JAKARTA. Jumlah peminat investasi reksadana kian marak. Lihat saja, jumlah dana kelolaan reksadana terus berkembang.
OJK mencatat, sampai 24 Oktober lalu, sudah ada 848 jumlah reksadana, dengan Nilai Aktiva Bersih (NAB) sebesar Rp 222 triliun. Sedangkan jumlah unit penyertaannya mencapai 134 miliar.

Maklumlah reksadana terus diminati. Soalnya, rekasadana dianggap sebagai wadah investasi yang memberi untung tapi dengan risiko tak lebih besar dibanding menanam duit di pasar saham.

Jika melihat jenisnya, reksadana yang mayoritas berbasis saham masih paling banyak peminatnya. Berdasarkan data OJK per 31 Oktober, jumlah dana kelolaan reksadana saham ini mencapai Rp 90,59 triliun, atau 42,64% dari keseluruhan dana. (Lihat grafik OJK: (link))

Rata-rata imbal hasil (return) reksadana saham juga cukup menggiurkan. Return dari awal tahun hingga Oktober (year to date) mencapai 22,61%, lebih tinggi ketimbang gain Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang sebesar 19,08% untuk waktu yang sama. Dalam sebulan (September-Oktober), reksadana saham juga masih naik 0,24% meski IHSG minus 0,93%.

Viliawati, analis Infovesta Utama, menilai, agresifnya penempatan portofolio reksadana pada efek saham menopang performa rata-rata reksadana saham, sehingga mampu mengalahkan kinerja IHSG.

Saat IHSG bergerak positif, maka reksadana saham akan mencetak kinerja lebih tinggi. "Sebaliknya, saat IHSG terkoreksi, maka kinerja reksadana saham umumnya akan turun lebih dalam," kata Vilia pada KONTAN Selasa lalu (4/10).

Kinerja ciamik juga hasil dari fleksibilitas manajer investasi menentukan alokasi aset, serta memilih sektor dan emiten saham yang potensial.

Viliawati memperkirakan, hingga akhir tahun, prospek reksadana saham masih berfluktuasi dengan kenaikan tipis. Meski demikian ia optimistis, reksadana saham masih menjadi jawara dengan rata-rata return 22%-25% pada penghujung tahun ini dibanding akhir tahun lalu (year on year).

Di akhir tahun ini, Viliawati memperkirakan, return terbaik kedua dicetak oleh reksadana campuran, yaitu dengan imbal hasil 15%-18%. Sedangkan reksadana pendapatan tetap antara 6%-8%, dan reksadana pasar uang 6%-7%.

Tahun depan

Sebelum lebih jauh, mari menengok jenis reksadana yang beredar. Selain reksadana dengan portofolio penempatan mayoritas di saham (equity), ada juga penempatan mayoritas di efek yang likuid. Ini untuk menyusun reksadana pasar uang (money market funds).

Ada juga reksadana pendapatan tetap (fixed income funds), yang berinvestasi sekurang-kurangnya 80% pada efek utang seperti obligasi.

Menurut OJK, jika tingkat risiko diurutkan dari yang lebih kecil, maka susunannya, reksadana pasar uang, pendapatan tetap, lalu saham.

Selain tiga jenis tersebut, ada juga reksadana campuran, yang menempatkan dana investasi hampir sama besarnya di efek utang dan saham atau di pasar uang.

Melihat jenisnya, ada beberapa hal yang mempengaruhi imbal hasil investasi, termasuk return reksadana. Yaitu, tingkat inflasi, suku bunga Bank Indonesia (BI rate), dan return IHSG.

Sampai akhir tahun ini, masih ada yang harus diperhatikan pasar. Salah satunya, agenda pemerintah menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi. Kenaikan BBM selalu disertai laju inflasi yang lebih kencang daripada biasanya.

Inflasi yang kencang akan mendorong BI rate naik. Menurut Kepala Riset BNI Securities Norico Gaman, inflasi yang tidak bisa dikendalikan bisa menjadi sentimen negatif bagi IHSG.

Namun, analis yakin, dengan kenaikan harga BBM, anggaran pemerintah akan lebih sehat dan akhirnya mendorong perekonomian lebih baik.

Tahun depan, ancaman kenaikan bunga di dalam negeri juga datang dari luar negeri. Bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve berencana menaikkan suku bunganya dan gerakan tersebut akan diantisipasi Bank Indonesia.

Memang, dalam jangka waktu dekat, BI akan mempertahankan bunga dalam kisaran 7,5%. Tapi ekonom yakin, BI akan melakukan penyesuaian bunga jika The Fed menaikkan bunga.

Pasar memperkirakan, The Fed rate akan naik pada pertengahan tahun depan. Sedangkan BI memproyeksikan, bunga acuan The Fed akan naik bertahap dari saat ini 0,25% jadi 1,4% pada akhir tahun 2015 dan 2,9% di akhir tahun 2016.

Sebelum The Fed menaikkan bunga, analis juga melihat ada peluang kenaikan IHSG. Aditya Srinath, Executive director of equity research at JP Morgan Securities Indonesia mengatakan, IHSG memiliki tren kenaikan setelah pemilu selesai. Jadi dia memperkirakan, di awal 2015 sampai pertengahan tahun, ada kemungkinan IHSG menguat.

Mike Rini, Perencana Keuangan dan CEO MRE Financial & Business Advisory mengatakan, investasi reksadana dapat dilakukan kapan saja. Namun dia menyarankan berinvestasi di reksadana untuk jangka panjang. Jika masih khawatir dengan gejolak pasar, calon investor bisa memilih reksadana pasar uang. Reksadana ini termasuk cocok jika dilakukan untuk jangka pendek semisal satu tahun.

Pada KONTAN, Direktur Panin Asset Management Ridwan Soetedja mengatakan, di tengah penurunan pasar saat ini investor bisa mengalokasikan dana ke reksadana saham. Pasalnya, produk tersebut memberikan peluang bagi investor untuk masuk di harga murah.

komentar