Adu kuat lawan sang pengawas senior

oleh :

Adu kuat lawan sang pengawas senior

Adu Kuat Lawan Sang pengawas Senior

Lantaran ukurannya super bodi, lahirnya Otoritas Jasa keuangan (OJK) terbilang tidak instan. Salah satu pengawas existing khususnya perbankan yaitu Bank Indonesia (BI) awalnya enggan saat kekuasaannya harus dipereteli.

Mari sedikit bernostalgia ke belakang. Sebelum menetas, BI masih menginginkan pengkajian kembali RUU OJK. Utamanya, bank sentral Indonesia ini ingin dilakukan pengkajian ulang tentang ketentuan yang mencabut kewenangan pengawasan perbankan dari tubuhnya.  

Gubernur BI Darmin Nasution pada tahun 2010 berpendapat, berkaca pada pengalaman Inggris selama krisis finansial tahun 2008 , hal tersebut bisa menjadi pelajaran berharga. "Setelah melihat kejadian itu, mestinya ada upaya mengkaji ulang," ujarnya.

Menurutnya, mengawasi industri perbankan dengan aset ribuan triliun bukan hal mudah dan butuh pengalaman yang mumpuni.

Sedikit contoh, dalam kurun waktu Januari-Mei 2012, BI menerima laporan 1.009 kasus fraud (kejahatan perbankan) dengan nilai kerugian mencapai Rp2,37 miliar.

Jenis fraud yang paling banyak terjadi ialah pencurian identitas dengan 402 kasus dan card not present (CNP) sebanyak 458 kasus. Kerugian masing-masing bernilai Rp1,14 miliar dan Rp545 juta yang dialami oleh 18 penerbit. Belum lagi akibat kasus lain-lain yang belum dilaporkan. BI memprediksi angka kerugian tersebut masih bisa naik lagi. Dengan alasan inilah BI ingin kekuasaannya tidak dicabut.

Melalui Darmin, BI berharap, semua pihak yang berkepentingan dengan pembentukan OJK mau melihat posisi bank sentral yang masih menjalankan fungsi sebagai penyedia dana terakhir (lender of the last resort).

Maksudnya, ketika nanti ada bank yang bermasalah, mau tidak mau, bank itu pasti akan datang ke BI untuk meminta bantuan. "Tidak ada institusi lain yang punya kewenangan dan tanggung jawab itu selain BI," tegas Darmin. 

Apa boleh buat, sengotot apa pun BI berpendapat dan memberi pandangan, pemerintah di bawah Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tetap ingin agar pembahasan OJK dilaksanakan secepatnya sehingga lembaga itu bisa berdiri paling lambat 31 Desember 2010. "Ini sesuai amanat dari UU BI," kata Menteri Keuangan Agus Martowardojo, kala itu.

Ia berjanji, OJK tidak akan langsung berdiri dan memangkas habis fungsi pengawasan BI. Melainkan, "Akan ada masa transisi. Apakah waktunya tiga tahun, itu nanti akan di bicarakan," katanya. Yang pasti, pemerintah tidak ingin pengawasan OJK tumpang tindih dengan pengawasan BI.

Diketoknya RUU menjadi UU OJK tahun 2011 oleh Dewan menjadi akhir perjuangan BI. Lembaga ini terpaksa melepas 58 tahun kekuasaannya kepada OJK. BI pun akhirnya menerima keputusan dewan tersebut. Meskipun, Darmin mengaku BI banyak tidak diberi kesempatan untuk melayangkan pandangannya soal peralihan wewenang tersebut.

BI masih akan campur tangan

Terakhir, meski terpaksa melepas pengawasan bank, BI tidak ingin wewenangnya dilepas begitu saja. Mantan Dirjen Pajak ini pun memastikan bank sentral masih akan campur tangan di OJK khususnya mengawasi industri perbankan yang selama ini dinaunginya.

"Kami tidak ingin OJK sekedar coba-coba dalam mengawasi perbankan. Kalau coba-coba pasti banyak risiko yang dihadapi," tegas Darmin saat Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR, Selasa (27/11).

Meski dinyatakan masuk transisi dari segi infrastruktur, hingga semester I-2013 mendatang, bank sentral akan tetap mengawasi industri perbankan. Di sini, bank sentral berjanji memerankan fungsi kolaborasi dengan OJK. Jadi bukan hanya sekadar koordinasi dengan OJK untuk mengawasi industri perbankan.

"Kami akan memastikan bahwa seluruh fungsi pengawasan industri perbankan di OJK langsung bisa berjalan. SOP bisa berjalan. Saat Desember 2013 mendatang, tidak ada lagi orang-orang BI mencari-cari fungsinya di OJK," jelasnya.

Menanggapi petuah Gubernur BI, Ketua Dewan Komisioner OJK, Muliaman D Hadad berjanji akan berkoordinasi dengan BI. Salah satunya adalah membangun komunikasi yang harmonis dengan sang senior.

“Bahkan Pak Darmin sendiri meminta, kalau bisa kantor OJK tidak terlampau jauh dari Thamrin, tempat BI berada. Tujuannya agar segala informasi dengan mudah disampaikan dan bisa lebih efisien,” tuturnya.

Yang dimaksud Muliaman di antaranya adalah melaporkan kondisi industri yang terhubung dengan kondisi makro ekonomi Indonesia dan dalam menerbitkan peraturan pelaksanaan kegiatan jasa keuangan di bidang perbankan.