Detail

Resep investasi penakluk inflasi

Resep investasi penakluk inflasi

Publish: 29 December 2014 | oleh : Noor Muhammad Falih,Wahyu Satriani | dilihat : 6907 kali

JAKARTA. Tahun 2014 hanya tersisa beberapa hari lagi. Saatnya bersiap menyambut tahun baru. Tahun kambing kayu bakal memberikan  tantangan dan peluang. Lantas bagaimana prospek investasi dan racikan portofolio investasi paling menanduk di tahun depan?

Isu utama yang menjadi tantangan tahun depan adalah rencana kenaikan suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve. Kenaikan fed fund rate bisa menyebabkan dollar AS pulang kampung ke Negeri Uwak Sam dan melemahkan pasar modal domestik.

Di sisi lain, kinerja pemerintahan Presiden Joko Widodo mulai terlihat. Ada harapan pertumbuhan ekonomi domestik lebih baik. Dampaknya juga akan terasa di pasar modal.

Wajar jika Head of Equity Research PT Mandiri Sekuritas John D. Rachmat memprediksikan, IHSG tahun depan naik antara 24% hingga 25% ke level 6.350. "Pemangkasan subsidi bahan bakar minyak (BBM) menyebabkan Indonesia memiliki ruang fiskal yang lebih lebar untuk pembangunan infrastruktur," ujar John.

Sedangkan menurut Chief Economist dan Director for Investor Relation Bahana TCW Investment Management Budi Hikmat, pasar obligasi tahun depan diperkirakan masih akan berfluktuasi akibat kenaikan yield surat utang AS, US Treasury. Budi mewanti-wanti,  investor berisiko mengalami capital loss akibat kenaikan yield surat utang negara (SUN) menjadi 8,82% di akhir 2015, dibandingkan saat ini yang sekitar 7,7%.

Sementara investasi emas tahun depan belum berkilau. "Emas belum  memberikan return tinggi. Sebab, dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, investor akan lebih tertarik masuk ke instrumen saham," kata Direktur Panin Asset Management Ridwan Soetedja.

Potensi di pasar saham

Melihat prospek pasar surat utang tahun depan yang kurang menguntungkan, Presiden Direktur Samuel Asset Management Agus Basuki Yanuar menyarankan, investor mengurangi porsi investasi yang berbasis efek surat utang.

Seperti reksadana pendapatan tetap atau reksadana campuran yang mayoritas strategi portofolionya  ditempatkan pada efek surat utang.  "Tapi kita lihat nanti realisasinya seperti apa. Selain fed fund rate ada juga risiko geopolitik global," terang Agus.

Ia menyarankan, investor memperbesar porsi investasi saham mereka secara berkala, dengan catatan investor memiliki horizon investasi jangka panjang. Ia melihat, Indonesia akan masuk ke era pembangunan yang bisa menggenjot pertumbuhan ekonomi jauh lebih tinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Tapi bagi investor dengan horizon investasi jangka pendek, Agus sama sekali tak menyarankan investor berinvestasi di saham. Menurutnya saham bukanlah instrumen investasi jangka pendek. "Mau profil risiko agresif sekalipun, kalau horizon investasinya jangka pendek Anda harus bersikap konservatif, jangan masuk ke saham," ungkap Agus.

Direktur Sinarmas Asset Management Hermawan Hosein menambahkan, tahun depan merupakan tahun cerah bagi investasi saham. Menurutnya, daya beli masyarakat akan meningkat setelah pemerintah merealisasikan program-programnya.

Dengan naiknya tingkat daya beli masyarakat, menurut Hermawan, tingkat kepercayaan konsumen Indonesia akan meningkat dan berdampak pada perbaikan kinerja bisnis dan keuangan  emiten. "Lebih lanjut dampak ke depan, Standard & Poor’s (S&P) bisa menaikkan peringkat surat utang kita ke level investment grade," ungkap Hermawan.

Head of Operation and Business Development Panin Asset Management Rudiyanto juga mengingatkan kapan saja seorang investor berinvestasi dan apapun profil risiko investor, yang harus diutamakan adalah horizon investasi si investor.  "Porsi strategi portofolio investor itu tergantung pada horizon investasi. Kapan dana investasi ini akan digunakan?" ungkap Rudiyanto.

Ia menyarankan, investor bisa masuk instrumen saham, jika horizon investasinya di atas lima tahun. Jika antara tiga tahun hingga lima tahun, maka ia menyarankan instrumen reksadana campuran.

Sedangkan di jangka pendek, cukup dengan reksadana pendapatan tetap. "Jadi instrumen investasi cukup satu. Tapi sesuai horizon investasi investor," ujarnya.

Kendati demikian, Rudiyanto menilai, saham merupakan instrumen unggulan di tahun 2015 nanti. Menurutnya, akan ada percepatan ekonomi akibat realokasi dana subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang mulai terasa pada 2015.

Alhasil, ada kecenderungan IHSG ikut naik signifikan. "Yang juga membuat positif, investor yakin Presiden Joko Widodo merupakan sosok yang bekerja," kata Rudiyanto.

Tingkat kepercayaan tersebut menyebabkan para investor terus membanjiri pasar saham tahun depan. Rudiyanto juga optimistis, pasar surat utang domestik masih positif pasca kenaikan suku bunga acuan AS. Menurutnya hal ini bergantung dari tingkat inflasi yang bisa ditekan oleh pemerintah.

Jika inflasi terus turun, bukan tidak mungkin suku bunga acuan Bank Indonesia (BI rate) justru ikut turun. Mengingat  levelnya yang saat ini di angka 7,75% merupakan antisipasi kenaikan fed fund rate. "Intinya di tahun 2015 nanti semuanya akan kembali pada fundamental. Jadi, bukan lagi isu-isu sentimen seperti di tahun 2014 ini ," tutup Rudiyanto.

Publish: 29 December 2014 | oleh : Noor Muhammad Falih,Wahyu Satriani | dilihat : 6907 kali

Komentar

Copyrights © 2014 & All Rights Reserved by Kontan.co.id.