KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kita segera akan melewati tahun 2024. Di tahun yang digadang-gadang positif untuk pasar modal seiring ekspektasi penurunan suku bunga dan pemilihan umum, ternyata berbeda dari perkiraan analis. Per 15 November 2024, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) year to date (ytd) masih negatif.
Tapi masih ada instrumen investasi menarik. Salah satunya reksadana pasar uang. Di luar perkiraan, reksadana pasar uang rata-rata memberikan kinerja ytd sebesar 4%. Ini menjadikannya sebagai reksadana dengan return tertinggi, unggul dibanding reksadana pendapatan tetap yang seharusnya diuntungkan tren penurunan bunga.
Di tengah ketidakpastian investasi aman dan likuid, reksadana pasar uang jadi primadona. Yakni menawarkan kemudahan transaksi, kinerja setara deposito dan likuiditas setara tabungan.
Reksadana pasar uang berinvestasi pada efek utang kurang dari setahun. Misalnya Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito dan bisa juga obligasi selama jatuh tempo kurang dari satu tahun. Reksadana pasar uang relatif paling aman dibanding reksadana lain. Rata-rata di 2024 kinerja reksadana pasar uang 4%, di atas deposito yang hanya 2,9% (net setelah pajak)
Industri reksadana pasar uang sendiri bertumbuh. Hingga akhir Oktober 2024 terdapat 200 reksadana pasar uang dengan dana kelolaan Rp 84,2 triliun. Setahun terakhir dana kelolaan tumbuh 13%. Paling tinggi dibanding jenis lain. Minat investor dimotori investor baru. Sebagaian besar dari 13,1 juta investor masuk jenis ini. Terutama milenial dan generasi Z, dapat membeli reksadana pasar uang melalui aplikasi online yang terintegrasi dengan marketplace atau dompet digital. Sangat mudah bertransaksi.
Salah satu faktor yang menjadi pertimbangan selama ini adalah dana kelolaan. Terdapat anggapan, semakin besar jumlah dana kelolaana, semakin aman dari sisi likuiditas. Apakah anggapan tersebut benar?
Baca Juga: Memanfaatkan Cuan Reksadana dengan Fitur Dividen
Dalam mengelola dana, umumnya, manajer investasi menggunakan dua strategi. Yakni fokus pada likuiditas dan besar pada deposito atau kinerja dengan membeli obligasi jangka pendek yang memberikan imbal hasil lebih tinggi. Tapi ada risiko tambahan terutama bila yang dibeli adalah obligasi korporasi. Bisa mengalami gagal bayar.
Pengelolaan reksadana pasar uang, gabungan dari dua strategi di atas untuk mendapatkan kinerja optimal di atas deposito dengan tetap menjaga likuditas.
Dengan premis diatas lebih baik masuk ke RDPU dengan dana kelolaan besar di atas Rp 1 triliun atau di bawahnya?
Untuk menjawab pertanyaan di atas, dilakukan riset reksadana pasar uang. Datanya return setahun (Oktober 2023 - Oktober 2024) untuk reksadana dengan rata-rata dana kelolaan di atas Rp 10 miliar. Maka, terkumpul 121 reksadana pasar uang. Selanjutnya riset memisahkan reksadana saham menjadi 4 kuartil.
Semua kuartil memiliki rata-rata pertumbuhan positif, kecuali reksadana di bawah Rp 1 miliar yang negatif. Pertumbuhan pada kuartil di atasnya positif. Artinya minat reksadana pasar uang tinggi termasuk pada dana kelolaan jumbo diatas Rp 1 triliun. Jika hasil ini digunakan sebagai referensi investor untuk kinerja lebih optimal, bisa memilih yang dana kelolaanya di atas Rp 500 miliar.
Kinerja kuartil lain juga tidak terlalu jauh bedanya. Fokus utama reksadana pasar uang bukan return tertinggi, tapi keamanan dan likuditas.
Menyambut tahun 2025 yang masih diselimuti ketidakpastian, tidak ada salahnya investor diversifikasi ke instumen aman dan likuid sambil menunggu pasar bergairah.