Selamat datang wasit baru industri keuangan

oleh :

Selamat datang wasit baru industri keuangan

JAKARTA. Setelah melewati berbagai kontroversi selama bertahun-tahun, akhirnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan mulai beroperasi di 2013 mendatang. Wasit baru industri keuangan ini bakal mengambil alih wewenang dua regulator yang ada yakni Bank Indonesia (BI) dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK).

Artinya, sebetulnya, peran lembaga keuangan anyar ini tak benar-benar baru. Di dalamnya terdapat penyatuan wewenang dan kekuasaan beberapa institusi yang sudah ada. Namun, OJK akan memiliki kekuasaan sangat besar. Lembaga ini akan mengawasi hampir seluruh bisnis keuangan di Indonesia.

Yang pertama, OJK akan mengambil alih wewenang BI untuk mengendalikan industri perbankan.  Seperti kita ketahui, saat ini, BI berperan sebagai pengawas perbankan dan sekaligus otoritas moneter. Itu artinya BI berperan aktif dalam dua hal sekaligus, yaitu macro-prudential supervision dan micro-prudential supervision. Ketika OJK beroperasi, peran bank sentral hanya sebatas menjaga macro prudential (Lihat infografik Gambaran umum fungsi lembaga pengawas).

Kedua, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) yang selama ini berada di bawah Kementerian Keuangan dan mengawasi industri keuangan non bank serta kegiatan pasar modal akan melebur ke dalam OJK. Dus, Bapepam-LK akan dihilangkan.

Begini bagan sederhana pengalihan tersebut:

bagan pengalihan ojk

Sumber bagan: Penelitian Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Universitas Indonesia (UI)

Mengapa diperlukan wasit baru?

Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 21 Tahun 2011, definisi OJK adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana diatur dalam UU OJK.

Muliaman D Hadad, Ketua Dewan Komisioner OJK menuturkan, selain karena ada titah UU, OJK dibentuk agar ada sistem kontrol dan pengawasan terhadap industri keuanganyang lebih lengkap dan menyatu. “Selama ini, banyak kasus yang muncul akibat dualisme pengawasan. Terdapat wilayah abu-abu yang biasanya dimanfaatkan dengan tujuan tertentu yang pada akhirnya merugikan nasabah,” jelasnya.

Dengan dibentuknya OJK semua komunikasi pengawasan lembaga perbankan dan non-perbankan akan menjadi satu atap. “Artinya, tidak ada saling lempar tanggung jawab antarregulator seperti yang selama ini terjadi. Dalam menangani satu kasus yang sama tidak ada istilah kasus ini di bawah pengawasan BI atau sebaliknya itu menjadi tanggung jawab Bapepam-LK,” lanjutnya.

Salah satu kasus yang menjadi pemicu adalah ambruknya Bank Century yang ternyata juga menyeret Antaboga Deltasekuritas yang merupakan perusahaan investasi, bukan bank. Selain itu, dengan adanya OJK, proses izin produk-produk investasi  perusahaan non-bank yang bisa dijual melalui bank akan lebih mudah. Dari sisi waktu dan biaya, juga akan lebih efisien.

UU Nomor 21 Tahun 2011 menyebut, lembaga-lembaga yang akan  berada di bawah pengawasan OJK adalah perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan atau multifinance, dan lembaga jasa keuangan lainnya.

Lembaga jasa keuangan ini mencakup pergadaian (PT Pegadaian), lembaga penjaminan, lembaga pembiayaan ekspor Indonesia, lembaga pembiayaan sekunder perumahan dan lembaga yang menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat yang bersifat wajib, yaitu penyelenggaraan program jaminan sosial, pensiun, dan kesejahteraan.

Meski pengalihan kekuasaan sudah jelas, proses peleburan lembaga tadi akan berlangsung bertahap. Tahun depan (2013), yang merupakan tahap pertama, baru Bapepam-LK saja yang melebur ke OJK. Sedangkan pengawasan perbankan baru diserahkan BI ke OJK pada tahun 2014.

OJK di kandungan selama 12 tahun

Jika kita tengok ke belakang, pembentukan lembaga superbodi ini terbilang alot dan penuh dengan perang pendapat.  Bahkan, untuk melahirkan pengawasan sistem keuangan di Tanah Air, butuh waktu hingga 12 tahun hingga akhirnya lembaga ini lahir.

Begini kronologis lahirnya OJK

-          Tahun 1999

Pascakrisis ekonomi yang melumpuhkan industri perbankan pada tahun 1997-1998, pemerintah langsung berbenah. Gagasan pembentukan otoritas dimasukkan dan menjadi perintah UU Nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia (BI). Beleid ini menitahkan, UU OJK paling lambat harus lahir pada 31 Desember 2002.

-          Tahun 2004

Manusia berencana, Tuhan yang menentukan. Deadline 2002 habis, namun UU OJK tak juga lahir di Indonesia. Vakum selama satu tahun, akhirnya, pada 2004 proses lahirnya sang superbodi masuk fase baru. Bukannya menetaskan, pemerintah dan DPR hanya bisa merevisi UU BI. Di dalam UU BI yang baru, No. 3/2004, ada dua ayat soal OJK. Rinciannya:

Ayat 1:  Tugas mengawasi bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang independen, dan dibentuk dengan undang-undang.

Ayat 2:  Pembentukan lembaga pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) akan dilaksanakan selambat-lambatnya 31 Desember 2010.

Banyak yang berpendapat, amendemen UU BI tersebut merupakan sebuah pertempuran antara BI melawan Departemen Keuangan (sekarang Kementerian Keuangan). Objek pertempuran dalam proses amendemen ini berupa perebutan wewenang untuk mengontrol industri perbankan.

Hal terakhir inilah yang mati-matian dilawan BI dan akhirnya berhasil. Dalam rumusan amendemen yang sudah disepakati, pemindahan kekuasaan atas industri perbankan dari BI ke OJK masih bisa diulur selambat-lambatnya akhir 2010.

-          Tahun 2010

Lagi-lagi janji itu meleset dari yang diharapkan. Batas waktu kembali terlewati. Hingga tahun 2010 tutup buku, UU OJK belum juga selesai. RUU OJK yang sedianya akan disahkan dalam rapat paripurna 17 Desember 2010 malah menemui jalan buntu. Pasalnya, pemerintah dan DPR tak menemukan kata sepakat mengenai struktur dan tata cara pembentukan Dewan Komisioner (DK) OJK.

Perlu diketahui, DK inilah yang kelak bakal memimpin OJK secara kolektif dengan dipimpin oleh seorang ketua. Pemerintah mengusulkan, Dewan Komisioner terdiri dari tujuh anggota. Dua orang dari tujuh anggota merupakan anggota ex-officio yang berasal dari Kementerian Keuangan dan BI, yang secara otomatis masuk dalam susunan DK OJK.

-          Tahun 2011

Tahun ini menjadi sejarah baru bagi Indonesia. Pimpinan DPR, Priyo Budi Santoso, akhirnya mengetuk palu tanda disetujuinya pengesahan Rancangan Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan (RUU OJK) menjadi Undang-undang dalam Rapat Paripurna DPR, Kamis 27 Oktober 2011.

“Ini termasuk RUU yang sangat kami pantau perjalanannya hari ke hari. Harus diakui OJK ini termasuk yang menyita perhatian. Paling banyak deadlock, ngambek dan lainnya,” akunya saat itu.

Dalam keputusan tersebut, dititahkan panitia seleksi (Pansel) DK OJK harus terbentuk awal 2012.

-          Tahun 2012

  1. Januari: Presiden telah membentuk panitia seleksi (Pansel) pemilihan calon anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan yang secara keseluruhan terdiri dari sembilan orang. Menteri Keuangan Agus Martowardojo terpilih menjadi ketua seleksi sekaligus anggota, sedangkan anggota lainnya adalah Gubernur Bank Indonesia (BI) Darmin Nasution, Direktur Jenderal Pajak Fuad Rahmany, Wakil Menteri BUMN Mahmuddin Yasin, dan Deputi Gubernur BI Halim Alamsyah.
      
    Kemudian, Komisaris Bank Mandiri Gunarni Soeworo mewakili lembaga keuangan/perbankan, mantan Direktur BEI Mas Achmad Daniri mewakili pasar modal, Komisaris Wana Arthalife Ariyanti Suliyanto mewakili asuransi/lembaga jasa keuangan non bank, dan akademisi Muhammad Chatib Basri.
  2. Juni: Anggota sekaligus Ketua DK OJK terpilih. Keseluruhannya berjumlah sembilan orang dan melewati proses seleksi yang ketat. Pada bulan ini pula, seluruhnya disahkan oleh Paripurna DPR.

-          Tahun 2013

Bapepam-LK akan melebur ke OJK. Sebagian besar pekerja lembaga ini juga berubah status kepegawaian. OJK mulai menarik iuran dari industri keuangan non bank. Tahun depan inilah detik-detik beraksinya sang lembaga super bodi ini.

-          Tahun 2014

Diharapkan, setelah masa transisi satu tahun Bapepam-LK melebur ke OJK, tahun ini adalah serah terimanya  pengawasan perbankan dari tangan bank sentral ke genggaman OJK.