JAKARTA. Peruntungan bisnis properti di Tahun Kambing Kayu berpeluang lebih menanduk ketimbang tahun ini. Harga mungkin naik sedikit tapi pasarnya berpeluang lebih bergairah. Paling tidak ada tiga penyulut optimisme tersebut.
Pertama, hiruk-pikuk politik mulai berakhir sehingga kegiatan bisnis berjalan normal kembali. Selama ini kegaduhan politik di tahun 2014 menjadi kambing hitam perlambatan aktivitas pembangunan maupun transaksi jual-beli properti di tahun 2014.
Harapan kedua, pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla merealisasikan janjinya untuk menggeber proyek infrastruktur. Kalkulasi ekonom Universitas Gadjah Mada Tony Prasetiantono, pemerintah bisa menghemat Rp 291 triliun berkat menaikkan harga bahan bakar minyak. Dana tersebut bisa menjadi modal untuk membiayai pembangunan infrastruktur.
Kehadiran proyek infrastruktur pada gilirannya juga turut menyulut kesemarakan bisnis properti. "Misalnya dampak proyek pembangunan jalan tol. Berkat kehadiran proyek ini, harga tanah di sekitar lokasi proyek bisa naik sampai 50%," ujar Tulus Santoso Brotosiswojo, Direktur Keuangan dan Sekretaris Perusahaan PT Ciputra Development Tbk.
Katalis ketiga, backlog alias ketimpangan antara kebutuhan hunian dengan pasokan terus bertambah. Berdasarkan data Kementerian Perumahan Rakyat saat ini terdapat backlog sekitar 15 juta unit rumah.
Tiga faktor pengerek itulah yang berpotensi memoles bisnis properti. Pun dari sisi investasi, peluang meraih cuan properti kian terbuka lebar. Tentu saja, ketepatan memilih jenis properti menentukan hasil. Bagaimana prospeknya dan apa yang yang berpeluang paling berjaya?
Mari kita ulas prospeknya.
Apartemen
Pertumbuhan penduduk Indonesia tahun depan diprediksi sekitar 1,5%, sehingga totalnya menjadi 250 juta jiwa. Dari aneka survei, sekitar 90 juta penduduk tergolong masyarakat berpenghasilan menengah ke atas.
Pertumbuhan kelas inilah yang menjadi ladang subur bisnis properti. Ali Hanafiah Lijaya, Direktur Century 21 memperkirakan kelompok masyarakat ini lebih banyak mencari apartemen, terutama yang seharga kisaran Rp 1 miliar per unit. Dus, pasar apartemen segmen ini berpeluang paling ramai di tahun depan.
Prediksi Chief Executive Officer (CEO) Leads Property, Hendra Hartono, tahun depan harga apartemen maksimal Rp 1,5 miliar yang paling diminati pasar. "Kalau harganya lebih mahal dari itu, sulit disewakan atau dijual lagi," tandasnya.
Hendra menghitung, prospek imbal hasil pada apartemen jenis ini bisa mendatangkan capital gain alias kenaikan harga jual sekitar 10%-15% sepanjang tahun 2015. Sementara proyeksi imbal hasil sewa apartemen sebesar 7% per tahun.
Memang angka imbal hasil ini tak berbeda jauh dengan hasil investasi tahun 2014. Hal yang membedakan pasar properti tahun depan adalah dari intensitas transaksi jual-beli. "Tahun ini harga naik tapi penjualan tidak marak," ujar Hendra.
Prediksi Ali lebih optimistis. Dia yakin capital gain apartemen bisa sampai 20% tahun depan.
Catatan Ali, pengembangan apartemen masih akan berkutat di kawasan Jakarta Utara seperti Kelapa Gading dan Sunter; Jakarta Barat di kawasan Puri, Kebon Jeruk dan Daan Mogot. Sementara kawasan Jakarta Selatan adalah Senopati dan Kebayoran Lama. Khusus di Jakarta Timur, pengembangan apartemen lebih lambat.
Kondominium
Investasi kondominium juga bisa jadi pilihan. Hasilnya kurang lebih sama dengan imbal hasil apartemen. Hitungan Senior Associate Director Research Cushman & Wakefield Arief Rahardjo, tahun depan akan ada kenaikan harga jual dan tarif sewa kondominium maupun perkantoran. "Minimal sama dengan tahun ini," kata Arief. Dalam catatan Cushman & Wakefield, tahun ini pertumbuhan tarif sewa sekitar 15%-20%.
Rumah Tapak
Selain properti jangkung, rumah tapak (landed house) masih prospektif sebagai investasi konvensional. Namun, potensi imbal hasilnya tak setinggi properti apartemen dan kondominium yang lebih jangkung.
Erwin Karya, Head of Business Development Ray White Indonesia menyebutkan landed house alias rumah tapak masih akan banyak diincar tahun depan. Terutama rumah yang harganya tak lebih dari Rp 1 miliar.
Namun, tentu saja spesifikasi properti dengan harga ini hanya subur di pinggiran Jakarta. Tahun depan, potensi capital gain dari rumah tapak berkisar antara 10%-15%.
Soho dan Ruko
Di antara sekian jenis properti, prospek small office, home office atau SOHO dan rumah toko (ruko) agaknya berada di posisi terbawah dibandingkan jenis lain. Jenis ini lebih mengandalkan pemasukan dari sewa sehingga pemiliknya tak berharap banyak pada capital gain. Lagi pula, menurut Erwin, suplai SOHO masih sedikit.
Ali Hanafiah menambahkan, salah satu hambatan pengembangan SOHO adalah tingginya harga tanah. Misalnya, harga tanah di Patal Senayan sudah mencapai Rp 100 juta per meter persegi (m²), di Menteng Rp 70 juta per m², Puri Indah sekitar Rp 20 juta- Rp 30 juta per m². Akibatnya, harga jual SOHO pun makin tinggi.
Namun jika berminat memiliki SOHO, konsumen harus mempertimbangkan infrastruktur pendukung di sekitar lokasi. Misalnya terminal bus, jalur mass rapid transit (MRT) atau akses jalan tol.
Secara umum, prospek properti selalu terang. Kini, tinggal Anda yang menentukan pilihannya.
Publish: 05 January 2015 | oleh : Adisti Dini Indreswari,Dityasa H Forddanta,RR Putr | dilihat : 7935 kali
Komentar