KONTAN.CO.ID - JAKARTA.  Industri reksadana di Indonesia menunjukkan rebound signifikan di tahun 2025. Dana kelolaan mencapai all time high Rp 626 triliun pada November 2025. Naik dari titik terendah Rp 476 triliun pada April 2024.

Pendorong pertumbuhan ini perbaikan ekonomi, penurunan suku bunga dan kebijakan pemerintah yang lebih fokus ke pertumbuhan. Pertumbuhan tersebut didorong oleh jenis pendapatan tetap dan pasar uang, dan juga mulai bangkitnya reksadana saham.

Reksadana saham memang belum pulih sepenuhnya. Dana kelolaannya turun dari Rp 108 triliun pada November 2022 menjadi Rp 66 triliun pada Maret 2025, sebelum merangkak naik ke Rp 74 triliun pada November 2025. 

Kinerja reksadana saham relatif buruk hingga awal 2025. Tapi bangkit seiring melejitnya IHSG yang terus menembus all time high, didorong ekspektasi perbaikan profit emiten.

Kondisi tiga tahun terakhir memang sangat beragam. Mulai dari krisis geopolitik, perang tarif presiden Donald Trump jilid II hingga isu perlambatan ekonomi. 

Baca Juga: Dana Kelolaan Reksadana Bisa Tembus Rp 800 Triliun di 2026

Manajer investasi yang baik tentu dapat memanfaatkan volatilitas yang ada untuk mendapatkan kinerja optimal terutama pada kelas aset saham. Lalu bagaimana kita dapat menilainya?

Kinerja reksadana saham tahun ini menang baik. Tetapi sebelum berinvestasi pada reksadana saham, ada baiknya investor perlu melakukan evaluasi terhadap kinerja historis dari reksadana tersebut. 

Salah satu cara mengevaluasi kinerja dari suatu reksadana saham adalah membandingkan return y dengan tingkat return yang diharapkan (expected return) dari reksadana tersebut, dengan mempertimbangkan risiko investor. 

Dalam artikel ini pengukuran expected return yang digunakan adalah dengan menggunakan metode Capital Asset Pricing Model (CAPM).  Hal utama yang mempengaruhi perbedaan expected return dari reksadana yang satu dengan yang lain adalah perbedaan besarnya risiko dari masing-masing reksadana tersebut yang diukur dengan  standar deviasi.  

Standar deviasi adalah suatu koefisien yang digunakan untuk mengukur risiko risiko total (systematic dan unsystematic risk)  dari portofolio suatu reksadana.

Baca Juga: Menakar Plus Minus Produk Pembiayaan untuk Investasi Reksadana

Jensen Alpha dihitung sebagai selisih return aktual dengan expected return. Sehingga alpha positif menunjukkan manajer investasi mampu mengungguli pasar setelah disesuaikan faktor risiko .

Berdasarkan persamaan di atas dilakukan evaluasi terhadap reksadana saham yang telah berumur tiga tahun pada 11 Desember 2025. Data yang digunakan adalah kinerja dan standar deviasi harian reksadana saham yang disetahunkan. 

Berdasarkan evaluasi yang dilakukan, tiga reksadana dengan return tertinggi adalah HPAM Ekuitas Syariah Berkah, Bahana Icon Syariah Kelas G dan SAM Indonesian Equity Fund. 

Tiga reksadana tersebut berhasil memperoleh return yang cukup jauh diatas return yang diharapkan untuk masing-masing produk reksadana tersebut. Hal ini dapat diasumsikan manajer investasinya mampu memilih portofolio yang tepat atau melakukan trading sehingga kinerjanya lebih baik dari market. 

Baca Juga: Dana Kelolaan Reksadana Pecah Rekor Rp 621 Tiliun, Aset Defensif jadi Andalan

Namun dalam pemilihan investasi, investor hendaknya tetap memperhatikan faktor risiko yang harus ditanggung. Besarnya return setiap reksadana tersebut dicapai dengan tingkat risiko yang berbeda. Harap diingat bawah evaluasi ini menggunakan data historis dimana tidak ada jaminan kinerja yang sama akan berulang dimasa depan.

Cukup menarik bahwa dua reksadana saham terbaik adalah berbasis syariah hal ini bisa saja karena mereka tidak terkonsentrasi pada sektor keuangan dimana saham big bank konvensional sedang turun tajam sementara fokus pada sektor lain yang lebih resilien.

Seorang investor yang ingin berinvestasi pada instrument reksadana saham perlu terlebih dahulu mengetahui berapakah target return dan juga mengenali karakter risk and return yang dimilikinya. Setelah mengetahui hal-hal tersebut, barulah investor dapat memutuskan reksadana mana yang sesuai untuk berinvestasi.                             
 

Selanjutnya: ESG & Keberlanjutan HMSP: Mengepul Dengan Produk Bebas Asap

komentar