KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Gelombang gugatan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) di anak usaha emiten BUMN Karya belum berakhir.
Terbaru, anak usaha PT Waskita Karya (Persero) Tbk (WSKT), yakni PT Waskita Karya Realty, baru beroleh surat panggilan sidang perkara gugatan dari Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat pekan lalu (5/6/2025).
Gugatan tersebut dilayangkan oleh PT Fourcili Kreasi Indonesia dalam nomor perkara 48/Pdt.Sus-PKPU/2025/PN.Niaga.Jkt.Pst yang didaftarkan 2 Juni 2025 lalu. Kalau tidak ada aral melintang, sidang pertama bakal digelar pada 12 Juni 2025 mendatang.
PT Waskita Karya Realty merupakan anak perusahaan WSKT dengan kepemilikan saham sebesar 99,99%. Belum ketahuan, berapa total sisa kewajiban pembayaran yang belum dilunasi Waskita Karya Realty kepada Fourcili Kreasi Indonesia.
Laporan keuangan interim terkini per 31 Maret 2025 WSKT tidak merinci informasi seputar hal ini. Kendati begitu, Sekretaris Perusahaan WKST Ermy Puspa Yunita, mengklaim bahwa perkara ini tidak memiliki dampak signifikan terhadap kinerja WSKT.
“Dapat kami sampaikan bahwa dengan adanya pengajuan permohonan PKPU tersebut, tidak memiliki dampak yang signifikan terhadap kegiatan operasional dan kondisi keuangan dari Perseroan," ujarnya.
Baca Juga: Di Tengah Kabar Spin Off, BRIS Jadi Laggard IHSG dengan Penurunan Harga Terdalam
Sebelum Waskita Karya Realty, dua anak usaha BUMN karya lainnya juga beroleh gugatan PKPU di bulan sebelumnya.
Salah satunya ialah PT PP Urban. Anak usaha PT Pembangunan Perumahan Tbk (PTPP) tersebut dimohonkan PKPU oleh PT Mitra Karya Internusa.
Gugatan ini didaftarkan dengan nomor perkara 129/Pdt.Sus-PKPU/2025/PN Niaga Jkt.Pst pada 9 Mei 2025 lalu.
Selain itu, gugatan PKPU juga menghampiri PT Wijaya Karya Industri dan Konstruksi (Wikon). Penggugatnya ialah PT Dharma Sarana Sejahtera (DSS).
Gugatan ini dilatarbelakangi oleh adanya sisa kewajiban pembayaran Wikon kepada DSS atas material untuk keperluan proyek yang dikerjakan.
Nilai gugatan yang diajukan DSS kepada Wikon berjumlah Rp 865.465.866. Dari catatan pembukuan Wikon terhadap nilai tersebut, Wikon telah melakukan sebagian pelunasan, yakni sebesar Rp 175.000.000.
Atas tagihan ini, DSS kemudian mendaftarkan permohonan PKPU terhadap Wikon pada 6 Mei 2025 dengan nomor perkara 122/Pdt.Sus-PKPU/2025/PN Niaga Jkt.Pst. Sidang pertama sudah dilangsungkan pada 14 Mei 2025.
Belum diketahui pasti, mengapa hubungan kerja antara ketiga anak usaha emiten BUMN Karya dengan mitranya masing-masing ini berujung pada gugatan PKPU. Yang bisa diketahui, kinerja sebagian dari anak-anak usaha ini tidak dalam kondisi prima.
Waskita Karya Realty, misalnya. Entitas usaha WSKT yang memiliki aset Rp 4,57 triliun (data 31 Desember 2024) tersebut tercatat membukukan rugi bersih tahunan sejak 2023 lalu. Padahal, WKR masih membukukan laba bersih (sebelum eliminasi) Rp 11,38 miliar di tahun 2022.
Penurunan kinerja juga dijumpai pada PT PP Urban. Pendapatan entitas usaha PTPP yang asetnya Rp 2 triliun ini sudah merosot jadi Rp 335,86 miliar di tahun 2024.
Padahal, pendapatan PT PP Urban masih tembus Rp 1 triliun di tahun 2020. Kondisi kinerja laba/rugi bersihnya tidak dimuat dalam laporan keuangan PTPP.
Sementara itu, kondisi kinerja pendapatan terkini Wikon belum diketahui karena informasinya tidak banyak dimuat secara publik.
Di sisi lain, tidak semua induk usaha dari anak-anak BUMN karya ini memiliki kondisi likuiditas yang prima untuk membantu anak-anak usahanya.
Keempat BUMN karya yang melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI), yakni WSKT, PTPP, WIKA, dan ADHI, semuanya kompak memiliki kas dan setara kas yang seret menurut data 31 Maret 2025.
Dikatakan seret, karena jumlahnya tidak sampai seperlima dari liabilitas jangka pendek/kewajiban lancarnya. Untungnya, sebagian dari keempat emiten karya ini, yakni PTPP, WIKA, dan ADHI, memiliki aset lancar yang mencukupi untuk memenuhi liabilitas jangka pendeknya.
Asal tahu, kinerja bottom line keempat emiten ini tidak dalam kondisi terbaiknya. Dua dari emiten ini, yaitu WSKT dan WIKA, sudah beberapa tahun terakhir konsisten membukukan rugi bersih.
Sementara itu, dua lainnya, yakni PTPP dan ADHI, memang hijau rapor laporan keuangannya. Keduanya tercatat membukukan laba bersih pada beberapa tahun terakhir ini, namun trennya melemah di tiga bulan pertama 2025 jika dibandingkan periode sama tahun lalu.
Baca Juga: Emiten Kelapa Sawit Sinarmas (SMAR) Akan Jual Bio CNG dari Limbah Gas Metana
Dalam wawancara dengan KONTAN sebelumnya (13/5/2025), Pengamat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Universitas Indonesia Toto Pranoto menduga, PKPU pada anak-anak usaha BUMN karya terjadi lantaran sejumlah faktor.
Di antaranya likuiditas dan solvabilitas perusahaan yang terganggu. Lalu ada juga kondisi keuangan induk yang belum prima.
“Juga perubahan kelembagaan di bawah Danantara membutuhkan waktu transisi untuk membuat aksi korporasi. Ini makin menyulitkan induk perusahaan dalam penyelamatan anak usaha,” terang Toto.