JAKARTA. Reksadana beraset dasar saham tampaknya masih akan jadi primadona di Tahun Kambing Kayu. Kinerja yang mengkilap 2014 ditambah dengan prospek ekonomi yang membaik 2015 menjadi alasan pilihan reksadana saham.
Merujuk data PT Infovesta Utama, rata-rata return reksadana saham hingga 24 Desember 2014, secara year to date mencapai 26,55% atau lebih unggul dibandingkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada periode yang sama yakni 20,88%.
Reksadana saham diperkirakan tetap tumbuh tinggi, ditopang oleh pertumbuhan ekonomi dan perbaikan makro ekonomi. "Reksadana saham berpotensi mencetak kinerja yang lebih baik ditopang oleh pergerakan bursa saham yang lebih agresif dalam merespon kondisi pasar," kata Viliawati, analis Infovesta Utama.
Vilia mengatakan, investor perlu mencermati kondisi makro ekonomi, nilai tukar rupiah, inflasi, suku bunga acuan, laporan keuangan emiten, serta kinerja pemerintahan baru. Sedangkan, sentimen global yang bisa mempengaruhi kinerja reksadana adalah kondisi ekonomi Amerika Serikat (AS), Uni Eropa dan China.
Rencana The Fed untuk menaikkan suku bunga sekitar awal 2015 akan berdampak pada fluktuasi cukup besar di pasar modal dalam negeri. "Mungkin fluktuasinya mulai mereda dan tren pasar mulai meningkat setelah kuartal kedua," kata Michael Tjoajadi, Presiden Direktur Schroder Investment Management Indonesia.
Selepas itu, tren pasar modal akan terus meningkat dan mencapai puncaknya mendekati akhir 2015. Hal itu, menurutnya, disebabkan psikologi pasar yang lebih optimis melihat prospek di 2016. Makanya makin banyak investor yang memilih masuk usai pertengahan tahun.
Dengan asumsi ini, reksadana saham dan reksadana campuran masih menjadi tempat investasi yang menawarkan prospek paling bagus. Mungkin akan ada fluktuasi di awal 2015, tapi akan tertutupi oleh kinerja yang lebih kinclong setelahnya.
Michael menambahkan, potensi return reksadana berbasis saham di 2015 juga bisa lebih baik dari 2014. Hal ini didorong ekspektasi investor yang akan lebih baik terhadap perekonomian domestik.
Michael bilang, reksadana pendapatan tetap berpotensi menawarkan imbal yang meningkat karena permintaan terhadap obligasi pemerintah akan makin besar di 2015. Tapi, obligasi korporasi tidak akan begitu populer karena kurang likuid.
Sementara, prospek reksadana pasar uang disebutnya masih kurang begitu baik. Terlebih nilai tukar rupiah terhadap dollar AS cenderung melemah. Tapi, masih ada celah bagi reksadana pasar uang, karena keperkasaan dollar AS juga dirasakan mata uang negara lain.
Michael bilang, nilai tukar rupiah terhadap dollar Australia akan membaik karena harga komoditas dari Australia akan melemah.
Edward P Lubis, Presiden Direktur Bahana TCW Investment Management mengatakan, potensi pertumbuhan IHSG tahun depan bisa mencapai 15%. "Ini sesuai dengan ekspektasi pertumbuha laba para emiten Bursa Efek Indonesia," kata Edward.
Dengan perhitungan ini, Edward menambahkan, reksadana saham menjadi instrumen yang akan memberi imbal hasil terbesar tahun depan antara 15%-18%. Lalu diikuti oleh reksadana pendapatan tetap dengan imbal hasil sekitar 7% - 8% sesuai dengan rata-rata besaran kupon obligasi. Adapun imbal hasil reksadana pasar uang diprediksi 6%-8%, serta reksadana pasar uang dollar sekitar 2%-3% di 2015.
Hal serupa juga diungkapkan oleh Direktur Utama Danareksa Investment Management, Prihatmo Hari Mulyanto. "Mestinya reksadana saham minimal sama dengan IHSG, 15%," kata dia. Ia juga memprediksi, reksadana pendapatan tetap bisa memberi imbal hasil 8%-9% pada tahun depan.
Perhatikan tujuan
Rudiyanto, Head of Operation and Business Development Panin Asset Management mengatakan, prospek industri reksadana bakal tumbuh beriringan dengan penguatan IHSG. Jika harga minyak terus rendah, maka return investasi reksadana saham bisa mencapai 20%-25%. Dengan begitu, investasi di reksadana bakal memberi return lebih tinggi dari return yang didapatkan dari investasi saham.
Rudiyanto memperingatkan, berinvestasi reksadana harus melihat tujuan keuangan investor. Jika punya tujuan keuangan dalam lima tahun, ia menyarankan investasi di reksadana saham. "Sementara untuk tiga tahun-lima tahun bisa pilih reksadana campuran, satu tahun-tiga tahun di reksadana pendapatan tetap, dan kurang dari satu tahun bisa ke reksadana pasar uang," kata Rudiyanto.
Pemilihan jenis reksadana pun bisa dibedakan berdasarkan tipe investor. Agus Yanuar, Presiden Direktur Samuel Aset Manajemen bilang, pasar saham di Indonesia masih merupakan instrumen yang paling menarik dengan potensi pertumbuhan 15%-20%. Maka untuk nasabah dengan tipe investasi moderat dan agresif, pilihan pertama bisa memilih pasar saham dan campuran. Investor konservatif bisa memilih reksadana pendapatan tetap, pasar uang dan terproteksi.
Agus juga memberikan tips saat akan memilih reksadana. Kriteria pilih reksadana adalah 3P. Pertama, yaitu performance saham secara historis dan konsisten. Kedua. proses bagaimana fund manager memilih dan mengelola reksadana.
Ketiga, yaitu people atau orang-orang yang mengelola dana. "Banyak yang bilang, memilih reksadana sama seperti memilih calon menantu. Ini tentu tidak ada salahnya, karena harus mengetahui bibit, bebet dan bobotnya," ucap Agus.
Presiden Direktur BNP Paribas Investment Partners, Vivian Secakusuma menyarankan, investor mendiversifikasi investasi dan tidak terfokus kepada satu jenis aset saja di 2015. Akan lebih baik bila investor punya alokasi di berbagai reksadana. Investor juga tetap menyesuaikan alokasinya dengan profil risiko.
Publish: 29 December 2014 | oleh : Christine Novita Nababan,Dea Chadiza Syafina,Issa | dilihat : 7712 kali
Komentar