KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sentimen perang dagang yang mereda mendorong minat terhadap aset-aset berisiko. Kondisi itu tecermin dari peningkatan Nilai Aktiva Bersih (NAB) reksadana pada April 2025.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), NAB reksadana pada April 2025 tumbuh 1,65% secara bulanan alias month on month (mom) menjadi Rp Rp 505,83 triliun. Pertumbuhan tersebut melanjutkan kenaikan dalam dua bulan terakhir.
Sukuk based fund memimpin pertumbuhan sebesar 4,1% mom. Menyusul reksadana ETF tumbuh 3,5% mom, reksadana saham naik 3,46% mom, dan reksadana indeks sebesar 3,11% mom.
Head of Business Development Division Henan Putihrai Asset Management (HPAM), Reza Fahmi menuturkan, secara umum pertumbuhan NAB reksadana didukung sentimen pemulihan ekonomi dan stabilitas makroekonomi yang mendorong kepercayaan investor.
Baca Juga: Arah Suku Bunga BI Menentukan Prospek Reksadana
Selain itu, ekspektasi pemangkasan suku bunga, baik Bank Sentral Amerika Serikat (AS) alias the Federal Reserve (The Fed) maupun Bank Indonesia (BI), meenjadikan investasi reksadana lebih menarik dibandingkan deposito atau obligasi dengan imbal hasil tetap.
"Pertumbuhan NAB tidak hanya mencerminkan kenaikan harga aset yang dipegang reksadana, tetapi juga adanya aliran dana segar yang menunjukkan minat investor untuk kembali berinvestasi di reksadana," ujarnya, Jumat (16/5).
Investment Analyst Infovesta Utama, Ekky Topan melanjutkan bahwa kenaikan NAB tersebut, mencerminkan bahwa minat investor mulai kembali ke reksadana setelah sebelumnya wait and see di kuartal I 2025, karena kondisi global yang masih penuh ketidakpastian.
Tercermin dari pertumbuhan di I ETF, reksadana saham, dan indeks. "Karena valuasi saham di kuartal I relatif murah dan peluang rebound makin terbuka seiring dengan membaiknya sentimen pasar," sebutnya.
Ke depan, Ekky melihat prospek reksadana masih cukup positif. Apalagi dengan potensi penurunan suku bunga di akhir kuartal II 2025, tren rupiah yang mulai menguat, dan arus dana asing yang kembali masuk.
Jika ekonomi domestik bisa terus tumbuh dan daya beli masyarakat juga membaik, itu akan jadi katalis tambahan yang memperkuat prospek pasar. Namun tentu tetap harus waspada jika tensi geopolitik global kembali memanas, karena hal tersebut masih menjadi risiko utama.
Untuk potensi return, Ekky berpandangan akan tergantung pergerakan pasar. Untuk jangka pendek ia menilai reksadana saham dan indeks masih akan jadi jawara, mengikuti tren penguatan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang masih berlangsung.
Bagi para investor agresif, peluang terbaik tetap ada di reksadana saham dan reksadana indeks. Sedangkan reksadana pendapatan tetap juga masih menarik. Terutama bagi para investor yang lebih mencari stabilitas.