perusahaan Indonesia lebih suka menerbitkan utang di sini dan mengajak korporasi juga menawarkan utang di sini,” kata Desmon.
Seri acuan | Yield (%)* | Kupon (%) |
FR0069 | 8.5883 | 7.8750 |
FR0070 | 8.6415 | 8.3750 |
FR0071 | 8.8188 | 9.0000 |
FR0068 | 8.9621 | 8.3750 |
*Per Jumat, 18 Desember 2015
Sumber: Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA)
Masih menarik
Langkah Federal Reserve, yang 16 Desember 2015 lalu menaikkan bunga Amerika Serikat menjadi 0,5% menyurutkan ketidakpastian di pasar. Dengan begitu, kondisi pasar diharapkan kembali ke fundamentalnya.
Ditambah dengan inflasi Indonesia yang diperkirakan tetap rendah di tahun depan, ada ruang bagi Bank Indonesia untuk menurunkan suku bunga acuan.
Bank sentral pun pada Kamis kemarin (7/12) mengatakan, terbuka ruang lebih besar untuk melonggarkan moneter. BI memperkirakan, inflasi tahun 2016 akan di kisaran 4 ± 1%.
Desmon memperkirakan, BI akan melakukan penurunan bunga di bulan Januari atau Februari 2016 mendatang. Dia pun tidak khawatir dengan penurunan bunga yang bisa ikut menyusutkan kupon obligasi acuan.
“Seandainya bunga turun, spread masih menarik. Biasanya, setelah BI menurunkan bunga pasti ada lag, tidak serta merta pasar utang kena imbasnya,” kata dia.
Prediksi Desmon, jika BI rate turun 50 basis poin, yield SUN acuan tenor 10 tahun, FR0070, bisa turun ke kisaran 7,8%-8,2% pada tahun depan. Sebagai gambaran, yield bond FR0070 per Jumat (18/12), di level 8,64%.
Selama ini, BI menahan bunga dengan kekhawatiran akan terjadi outflow di tengah spekulasi kenaikan bunga AS, meski pemerintah secara terang-terangan meminta agar BI memangkas bunga.
“BI dan pemerintah sebaiknya berkoordinasi karena komunikasi antarkeduanya juga penting di mata investor,” kata Desmon.
Selain itu, tipe investor di pasar obligasi pun sifatnya jangka menengah panjang, yang menanam uang antara 5 – 10 tahun. Mereka terbukti tak cepat kabur dari pasar obligasi Tanah Air.
Tahun depan, pemerintah akan mengeluarkan jurus menerbitkan utang lebih besar di awal tahun atau front loading. Sekitar Rp 324,8 triliun atau 61% dari kebutuhan utang atau akan dirilis dalam enam bulan pertama 2016.
Seluruh obligasi berdenominasi valas, baik Global Bond, Euro Bond, Samurai Bond, dan Global Sukuk, akan dirilis semuanya pada semester pertama tersebut. Maraknya pasokan obligasi bisa membuat harga terkoreksi.
Namun, analis Sucorinvest Central Gani Ariawan menilai, mengingat kondisi tahun 2011, maka harga obligasi tidak sampai jatuhan karena akan diimbangi oleh permintaan. "Apalagi prospek ekonomi domestik cukup bagus, dengan inflasi yang diperkirakan stabil," katanya.
Kepala Riset Bursa Efek Indonesia Poltak Hotradero mengatakan, pasar utang Indonesia adalah salah satu potensi negara untuk mencari dana.
Saat ini, pemerintah menjaga rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto di bawah 30%. Namun, kata Poltak, pemerintah masih bisa menerbitkan lebih dari itu.
OBLIGASI | Rp triliun |
Total Outstanding (Rp triliun) | 1.651,00 |
Obligasi & Sukuk Pemerintah | 1.402,00 |
Obligasi Korporasi, Sukuk & EBA | 249,00 |
Sumber: OJK