JAKARTA. Berinvestasi biasanya disertai dengan keinginan mendapatkan untung maksimal. Nah, ada acuannya sebagai tolak ukur, investasi yang kita lakukan berbuah manis atau tidak.

Menurut Mike Rini, Perencana Keuangan dan CEO MRE Financial & Business Advisory, acuannya adalah pertumbuhan dan inflasi. Investasi dilakukan untuk menjaga nilai aset tak tergerus inflasi.

Sebagai contoh, jika pemerintah menargetkan inflasi tahun ini 5,3%, sebaiknya berinvestasi dengan return di atas itu sehingga tidak menggerus nilai uang yang dimiliki. Jangan lupa, perhatikan pajak sebagai pengurang ketika menempatkan uang di instrumen keuangan. Pajak reksadana misalnya masih 5% sedangkan deposito 20% dari keuntungan.

Berikut beberapa perbandingan return antara beberapa instrumen investasi:

Reksadana

Jika melihat instrumen reksadana, sepanjang tahun ini masih memberi imbal hasil positif. Memang, IHSG sempat tergerus di sepanjang September-Oktober atau month on month (mom) dan berimbas pada reksadana saham. Namun, secara keseluruhan tahun ini, reksadana masih memberi return positif.

Mengutip data PT Infovesta Utama rata-rata imbal hasil reksadana saham per akhir Oktober dibandingkan September 2014 sebesar 0,24%. IHSG malah minus 0,93% untuk periode yang sama.

Sedangkan secara keseluruhan dari awal tahun, return reksadana saham yaitu sebesar 22,61% secara year to date (ytd) hingga 31 Oktober lalu. Bandingkan dengan IHSG yang mengalami kenaikan 19,08%.

Sedangkan return reksadana saham dari Oktober 2013 – Oktober 2014 year on year (yoy), mencapai 15%, juga mengugguli gain IHSG dan return reksadana jenis lainnya.

Berikut perbandingkan return reksadana dan IHSG:

Jenis reksadana Imbal hasil (%)
  1 Bulan ytd yoy
IHSG -0,93 19,08  
Reksadana saham 0,24 22,61 15
Reksadana pendapatan tetap 1,79 6,59 3,34
Reksadana pasar uang 0,6 5,81 6,8
Reksadana campuran 0,4 13,93 8,55

 

Deposito

Menurut Bank Indonesia, bunga acuan saat ini berada di level 7,5%. Sedangkan bunga yang dijamin oleh Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) sebesar 7,75%. Itu artinya, LPS hanya menjamin dana dengan pemberian bunga sampai batas itu.

Bagi deposan yang lebih berani, bisa meminta bank untuk bunga lebih tinggi. Awal bulan ini, OJK juga telah memberlakukan batas maksimal (capping) bunga deposito, baik bagi deposan baru maupun perpanjangan deposito yang sudah jatuh tempo. Tapi, batas atas bunga deposito masih tetap wangi.

Pembatasan ini berlaku untuk Bank Umum Kegiatan Usaha 4 (bermodal inti di atas Rp 30 triliun) dan BUKU 3 (modal Rp 5 triliun – Rp 30 triliun).

Rinciannya, bunga deposito maksimal bagi nasabah BUKU 4 dipatok 200 basis poin (2%) dari BI rate. Sedangkan BUKU 3 masih 225 basis poin.

Mengacu BI rate yang saat ini sebesar 7,5%, artinya, deposan BUKU 4 seperti Bank Mandiri, BCA, BRI, dan BNI masih bisa meraih bunga sampai 9,5%. Sementara, deposan BUKU 3 maksimal 9,75%. Aturan main ini berlaku bagi deposito di atas Rp 2 miliar.

Pandji Harsanto, perencana keuangan independen justru lebih menyukai investasi di deposito ketimbang reksadana pendapatan tetap. Reksadana berbasis efek utang tersebut selalu menjanjikan return lebih tinggi daripada bunga. Tapi, risiko utang berbunga besar justru lebih besar.

Riset Aging Asia Manulife Asset Management, niat berinvestasi di deposito justru bisa membuat uang tergerus. Dalam sepuluh tahun periode 1 Januari 2003 hingga akhir Desember 2012, real return deposito di Indonesia justru minus 2,31%. Real return tersebut menghitung suku bunga deposito yang diperoleh investor setelah dikurangi oleh pajak, risiko kredit, serta inflasi.

 

Emas

Berinvestasi di emas memang tidak bisa dibandingkan dengan kepemilikan reksadana. Namun, kepemilikan logam mulia selalu dijadikan alternatif investasi karena selama ini dianggap bisa mengalahkan inflasi dan bakal tetap berlaku.

Investasi emas, menurut Mike Rini, Perencana Keuangan dan CEO MRE Financial & Business Advisory, merupakan investasi alternatif untuk mendiversifikasi portofolio. Artinya, meskipun memiliki investasi jenis lain seperti reksadana, kepemilikan emas juga sebaiknya tetap ada.

Selain emas, instrumen investasi alternatif lainya menurut dia adalah properti. Keduanya bisa dipegang untuk jangka panjang.

Memang, harga emas saat ini sedang merosot. Mengutip KONTAN, per akhir Oktober, harga kuning berkilau (per gram untuk pecahan 500 gram) dari Aneka Tambang (Antam) senilai Rp 483.000 berbanding awal tahun Rp 487.000 per gram.

Harga emas sudah turun 13% dari rekornya di Mei 2012 yang sebesar Rp 554.200 per gram.

"Jadi, membeli emas bukan karena harganya naik atau turun. Tapi untuk diversifikasi portofolio," kata dia. Diversifikasi portofolio akan memberi keuntungan menjaga aset karena ketika instrumen satu mengalami penurunan, yang lain bisa mempertahankan.

komentar