Hadapi MEA, SDM sektor jasa paling tidak siap
- Oleh : Barratut Taqiyyah,Handoyo
- Dilihat : 4217 kali
- Dipublish : Senin, 28 Desember 2015
Pelaksanaan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) bak dua sisi mata pedang bagi Indonesia. Di satu sisi, pelaksanaan MEA menjadi kesempatan besar untuk menunjukkan kuantitas dan kualitas produk dan sumber daya Indonesia kepada negara lain.
Tapi di sisi lain, ada permasalahan lain yang tak kalah penting. Yakni, kemampuan sumber daya manusia (SDM) Indonesia dalam bersaing dengan negara lain. Bukan rahasia lagi, kualitas SDM Indonesia saat ini terbilang rendah karena tingkat pendidikan dan keahlian yang belum memadai.
Hasil survei Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2Politik LIPI) menunjukkan, pemahaman masyarakat Indonesia terhadap MEA masih terbilang sangat rendah.
"Rendahnya pemahaman masyarakat tentang MEA dapat menjadi halangan internal bagi pelaksanaan kebijakan nasional dalam mencapai tujuan MEA," jelas Tri Nuke Pudjiastuti, pengamat ASEAN Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Tri memaparkan, tingkat persaingan MEA tidak hanya berlaku bagi pelaku usaha. Melainkan juga masyarakat dan perekonomian negara.
"Tingkat persaingan yang semakin tinggi menuntut kualitas sumber daya manusia, penguasaan teknologi untuk memproduksi barang dan jasa yang berkualitas dengan harga yang kompetitif," jelasnya.
Pengamat ekonomi internasional dan dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Diponegoro Semarang, Nugroho SBM, memiliki pendapat sama.
"SDM di Indonesia banyak yang belum siap, terutama di sektor jasa," kata Nugroho.
Tenaga di sektor jasa yang dimaksud antara lain akuntan, dokter, paramedis, advokat, dan lain-lain. Nugroho memberikan contoh, kekurangsiapan tenaga medis terlihat dari banyaknya masyarakat Indonesia yang lebih senang berobat ke Singapura daripada di negeri sendiri.
Untuk itu, Nugroho menilai, Indonesia harus melakukan sejumlah langkah dalam mempersiapkan SDM. Di antaranya, sosialisasi terus menerus soal MEA terutama aturan-aturan hukum, ancaman, dan peluangnya.
Selain itu, tambah Nugroho, pembangunan infrastruktur perlu diteruskan. Demikian pula halnya dengan peningkatan ketrampilan SDM dengan melakukan sertifikasi kompetensi dan peningkatan ketrampilan khusus.
"Khusus untuk industri kreatif dan pariwisata, perlu sentuhan sedikit untuk menjadi sektor unggulan Indonesia. Tak lupa gerakan mencintai produk Indonesia barangkali juga cara ampuh menangkal serbuan produk dari negara lain yang dimulai dari keteladanan para pejabat," paparnya.
Pemerintah optimistis
Kendati begitu, Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri tetap optimistis dengan kemampuan bersaing Indonesia dengan negara-negara ASEAN lainnya dalam MEA.
Menurutnya, dengan kemampuan sumber daya manusia yang dimiliki saat ini, Indonesia siap memasuki MEA untuk kejayaan dan kesejahteraan bangsa.
Ada beberapa hal yang mendasari optimisme Hanif. Beberapa di antaranya, potensi sumber daya manusia dan sumber daya alam yang sangat besar di Indonesia sehingga dinilai mampu bersaing dengan negara lain.
"Secara keseluruhan, kita telah memiliki sumber daya nasional yang baik, bahkan memungkinkan bagi kita untuk memiliki posisi tawar yang strategis dalam percaturan kerja sama internasional," kata Hanif dalam siaran pers yang diterima KONTAN.
Sekadar informasi saja, Pemerintah Indonesia saat ini telah menetapkan 12 sektor prioritas yaitu pariwisata, kesehatan, logistik, penerbangan, komunikasi dan informatika, pertanian, kayu, karet, otomotif, tekstil atau garmen, elektronik dan perikanan.
Untuk mendukung hal tersebut, lanjutnya, pemerintah telah menyiapkan beberapa strategi kebijakan untuk mempersiapkan tenaga kerja.
Pertama adalah percepatan penerapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKNNI) dan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) di semua sektor.
Hingga bulan Agustus 2015 telah ditetapkan 482 Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) untuk semua sektor. "Kami terus berupaya mendorong masing-masing sektor agar segera melakukan penyiapan standar kompetensi tenaga kerja dan peta standar kompetensi di profesinya masing-masing," kata Hanif.
Strategi kebijakan lain yang diambil adalah percepatan penerapan sertifikasi kompetensi kerja bagi pekerja Indonesia yang diakui secara nasional dan internasional.
"Penerapan sertifikasi kompetensi kerja merupakan salah satu upaya peningkatan kompetensi tenaga kerja agar siap menghadapi persaingan," paparnya.