KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja industri reksadana masih lesu, tertekan kondisi pasar keuangan yang masih volatil dan cenderung terkoreksi. Berdasarkan data Infovesta Utama, per 28 Februari 2025, kinerja indeks reksadana pendapatan tetap paling unggul dengan return 1,33% secara year-to-date (ytd). Menyusul indeks reksadana pasar uang dengan return 0,85% ytd.

Sementara itu, reksadana campuran dan reksadana saham kompak terkoreksi masing-masing minus 4,48% ytd dan minus 9,72% ytd.

Investment Specialist Syailendra Capital, Syanne Gracetine menilai, kondisi ini tercermin dari arah gerak pasar keuangan domestik yang sangat volatil. Nasib IHSG dan yield obligasi yang cenderung terkoreksi menandakan bahwa pasar keuangan masih diliputi oleh ketidakpastian.

"Penerapan kebijakan tarif impor Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump terhadap barang dari Canada, Meksiko, dan tambahan tarif untuk China ini semakin memicu ketidakpastian pasar. Sangat potensial terjadi aksi serang tarif, yang pada akhirnya akan mengganggu arus perdagangan global," kata Syanne, Rabu (05/3).

Dari domestik, program dan kebijakan yang diluncurkan pemerintah baru serta arah kebijakan suku bunga Bank Indonesia (BI) juga perlu kepastian. 

Baca Juga: Indo Premier Investment Merilis Reksadana Indeks Premier ETF IDX-PEFINDO Prime Bank

Direktur Manulife Assest Management (MAMI), Ezra Nazula memproyeksi, katalis kinerja reksadana ke depan akan sangat dipengaruhi oleh stabilitas nilai tukar, volatilitas global yang mereda, dan kepastian arah kebijakan suku bunga acuan.

Minat investor terhadap obligasi Indonesia menunjukkan perbaikan pasca kebijakan kelonggaran moneter Bank Indonesia (BI), seperti pemangkasan suku bunga dan potensi penurunan lanjutan, yang menjadi katalis positif bagi pasar obligasi. 

"Selain itu, tingkat imbal hasil dan penerbitan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) yang menurun juga membantu meningkatkan likuiditas dan daya tarik terhadap surat berharga negara (SBN)," ujar Ezra, Rabu (05/3).

Sementara di pasar saham, tekanan terus melanda seiring pengaruh pandangan investor asing untuk mengurangi eksposur emerging market di tengah ketidakpastian kondisi geopolitik, dan beberapa rilis laporan laba korporasi yang lebih rendah dari ekspektasi.

Sementara itu, Direktur Infovesta Utama Parto Kawito melihat secara historis kinerja reksadana di bulan Maret justru cenderung tertekan mengacu pada lima tahun terakhir. 

"Kemungkinan rata-rata return bulanan akan berada di kisaran -0,2%. Jadi perlu dipertimbangkan  trading di jangka panjang maupun pendek," ungkap Parto.

Parto menegaskan, investor perlu mencermati hasil kinerja laporan keuangan akhir tahun emiten dan sejumlah sentimen global dan domestik lain.
 

Selanjutnya: Butuh Masa Tenggang HBA Jadi Acuan Ekspor Batubara

komentar