Nama baru, tapi isinya muka lama

oleh :

Nama baru, tapi isinya muka lama

Ada yang pergi ada yang datang. Tapi, yang muncul bukan wajah-wajah baru, melainkan orang yang sama. Bedanya, mereka bernaung di institusi yang beda nama dan struktur organisasi saja.

Dua bulan setelah dilantik, tepatnya September 2012 Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (DK OJK) berhasil merampungkan penyusunan struktur organisasi. Lembaga independen pengawas perbankan, pasar modal, asuransi, dana pensiun, dan lembaga keuangan lain ini membutuhkan Sumber Daya Manusia (SDM) dengan ukuran jumbo. Setidaknya, lembaga super bodi ini membutuhkan 2.531 pegawai.

”Kesibukan kami setelah dilantik selama dua bulan adalah membuat struktur organisasi OJK dan tim transisi. Kami juga menyiapkan aturan-aturan internal OJK, seperti kode etik dan hukum. Hal ini diperlukan untuk mendukung tata kelola OJK,” jelas Ketua Dewan Komisioner (DK) OJK Muliaman D Hadad.

Pembentukan struktur organisasi ini mengacu pada UU OJK pasal 60 Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas. Dalam pasal itu disebutkan, paling lama satu bulan sejak diangkatnya anggota Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (1), DK OJK harus sudah membentuk tim transisi setelah berkoordinasi dengan menteri keuangan dan Gubernur Bank Indonesia.

Selain menyiapkan struktur organisasi, OJK juga menyusun sistem sumber daya manusia dan prosedur operasi standar OJK serta menyiapkan rencana kerja dan anggaran untuk tahun operasional 2013.

Pastinya, pegawai Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) yang hijrah ke OJK mencapai 1.031 orang. Mereka akan mulai mengemban tugas di OJK terhitung Januari 2013. Sisanya, sebanyak 1.500 berasal dari Bank Indonesia (BI).

Namun, ada pengistimewaan khusus bagi pegawai bank sentral. Meski bergabung ke OJK pada 2014, mereka bisa memilih tetap di OJK atau kembali ke BI pada tahun 2015. OJK sendiri menjamin, karier pegawai BI yang berpindah tidak akan terhambat.

Ini rincian tanggung jawab tiap DK OJK

Setelah terbentuk, DK OJK mulai memetakan tanggungjawab tiap divisi. Mereka adalah:

  1. Muliaman D Hadad sebagai Ketua DK OJK.
  2. Rahmat Waluyanto sebagai Wakil Ketua DK OJK merangkap anggota.
  3. Nelson Tampubolon selaku Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan merangkap anggota.
  4. Nurhaida selaku Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal merangkap anggota.
  5. Ilya Avianti selaku Ketua Dewan Audit merangkap anggota.
  6. Firdaus Djaelani selaku Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan dan Lembaga Jasa Keuangan lainnya merangkap anggota.
  7. Kusumaningtuti SS selaku anggota yang membidani edukasi dan perlindungan konsumen.
  8. Halim Alamsyah selaku anggota ex officio dari Bank Indonesia.
  9. Anny Ratnawati selaku anggota ex officio dari Kementerian Keuangan.

Muliaman menjabarkan, sebanyak 12 deputi akan membantu secara langsung tiga kepala eksekutif. Kepala eksekutif itu adalah di bidang perbankan, pasar modal, dan industri keuangan nonbank.

Kepala eksekutif perbankan paling banyak memiliki deputi, yakni empat deputi. Ketua OJK membawahi satu deputi, wakil ketua OJK membawahi tiga deputi, sementara kepala eksekutif pasar modal dan kepala eksekutif industri keuangan nonbank masing-masing membawahi dua deputi.

Perbanas kecewa tak lolos ke DK OJK

Kendati menghormati hasil keputusan DPR terkait pemilihan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (DK-OJK), Ketua Perhimpunan Bank-bank Umum Nasional (Perbanas) Sigit Pramono mengaku kecewa karena tidak ada satu pun wakil dari kalangan industri perbankan yang lolos.

"Kami menghormati apa pun hasil yang diputuskan Presiden dan DPR. Namun kami sangat menyayangkan bahwa melalui mekanisme pemilihan DK OJK yang ada ternyata tidak memberikan tempat satupun untuk wakil dari industri perbankan," ujar Sigit.

Padahal lanjutnya, UU OJK sudah menjamin bahwa personel OJK satu tingkat di bawah DK OJK akan diisi oleh para personel regulator lama (BI dan Bapepam-LK).

"Mengapa tidak ada kearifan dari para pengambil keputusan untuk memberikan tempat bagi wakil industri?" kata Sigit.

Ia menambahkan, melihat hasil dari mekanisme yang ada, kalangan industri sedang mempertimbangkan untuk menempuh jalur-jalur hukum tertentu. Tujuannya, agar ke depan industri melalui asosiasi mempunyai wakil secara ex officio seperti wakil dari BI dan Kementerian Keuangan.

"Agak sulit kami terima bahwa meski UU OJK sudah menjamin keterwakilan BI dan Kemenkeu secara ex officio, namun ternyata anggota DK OJK yang dipilih pun masih dari kalangan yang sama," papar Sigit.

Perbanas mempertanyakan mengenai asas keseimbangan dan keterwakilan yang menjadi dasar pemikiran sebelum memutuskan.

"Kini, kami dari kalangan industri perbankan tinggal berharap agar OJK di bawah kepemimpinan Muliaman D Hadad bisa menjadi pengatur dan pengawas sektor keuangan, khususnya perbankan yang lebih baik dari regulator sebelumnya," pesan Sigit kepada ketua terpilih OJK.

Meski Perbanas berteriak kecewa, OJK tetap melaju. DK-OJK juga menetapkan lokasi kantor sementara di Menara Sjafruddin Prawiranegara lantai 25, Kompleks Perkantoran Bank Indonesia dan Gedung Sumitro Djojohadikusumo lantai 16, Bapepam LK Kementerian Keuangan.

OJK berencana boyongan di kompleks perkantoran Bidakara. “Namun kapasitas di sana sepertinya kurang mencukupi untuk kami yang memiliki personel berjumlah super,” aku Muliaman. Organisasinya sedang mengkaji lokasi baru.

Tujuan dan pendekatan sistem yang diserap

Tim transisi OJK, Triyono menjelaskan, ada banyak tujuan pengawasan yang dilakukan lembaganya. Di antaranya, menjaga kesehatan lembaga keuangan. Perbankan dan asuransi serta lembaga keuangan lainnya diharapkan sudah sangat dilindungi regulasi.

Untuk perusahaan sekuritas, tujuan utama adalah perlindungan konsumen. Instrumen yang digunakan melalui persuasi dan pengenaan denda atau penalti dan sanksi lainnya.

Selain itu adalah mitigasi risiko sistemik. Selain itu, "Sistem keuangan tidak dapat berfungsi dengan baik tanpa kepercayaan masyarakat terhadap pasar dan lembaga keuangan itu sendiri," jelasnya.

Pengawasan OJK akan berupaya dentifikasi pemain penting yang berpotensi sistemik yang terdiri dari bank, perusahaan sekuritas, asuransi dan multinasional. Sistem pasar dan infrastruktur seperti sistem pembayaran dan kliring,

Keadilan dan efisiensi pasar. Menurut Triyono, market yang berfungsi dengan baik memiliki ciri penetapan harga yang efisien melalui pengaturan pasar dan penyediaan informasi harga dan pencegahan insider trading dan perilaku curang.

Pengawasan OJK juga bertujuan agar pelaku pasar dapat dengan mudah menentukan pilihan yang optimal dengan siapa akan melakukan transaksi. "Ada dilema juga bagi pengawas apabila terlalu terbuka akan menimbulkan gejolak pasar," jelasnya.

Di sini, OJK akan mengutamakan perlindungan konsumen dan investor. Perlindungan bisa berbentuk regulasi, namun juga bisa berbentuk transparansi. Metode lain bisa menggunakan penyusunan dan penegakan pelaku bisnis.

Pendekatan pengawasan yang diserap

Menurut Tiyono, pendekatan pengawasan OJK di Indonesia adalah sistem terpadu atau integrated. Dalam sistem ini, terdapat sebuah regulator tunggal yang melaksanakan pengawasan dalam hal safety dan soundness. Begitu juga conduct of business, untuk seluruh lembaga yang berada di sektor keuangan. Beberapa negara yang menerapkan sistem ini adalah  Kanada, Jerman, Jepang, Qatar, Singapura, Swiss, dan Inggris.

Menurut penelitian akademisi UGM dan UI, sistem ini mempunyai beberapa kelebihan sekaligus kelemahan.

Kelebihan sistem ini adalah:

  • Minimalisasi konflik antar sektor.
  • Fokus optimal dan menyeluruh (holistik) dalam regulasi dan pengawasan.
  • Konsistensi peraturan.
  • Responsif terhadap perkembangan produk dan jenis transaksi keuangan.
  • Efisiensi biaya dan information-sharing.

Sedangkan kelemahannya adalah:

  • Kecenderungan pengawasan yang lebih fokus hanya pada satu fungsi (kasus FSA di Britania Raya yang lebih fokus pada fungsi laku bisnis.
  • Potensi inefisiensi karena lingkup lembaga yang terlalu luas.
  • Excessive power dan potensi kegagalan koordinasi dengan bank sentral maupun Kementerian Keuangan terutama saat krisis.
  • Potensi monopoli birokrasi klasik.
  • Risiko kegagalan sistem tunggal.

Triyono mengaku, tidak ada sistem pengawasan industri keuangan yang sempurna di dunia.

“Oleh sebab itu kami belajar dari yang sudah berpengalaman. “Kalau dibilang berpotensi memonopoli birokrasi itu sepenuhnya tidak benar,” kilah Triyono. Pasalnya ada satu lembaga perdagangan yang diduga kuat melakukan transaksi keuangan derivatif yaitu Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) namun tidak di bawah pengawasan OJK.

Pendekatan di atas dinilai lebih baik ketimbang sistem lainnya seperti institusional, fungsional dan Twin Peaks seperti yang dilakukan Amerika Serikat (AS).