JAKARTA. Jika tertarik memilih reksadana, Anda bakal cukup leluasa memilih. Pasalnya, saat ini lebih dari 800 produk dijajakan oleh manajer investasi. Lantaran produk cukup banyak di pasaran, harus cermat juga memilih.
Secara umum, reksadana terbagi dalam tiga jenis. Pertama, reksadana pasar uang, asetnya harus diivestasikan pada efek bersifat uang yang diterbitkan dengan jangka waktu lebih dari satu tahun. Jatuh temponya tidak lebih dari satu tahun.
Kedua, reksdana pendapatan tetap. Ini adalah reksadana yang minimum 80% asetnya harus diinvestasikan pada obligasi bagi korporasi maupun pemerintah.
Ketiga, reksadana saham yang 80% asetnya diinvestasikan pada saham. Namun, ada juga reksadana campuran yang bisasanya mencampur efek utang dan ekuitas hampir sama besarnya. Masing-masing porsinya tidak melebihi 79% dari Nilai Aktiva Bersih (NAB).
Mike Rini, perencana keuangan dan CEO MRE Financial & Business Advisory mengatakan, sebelum membeli produk reksadana, sesuaikan dengan gaya berinvestasi atau investment style, serta profil risiko kita sebagai calon nasabah.
“Jika tipe konservatif, tidak mau terlalu berisiko dan ingin tetap likuid, ada pilihan rekomendasi pasar uang,” kata dia. Kelebihan reksadana jenis ini adalah relatif stabil karena underlying atau aset dasarnya di pasar uang. Jika kebutuhan dana diproyeksikan terjadi dalam jangka waktu pendek semisal satu tahun mendatang, reksadana jenis ini cocok dijadikan pilihan.
Reksadana pendapatan tetap, menurut Rini, cocok dijadikan investasi dalam jangka waktu dua-tiga tahun.
Sedangkan reksadana saham, cocok untuk investasi jangka panjang. “Lebih dari empat-lima tahun,” kata dia. Pasalnya, jika terlalu pendek, turun naik di pasar saham akan lebih terasa.
Menurut dia, jika usia investor masih tergolong muda dan bisa berinvestasi jangka panjang, tidak ada salahnya masuk dalam investasi reksadana saham. Meski risikonya lebih besar, potensi untungnya pun lebih manis.
Nah, meski memilih jangka waktu panjang, bukan berarti investor bisa cuek membiarkan dana mengendap begitu saja. Menurut Rini, setiap investor harus memiliki exit strategy. Jadi, investor harus tetap mengevaluasi portofolionya secara berkala. Biasanya, manajer investasi atau asset management akan mengirim laporan return berkala tiap bulan.
Risiko datangnya krisis ekonomi terhadap investasi jangka panjang juga harus diawasi. Beberapa tandanya antara lain suku bunga yang naik signifikan, atau pelemahan rupiah secara besar-besaran.
Saat ini, tren suku bunga di Indonesia memang sedang naik dan rupiah melemah terhadap dollar Amerika Serikat. Namun, dia menilai, kondisi sekarang merupakan fluktuasi jangka pendek. “Jadi jika kepemilikan reksadana berbasis saham silakan dilanjutkan,” kata dia.
Meskipun nanti harga bahan bakar minyak (BBM) naik, Mike yakin, IHSG masih bisa meningkat. Dia melihat, fundamental ekonomi dalam negeri masih kuat, daya beli masyarakat juga tetap tinggi karena angkatan kerja masih terbilang tinggi. Konsumsi rumah tangga tetap tinggi tetap menopang ekonomi Tanah Air.
Oiya, meskipun hasil investasi di salah satu jenis reksadana yang dimiliki meningkat, perlu juga melakukan penyeimbangan kembali portofolio. Tujuannya agar portofolio tetap sesuai dengan investment style investor masing-masing.
Mike tidak merekomendasikan reksadana campuran. Namun, jenis ini bisa dijajal oleh investor yang masih ragu untuk terjun ke reksadana saham, namun menginginkan return di atas pasar uang.
Perencana keuangan independen Pandji Harsanto juga sepakat, investasi di reksadana lebih baik dilakukan untuk jangka panjang.
Terutama reksadana saham, sebaiknya untuk jangka waktu tiga-empat tahun. Pasalnya, jika lebih pendek, bukan hanya penurunannya yang terasa, investor juga memiliki kesempatan mengumpulkan cuan untuk menutupi saat-saat penurunan.
Pandji pribadi tak begitu sreg dengan reksadana pendapatan tetap yang bergantung pada bunga acuan. Menurut dia, dengan tren kenaikan bunga seperti saat ini, masih lebih cocok menyimpan uang di deposito ketimbang efek utang.
Itu karena efek utang selalu berupaya memberi return di atas bunga deposito, padahal, risiko utang makin besar. Apalagi, bunga deposito perbankan saat ini pun masih cukup tinggi.
Sebagai perencana keuangan, Pandji mengaku tidak merekomendasikan jenis tertentu. Namun, menurut dia, reksadana saham masih layak dikoleksi.
Alasan utamanya, saham merupakan cerminan kinerja korporasi. Dan setiap korporasi pasti selalu memperbaiki kinerja untuk tetap untung. Untuk itu, emiten akan selalu memperbaiki kinerja dan melakukan window dressing.
Pandji menyarankan, investor juga menambah satu portofolio lagi, yaitu properti. Dia melihat, setiap tahun, harga properti berpotensi naik sampai 15%. Sedangkan Mike menyarankan selalu memegang investasi alternatif seperti properti dan emas untuk jangka panjang, selain kepemilikan reksadana.