JAKARTA. Pemegang reksadana saham bisa bersorak gembira. Instrumen investasi ini mampu membagikan imbal hasil atau return paling tinggi ketimbang instrumen investasi lain sepanjang 2014.
Data PT Infovesta Utama menunjukkan, rata-rata return reksadana saham hingga 22 Desember 2014 secara year to date (ytd) mencapai 27,97%. Kinerja tersebut lebih unggul dibandingkan prestasi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di periode itu yang sebesar 20,24%.
Demikian juga dengan kinerja obligasi yang masih di bawah 20%. Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA) mencatat, INDOBex Composite total return sepanjang tahun hingga 23 Desember 2014 hanya sekitar 11,88%.
Sedangkan total return obligasi pemerintah yang ditunjukkan oleh INDOBex Goverment mencatatkan return sekitar 12,17%. Lalu total return obligasi korporasi atau INDOBex Corporate mendulang total return sekitar 10,32%. "Sedangkan kenaikan harga emas tidak banyak, sehingga reksadana saham memberikan return paling baik dibandingkan instrumen investasi lainnya," kata Ridwan Soetedja, Direktur Panin Asset Management.
Menurut Ridwan, sejumlah reksadana Panin Asset Management membukukan kinerja di atas IHSG. Panin Dana Maksima, misalnya memberikan return sebesar 25,46%, Panin Dana Prima sebesar 22,9% dan Panin Dana Syariah Saham sebesar 24,68%.
Sementara di pasar saham, menurut Chief Economist dan Director for Investor Relation Bahana TCW Investment Management Budi Hikmat ditopang masuknya investor asing yang hingga 2 Desember lalu mencapai US$ 4,4 miliar. Apabila arus modal masuk hingga akhir tahun mencapai US$ 6 miliar, IHSG bisa naik ke 5.324.
Sepanjang tahun 2014, bunga deposito juga cukup menarik. Kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) atau BI rate memicu kenaikan suku bunga deposito, dari sekitar 6,3% di akhir tahun 2013 hingga sempat mencapai 7,5% pada tahun ini. Bahkan sejumlah deposan besar, seperti dana pensiun dan perusahaan pengelola dana bisa mencicipi harumnya bunga di atas 11%.
Tahun depan Ridwan memperkirakan, reksadana saham masih akan membagikan return lebih tinggi dibandingkan IHSG. Kinerja produk tersebut akan ditopang positifnya kondisi makro ekonomi Indonesia seiring turunnya harga minyak. Selain itu, inflasi Indonesia juga akan lebih rendah dibandingkan tahun ini.
Dengan demikian, pasar saham yang menjadi aset dasar reksadana saham akan terangkat. Ridwan memperkirakan, IHSG tahun depan akan naik sekitar 15%.
Menurut Budi, kondisi likuiditas domestik tahun depan tetap ketat. Penyebabnya, pertumbuhan dana pihak ketiga perbankan lebih rendah dibanding penyaluran kredit. "Untuk memacu pertumbuhan kredit, perbankan harus menarik lebih banyak dana masyarakat, sehingga menaikkan bunga deposito. Jadi, kebutuhan likuiditas tetap tinggi," kata Budi.
Dia memperkirakan, ekonomi Indonesia tahun depan masih belum akan pulih. Inflasi sekitar 5,5% atau lebih tinggi dari target di angka 5%. Sedangkan BI rate diprediksi tetap bertengger di 7,75%.
Budi mengasumsikan, kurs rupiah tahun depan Rp 12.500 per dollar AS dan pertumbuhan ekonomi 5,3%. Ia menduga, IHSG di tahun 2015 akan tumbuh sekitar 18% ke level 6.140, dengan asumsi arus modal asing mencapai US$ 6 miliar.
Publish: 05 January 2015 | oleh : Wahyu Satriani | dilihat : 6357 kali
Komentar