KONTAN.CO.ID - JAKARTA.  Sepertinya investasi reksadana tahun ini masih dibayangi sejumlah tekanan. Salah satunya berasal dari arah suku bunga yang cenderung tinggi. Hal ini berpotensi  mempengaruhi performa reksadana, terutama reksadana saham.

Direktur Panin Asset Management, Rudiyanto mengatakan, prospek reksadana saham di tahun ini akan sangat bergantung pada kebijakan suku bunga di Amerika Serikat (AS). Kondisi masih sulit diprediksi, karena arah suku bunga bank sentral AS, Federal Reserve bisa berubah tiap bulan, sejalan dengan data inflasi teranyar mereka.

Berkaca dari tahun lalu, tren dan ekspektasi suku bunga berubah dengan cepat. Pada periode Juni – September terpantau kinerja pasar masih bagus, namun berubah drastis di Oktober–Desember. Karena itu, kemungkinan suku bunga untuk berubah haluan sangat terbuka. "Ekspektasi suku bunga berubah bulanan sesuai data inflasi. Apa yang terjadi saat ini sangat mungkin berubah di masa mendatang," imbuh Rudiyanto kepada KONTAN, Jumat (10/1).

Baca Juga: Manajer Investasi Lokal Jadi Raja Pengelola Reksadana

Harapan atas pemangkasan suku bunga di AS masih bertahan hingga September 2024, dengan ekspektasi penurunan mencapai 1% di 2025. Namun laju inflasi di AS diproyeksikan kembali naik sejalan dengan kabar presiden terpilih AS Donald Trump akan menaikkan tarif masuk atas produk impor.

Arah suku bunga yang berubah turut melatarbelakangi koreksi indeks reksadana saham mencapai -8,87% di tahun 2024, berdasarkan data Infovesta. Kelas aset saham mencatatkan kinerja terburuk daripada reksadana campuran -1,05%. Sedangkan reksadana pendapatan tetap dan reksadana pasar uang masih mencatat pertumbuhan return positif, masing-masing 3,30% dan 4,63%.

Menurut Rudiyanto, buruknya performa reksadana saham di sepanjang tahun lalu bisa dikaitkan dengan anjloknya kinerja harga saham, terutama yang saham konstituen indeks LQ45. Padahal, kebanyakan reksadana saham memuat saham-saham LQ45 dengan kinerja solid seperti AMMN, BBCA, BMRI, TLKM. "Turunnya LQ-45 karena net sell asing," jelas Rudiyanto.

Baca Juga: Reksadana Minim Risiko Bisa Jadi Pilihan di 2025

Investor diharapkan lebih cermat dalam memilih reksadana saham. Kriteria pemilihan reksadana saham bisa didasarkan atas kinerja solid emiten ataupun saham-saham potensial yang diprediksi harganya akan naik signifikan.

Rudiyanto menuturkan, pengelolaan reksadana umumnya sangat dinamis. Isi portofolio bisa berubah dari waktu ke waktu mengikuti kondisi pasar kecuali reksadana indeks yang harus mengikuti indeks tertentu.

SVP, Head of Retail, Product Research & Distribution Division Henan Putihrai Asset Management (HPAM), Reza Fahmi, bilang, reksadana yang memuat saham-saham dengan valuasi rendah (undervalued) dan fundamental solid, bisa menjadi pilihan baik. "Diversifikasi sektor juga penting untuk mengurangi risiko," kata Reza.

Reza menilai, masih ada harapan pemangkasan suku bunga tetap berlanjut, sehingga bakal menjadi sentimen positif bagi reksadana saham di tahun 2025. IHSG tahun diharapkan bisa kembali mencapai level optimistis di 8.000.  "Meski tahun lalu tertekan, prospek reksadana saham tahun 2025 diproyeksikan lebih baik," tandasnya.         

Selanjutnya: Klaim Pasokan Cabai Cukup meski Harga Melambung Tinggi

komentar