Tameng & peluru hadapi MEA

Tameng & peluru hadapi MEA


Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) sudah direncanakan sejak beberapa tahun lalu. Pemerintah pun ikut bersiap-siap, agar Indonesia tak hanya jadi pasar bagi negara tetangga. Persiapan pemerintah terlihat jelas dengan merilis Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 11 Tahun 2011 yang mengatur pelaksanaan komitmen cetak biru MEA.

Pemerintah semakin gencar pada tahun 2014 dengan mengeluarkan berbagai regulasi untuk menghadapi MEA. Regulasi yang utama adalah Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2014 tentang Komite Nasional persiapan Pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEAN.

Lalu, Instruksi Presiden (Inpres) Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 tentang Peningkatan Daya Saing Nasional Dalam Rangka Menghadapi MEA. Pada intinya, dengan dua kebijakan itu, pemerintah menyadari bahwa untuk menghadapi MEA butuh peningkatan daya saing perindustrian nasional dan peningkatan investasi.

"Daya saing perindustrian dan investasi butuh perhatian khusus, karena punya kita (Indonesia) saat itu masih lemah dibandingkan negara tetangga," kata Deputi Bidang Koordinasi Perniagaan dan Industri Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Edy Putra Irawady di Customer Gathering dan Talkshow "Kolaborasi Bersama Menghadapi MEA", yang digelar PT Sucofindo, Kamis (3/12).

Tak heran, pasca lahirnya Inpres 6/2015, kementerian/lembaga berlomba-lomba mengeluarkan berbagai kebijakan untuk memperkuat sektor usaha/industri domestik, sekaligus mendongkrak daya saing.

Regulasi pemerintah terkait MEA


Inpres No 6 Tahun 2014 tentang peningkatan daya saing nasional. Peningkatan daya saing nasional berpedoman pada strategi:
  1. Pengembangan industri nasional, yang fokus pada industri prioritas untuk mengamankan pasar dalam negeri dan memenuhi pasar ASEAN, industri kecil menengah, pengembangan sumber daya manusia dan penelitian, penerapan SNI.
  2. Pengembangan pertanian, yang fokus pada peningkatan investasi langsung dan akses pasar.
  3. Pengembangan kelautan dan perikanan, melalui penguatan kelembagaan, penguatan pasar dalam negeri, penguatan dan peningkatan pasar ekspor.
  4. Pengembangan energi, yang fokus pada sub sektor ketenagalistrikan dan pengurangan penggunaan energi fosil (BBM), pengembangan sub sektor energi baru, terbarukan dan konservasi energi.
  5. Pengembangan infrastruktur, yang fokus pada konektivitas, dan pengembangan infrastruktur sistem pembayaran.
  6. Pengembangan sistem logistik nasional.
  7. Pengembangan perbankan
  8. Pengembangan investasi, yang fokus pada peningkatan kepastian hukum, kemudahan berusaha dan perluasan investasi.
  9. Pengembangan UMKM melalui kemudahan pembiayaan, peningkatan kapasitas usaha, dan pemberdayaan.
  10. Pengembangan tenaga kerja, yang fokus pada peningkatan kompetensi dan produktivitas tenaga kerja.
  11. Pengembangan kesehatan, yang fokus pada peningkatan ketahanan pasar jamu dalam negeri dan akses pasar.
  12. Pengembangan erdagangan melalui stabilisasi dan penguatan pasar dalam negeri, peningkatan ekspor dan kerjasama internasional, pengembangan fasilitas pembiayaan ekspor, edukasi publik mengenai MEA 2015.
  13. Pengembangan kepariwisataan dengan event pariwisata.
  14. Pengembangan kewirausahaan yang fokus pada wirausaha pemula dan perluasan peran wirausaha muda.

PP No 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional
  • Pasal 12 (1) SNI berlaku di seluruh wilayah Republik Indonesia
  • Pasal 13 Penerapan SNI dilakukan melalui kegiatan sertifikasi dan akreditasi.
  • Pasal 15 Pelaku usaha yang menerapkan Standar Nasional Indonesia yang diberlakukan secara wajib, harus memiliki sertifikat dan atau tanda SNI.
  • Pasal 18 (1) Pelaku usaha dilarang memproduksi dan atau mengedarkan barang dan atau jasa, yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan SNI yang telah diberlakukan secara wajib.

UU No 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan

Pasal 6, setiap pelaku usaha wajib melengkapi label berbahasa Indonesia pada setiap produk yang diperdagangkan di Indonesia.
  • Permenperin No 106/M-IND/PER/11/2015  tentang pemberlakuan SNI pupuk anorganik tunggal secara wajib
  • Permenperin No. 96/M-IND/PER/11/2015 tentang pemberlakuan SNI Biskuit Secara Wajib.
  • Permenperin No. 100/M-IND/PER/11/2015 tentang pemberlakuan SNI Minyak Goreng Sawit Secara Wajib.
  • Permenperin No. 106/M-IND/PER/11/2015 tentang pemberlakuan SNI Pupuk Anorganik Tunggal Secara Wajib.
  • Permenperin No 83/M-IND/PER/9/2015 tentang pemberlakuan SNI Kaca Untuk Bangunan - Blok Kaca Secara Wajib.
  • Permenperin No 82/M-IND/PER/9/2015 tentang pemberlakuan SNI Semen Secara Wajib.
  • Permenperin No 81/M-IND/PER/9/2015 tentang pemberlakuan SNI Keramik Secara Wajib.
  • Permenperin No 80/M-IND/PER/9/2015 tentang pemberlakuan Standar Nasional Kaca Secara Wajib.
  • Permenperin No 79/M-IND/PER/9/2015 tentang pemberlakuan Standar Nasional Helm Pengendara Kendaraan Bermotor Roda Dua Secara Wajib.
  • Permenperin No 76/M-IND/PER/9/2015 tentang pemberlakuan SNI Ban Secara Wajib.

Misalnya saja, lahir Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. UU ini mewajibkan penempelan label berbahasa Indonesia pada setiap produk yang diperjual-belikan di Indonesia.

Lalu ada Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 36/M-DAG/PER/2014 tentang impor produk tertentu.  Permendag ini menetapkan sejumlah barang impor hanya boleh masuk ke Indonesia melalui pelabuhan tertentu. 

Keppres 37 Tahun 2014 Tentang Komite Nasional Persiapan Pelaksaan MEA

- Membentuk Komite Nasional sebagai persiapan pelaksanaan MEA.

- Tugas Komite Nasional antara lain mengoordinasikan persiapan pelaksanaan MEA, menggoordinasikan percepatan peningkatan daya saing nasional, mengambil langka-langkah penyelesaian hambatan dalam persiapan dan pelaksanaan MEA.

- Komite Nasional diketuai Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.

- Dalam melaksanakan tugas, Komite Nasional dibentuk tim pelaksana dan tim kerja daerah.

 

Tak ketinggalan, Kementerian Perindustrian (Kemperin) juga menelurkan banyak kebijakan baru. Kemperin memperbanyak kewajiban penerapan standar nasional Indonesia (SNI). Sejauh ini, Kemperin sudah mewajibkan penerapan SNI untuk 134 produk industri.

SNI yang sudah wajib berlaku antara lain minyak goreng, beragam ban mobil dan sepeda motor, batrei, biskuit, cermin kaca lembaran, gula kristal putih, helm motor, kabel, kakao bubuk, hingga berbagai produk elektronik.

Namun, di luar SNI wajib, Badan Standardisasi Nasional (BSN) juga sudah menyediakan SNI bagian ribuan produk industri untuk melindungi konsumen dari produk abal-abal.

Tabel produk dan SNI di Indonesia

No Sektor Prioritas SNI tersedia
  Sektor barang
1 Produk berbasis agro 960
2 Industri otomotif 197
3 Industri elektronika 667
4 Karet dan produk karet 120
5 Tekstil dan produk tekstil 368
6 Perikanan 499
7 Produk berbasis kayu 246
  Total 3.057
  Sektor jasa
8 Jasa penerbangan
(transportasi udara)
20
9 Jasa TIK (e-ASEAN) 255
10 Jasa pariwisata 3
11 Jasa kesehatan 210
12 Jasa logistik 90
  Jumlah 578
  Jumlah Total 3.635

Kepala BSN Bambang Prasetya meyakini, ketersediaan SNI itu akan membantu Indonesia memenangi persaingan di MEA. "SNI menjadikan Indonesia lebih baik, lebih berdaya saing," kata Bambang. Selain itu, Kemperin juga mempermudah perizinan, dengan mendelegasikan kewenangan pemberian perizinan bidang industri ke Badan Koordinasi Penanaman Modal.

Kebijakan ini untuk mendorong kegiatan penanaman modal di sektor industri, sehingga investor tak kesulitan memperoleh izin.

"Dan tahun ini, pemerintah juga mengeluarkan banyak kebijakan untuk mendongkrak daya saing dan investasi," tandas Edy.

Regulasi itu keluar melalui paket kebijakan ekonomi yang keluar secara bertahap. "Paket kebijakan itu menyempurnakan semua kebijakan yang sudah ada dan memudahkan pelaku usaha," terang Edy.

Salah satu regulasi yang keluar dari paket kebijakan ekonomi adalah Peraturan Pemerintah (PP) No 18 Tahun 2015 tentang Fasilitas PPh untuk penanaman modal di bidang usaha dan di daerah tertentu.

Regulasi ini untuk meningkatkan daya saing Indonesia dalam hal penanaman modal.

Melalui kebijakan ini, investor yang menanamkan modal akan mendapat fasilitas pajak penghasilan (PPh) yang berupa:

  1. Pengurangan penghasilan neto sebesar 30% dari jumlah penanaman modal berupa aktiva tetap berwujud. Fasilitas ini berlaku selama enam tahun masing-masing sebesar 5% per tahun.
  2. Penyusutan yang dipercepat atas aktiva berwujud.
  3. Pengenaan PPh atas dividen yang dibayarkan kepada wajib pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia sebesar 10% atau tarif yang lebih rendah menurut perjanjian penghindaran pajak berganda yang berlaku.
  4. Kompensasi kerugian yang lebih lama dari 5 tahun, tetapi tidak lebih dari 10 tahun.

 

Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) pun ketinggalan menyempurnakan pelayanan PTSP. Terbaru, keluar Peraturan Kepala BKPM Nomor 14 Tahun 2015 tentang Pedoman dan Tata Cara Izin Prinsip Penamanan Modal.

Melalui beleid ini, BKPM menjanjikan memberikan pelayanan perizinan investasi selama tiga jam saja.

Dalam kurun waktu tersebut, izin investasi ini investor dapat memperoleh izin investasi dari BKPM, akta perusahaan dan NPWP Perusahaan.

Bahkan, mulai 1 Desember 2015, BKPM menambah lima produk perizinan yang bisa dilayani di program tersebut. 

Mereka antara lain : izin Tanda Daftar Perusahaan (TDP), Izin Mempekerjakan Tenaga Asing (IMTA), Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA), Angka Pengenal Importir Produsen (API-P), dan Nomor Induk Kepabeanan (NIK). 

Edy optimistis, kebijakan yang ada sudah cukup untuk menghadapi MEA. Apalagi, sebenarnya integrasi perdagangan di kawasan Asia Tenggara sudah berlangsung sejak tahun 2010. Sejak periode itu, hampir semua hambatan perdagangan dari sisi tarif sudah diminimalkan. 

"Tarif perdagangan sudah hampir 0% secara rata-rata, dan selama ini tak masalah, kita bisa bersaing," kata Edy. Yang perlu diperhatikan sekarang adalah, menjaga agar kebijakan tersebut terealisasi secara benar. Lalu, pemerintah harus fokus pada perlindungan konsumen dan produsen melalui penerapan dan pengawasan SNI, HAKI, label bahasa Indonesia dan halal. "Kebijakan-kebijakan perlindungan sudah cukup, tinggal bagaimana pengawasan dlm pelaksanaan saja," tandas Edy.

Implementasi Deregulasi

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman, Adhy Lukman, mengakui pemerintah sudah mengeluarkan banyak regulasi untuk MEA. Bahkan, menurutnya regulasi yang terangkum dalam paket kebijakan ekonomi bentukan pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla merupakan langkah yang tepat.

Namun, menurut Adhy, tindak lanjut paket kebijakan tersebut masih kurang. "Paket kebijakan pertama, banyak yang belum kelar," kata Adhy. Adhy mengacu pada program deregulasi untuk mendukung investasi. Sesuai paket kebijakan itu, ada 134 aturan pemerintah dari 17 kementerian dan lembaga yang harus dideregulasi.

Aturan itu terdiri dari 17 peraturan pemerintah (PP), 11 peraturan presiden (Perpres), dua instruksi presiden (Inpres), 96 peraturan menteri (Permen) dan delapan aturan lainnya.

 

Daftar beberapa produk yang wajib SNI

1 Air mineral alami
2 Air mineral dan air demineral
3 Alumunium Sulfat
4 Asam Sulfat teknis
5 Baja batangan untuk keperluan umum
6 Baja lembaran dan gulungan canai dingin
7 Ban dalam kendaraan bermotor
8 Ban mobil berpenumpang
9 Ban sepeda motor
10 Baterai
11 Biskuit
12 Cermin kaca lembaran
13 Gula kristal putih
14 Helm motor
15 Kabel
16 Kakao bubuk
17 Keramik berglasir
18 Kawat baja
19 Kipas angin
20 Kloset duduk
21 Kopi instan
22 Lampu swa-balast
23 Lemari pendingin



Menteri Bidang Perekonomian Darmin Nasution, mengakui banyak program deregulasi yang belum terealisasi. Usai memimpin rapat koordinasi (rakor) terkait deregulasi kebijakan pada Senin (7/12), Darmin bilang ada menteri yang belum menjalankan deregulasi. Ia merahasiakan nama menteri tersebut, tapi ia hanya memastikan menteri yang hadir di rapat sudah menyelesaikan tugas dalam deregulasi kebijakan.

Saat itu, rakor dihadiri oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said, Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri, Menteri Agraria dan Tata Ruang Ferry Mursyidan Baldan, serta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya. Dua menteri yang absen adalah Menteri Perdagangan dan Menteri Perindustrian.

Menurut Adhy, ada aturan di Kemdag yang belum dideregulasi, salah satunya terkait izin ekspor. "Ada beberapa aturan ekspor yang tumpang tindih dan berbelit-belit," kata Adhy tanpa merinci.

Sementara ekonom dan juga Rektor Univesitas Paramadina Firmanzah meyakini kebijakan yang ada sudah cukup untuk menghadapi MEA."Insentif untuk pengusaha sudah ada, kemudahan investasi juga banyak, kemudahan ekspor, semua sudah ada," ujar staf ahli bidang ekonomi mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Bagi Firmanzah, Indonesia sudah punya bekal cukup untuk hadapi MEA, jadi tak perlu khawatir lagi. "Mungkin kita memang takut, tapi negara lain juga takut dengan Indonesia, jadi kita tinggal confident saja," tandas Firmanzah.

Firmanzah mengklaim, pernyataannya bukan bualan. Tapi semua berdasarkan pengalamannya mengikuti berbagai pertemuan di Asia Tenggara selama menjadi staf Presiden SBY. "Saya berbincang-bincang dengan wakil negara lain, Thailand, Malaysia, mereka juga takut bila produk Indonesia menyerbu," terang Firmanzah.

Ketakutan negara tetangga berdasarkan besarnya kekuatan ekonomi Indonesia dengan GDP terbesar, jumlah tenaga kerja terbanyak, sumber daya alam yang masih melimpah, hingga investasi asing yang terus meningkat.

Share this post