Masih ada waktu memperkuat pasar lokal
- Oleh : Andy Dwijayanto,Sanny Cicilia
- Dilihat : 3103 kali
- Dipublish : Senin, 28 Desember 2015
Gong Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) di pasar modal akan dibunyikan per 1 Januari 2016. Era pasar modal Indonesia dengan likuiditas berlimpah diharapkan segera terwujud.
MEA untuk pasar modal, berdasarkan konsep yang telah disetujui adalah pembentukan satu pasar, yang ditujukkan dari arus bebas investasi dan aliran kapital yang lebih bebas.
Negara yang ikut, Brunei Darussalam, Kamboja, Indonesia, Laos PDR, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand dan Vietnam. Sepuluh negara ini berembuk dalam ASEAN Capital Markets Forum (ACMF)
Sebagai gambaran, saat ini, pasar saham memang sudah terbuka. Tapi, daripada melihat sepuluh pasar terfragmentasi, MEA Pasar Modal akan menciptakan single market di mana investor, broker, dan emiten bisa bertransaksi secara efisien di pasar modal dengan Produk Domestik Bruto US$ 2,4 triliun ini.
"Pada dasarnya MEA adalah persaingan yang terjadi di negara ASEAN, karena investor akan bebas berinvestasi di mana saja, kemudian broker bebas melakukan kegiatan di negara ASEAN, sehingga perlu perbaikan diri dan kemampuan kita," ujar Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nurhaida, November lalu.
Bursa Efek Indonesia (BEI) juga senada, ingin memantapkan bursa lokal sebelum mewujudkan satu pasar yang dicita-citakan MEA.
"Transaksi kita masih sekitar US$ 500 juta. Sementara Singapura US$ 1 miliar, Thailand US$ 1,6 miliar. Jumlah perusahaan yang tercatat di BEI juga masih yang terkecil. Jika transaksi sudah sama, perusahaan tercatat bertambah, peraturan sudah sama, mari kita duduk bersama," papar Tito Sulistio, Direktur Utama BEI, September lalu.
Kemarin (17/12), Tito kembali menegaskan, ingin ada kesamaan peraturan menjelang diberlakukannya MEA. BEI juga meminta kesetaraan dan porsi yang lebih menguntungkan.
Pasalnya, dengan dibukanya MEA, otomatis perusahaan sekuritas asing dapat dengan mudah menawarkan produknya di Indonesia. Sebaliknya, perusahaan Indonesia didorong untuk mencatatkan sahamnya di negara lain.
"MEA itu berbicara dua hal, kesamaan peraturan -- dan itu panjang, dan kesetaraan. Dari kita harus gede dulu dong, baru gabung," kata Tito.
Selain masalah kesetaraan, Tito bilang, masalah kesamaan peraturan pun masih terganjal masalah. Saat ini ada peraturan yang belum bisa disesuaikan terkait cross border offering antara negara-negara anggota.
Salah satu masalah adalah bursa Indonesia belum memiliki perangkat yang memungkinkan perusahaan luar negeri menawarkan saham perdana (IPO) di pasar lokal.
Untuk memasukkan poin ini, OJK harus mengajukan revisi Undang-Undang Pasar Modal no 8/1995. Revisi UU Pasar Modal yang tidak masuk Prolegnas DPR tahun ini, diusahakan untuk masuk pembahasan pada tahun 2016 mendatang.
Contoh lainnya, standar pasar modal yang berbeda-beda. Misalnya, antara pasar Indonesia dan ASEAN trading linkage yang sudah diikuti tiga negara: Malaysia, Singapura, dan Thailand.
Pasar Indonesia mewajibkan emiten untuk memaparkan penggunaan dana hasil penawaran umum. Sementara dalam exchange linkage, aturan ini tidak diwajibkan.
“Yang jadi masalah adalah ketika Indonesia bekerjasama dengan tiga negara yang telah ikut MoU linkage tersebut, standar kita yang diturunkan atau mereka yang menaikkan standarnya agar sejajar," ujar Nurhaida.
Basis investor lokal
Sembari membahas setumpuk peraturan, OJK membuat paket bertajuk pendalaman pasar (market deepening) untuk memperkuat pasar lokal. Di dalamnya ada empat hal.
Pertama, menambah investor dan kedua, menambah suplai terkait penambahan jumlah emiten di bursa.
Ketiga, memperkuat infrastruktur dan pendukung perdagangan. Keempat, memperkuat pengawasan dan perlindungan konsumen.
“Ini semua kita masukkan dalam satu paket pendalaman pasar,” kata Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal OJK Fahri Hilmi, Rabu (16/11).
Melibatkan sepuluh negara ASEAN dan setumpuk regulasi, Fahri yakin seluruh target bisa rampung begitu gong MEA dibunyikan 1 Januari 2016.
Untuk mewujudkan paket tersebut, OJK dan BEI membuat beberapa strategi. Pertama, memperkuat basis investor lokal.
“Salah satu pilar utama pasar modal yang kuat adalah bais investor domestik yang kuat,” kata Fahri. Investor di Indonesia tak sampai 1% dari populasi.
Saat ini, BEI mencatat, hanya ada 430.000 orang investor saham. Sebanyak 420.000 orang lokal, dan 10.000 asing. Investor yang aktif hanya 130.000 orang.
Pun begitu, mayoritas kepemiikan saham masih didominasi asing, yaitu sekitar 66%. Sedangkan sisanya lokal.
BEI akan menyasar investor eksisting terlebih dahulu. "Target kami adalah mengkaktifkan dulu yang sudah ada, selain mengedukasi yang belum pernah mengenal pasar saham," kata Alpino Kianjaya, Direktur Perdagangan dan Pengawasan Anggota Bursa di BEI.
Selain itu, BEI juga gencar membuka membuka galeri di seluruh wilayah Indonesia. Tahun ini saja, BEI telah membuka 38 galeri baru yang tersebar di wilayah Indonesia.
Dengan demikian, sampai tahun ini BEI sudah membuka 156 gerai untuk menarik minat investor di daerah. BEI juga menggelar kampanye Yuk Nabung Saham untuk mengedukasi pasar.
Target BEI, tahun depan mendapatkan 50% penambahan investor saham baru, atau sekitar 215.000.
Cara kedua untuk memperkuat pasar modal dalam negeri adalah memperkuat Anggota Bursa (AB). Salah satunya dengan menggabungkan (merger) AB yang memiliki modal kerja bersih disesuaikan (MKBD) rendah, selain opsi penambahan modal. OJK dan BEI sedang menggodok payung hukum memperkuat AB.
Ketiga, menambah suplai emiten di bursa. BEI menargetkan penambahan 21 emiten baru di tahun ini. Tahun depan, regulator bursa menargetkan 35 emiten baru listing di pasar saham.
Keempat, memperkuat tata kelola perusahaan yang baik agar aktivitas di pasar modal teratur, transparan dan melindungi konsumen.
Dalam hal ini, OJK meluncurkan pedoman tata kelola perusahaan terbuka yang diatur dalam Peraturan OJK dan Surat Edaran OJK agar emiten di Indonesia bisa memenuhi standar scorecard ACMF.
Peta Arah Tata Kelola Perusahaan Indonesia (Roadmap Good Corporate Governance) khusus untuk Emiten dan Perusahaan Publik ini sudah diluncurkan sejak Februari 2014 lalu.