KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di tengah tren penguatan mata uang dolar Amerika Serikat (AS) terhadap semua mata uang dunia termasuk rupiah, menarik untuk berinvestasi dalam dalam mata uang negara adidaya tersebut.
Dengan potensi penurunan suku bunga Bank Sentral AS atau Federal Reserve (The Fed) yang lebih terbatas dan pertumbuhan ekonomi AS yang masih positif, diperkirakan mata uang dolar AS masih kuat dan bahkan dapat kembali terapresiasi. Bagaimana tren investasi mata uang ini pada reksadana?
Bila kita bicara tentang instrumen dolar AS yang tersedia bagi investor di Indonesia belum banyak. Umumnya saat ini adalah deposito dolar AS. Sama seperti deposito rupiah, deposito dolar AS juga dijamin Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) dengan suku bunga penjaminan sebesar 2,25%. Bunganya kena pajak penghasilan 20%.
Alternatif berikutnya yaitu obligasi dolar AS yang mampu memberikan kupon mulai dari 3%. Menariknya, untuk investasi pada obligasi negara Indonesia yang berbasis dolar AS, pajaknya 0% alias tidak terkena pajak.
Baca Juga: Manajer Investasi Lokal Jadi Raja Pengelola Reksadana
Untuk investor yang menginginkan potensi kinerja lebih tinggi dapat melirik reksadana syariah global yang boleh hingga 100% investasi di luar negeri.
Saat ini, terdapat 74 reksadana berdenominasi dollar AS. Dana kelolaan per akhir Desember 2024 sebesar US$ 1,55 miliar. Bila dihitung dengan patokan kurs Rp 16.200 per dolar AS, jadi sekitar Rp 25 triliun.
Jumlah ini masih relatif kecil dibandingkan total dana kelolaan reksadana rupiah yang mencapai Rp 500 triliun. Memang, reksadana dollar memiliki tujuan investasi yang berbeda dengan reksadana rupiah.
Cukup menarik, empat reksadana dengan pertumbuhan dana kelolaan tertinggi memiliki jenis yang berbeda. Minat terbesar terdapat pada reksadana pasar uang Mandiri Money Market USD. Reksadana yang paling diminati berikutnya memiliki jenis saham dan indeks saham
Dari sisi kinerja, return mereka cukup tinggi karena berfokus pada saham teknologi yang menjadi anggota indeks Dow Jones Islamic Market Global Technology.
Indeks ini beranggotakan saham-saham teknologi seperti Apple, Nvidia, Meta dari AS hingga TSMC dari Taiwan dan ASML dari Belanda.
BNP Paribas DJIM Global Technology Titans 50 Syariah USD yang dikelola secara pasif mengikuti indeks DJIM Global Technology Titans 50 dan justru memiliki kinerja paling baik. Strategi ini mungkin dapat dicontoh oleh manajer investasi lain. Dari sisi jenis pendapatan tetap Star Orion Stable Dollar Bond menjadi yang paling diminati investor.
Baca Juga: Ketidakpastian Sangat Tinggi, Alokasi Aset Harus Lebih Hati-Hati
Harap diingat reksadana dolar mengandung risiko nilai tukar, yaitu risiko yang ditimbulkan dari perubahan kurs. Kerugian yang lebih dalam dapat terjadi ketika melakukan pembelian rupiah yang didapatkan dapat lebih rendah saat rupiah sedang menguat. Serta potensi kerugian kurs ketika dikonversi ulang ke dolar AS dapat lebih rendah jika dolar AS menguat.
Sebagai gambaran, nilai tukar dolar AS terhadap rupiah di akhir tahun 2023 lalu adalah Rp 15.400. Akhir tahun 2024 Rp 16.200 per dolar AS atau rupiah terdepresiasi sekitar 5%. Artinya di awal tahun 2025 ini ada tambahan keuntungan bila investor melakukan pencairan dan menukar ke rupiah.
Berinvestasi pada reksadana jenis ini menarik, meski dibutuhkan pemahaman risiko yang lebih ekstra, baik untuk investor dan dari sisi pengelolaan oleh manajer investasi. Mengingat potensi risiko investasi di luar negeri jelas lebih kompleks dari investasi di dalam negeri.
Investasi dalam valuta asing cocok bagi investor yang memang membutuhkan dana dalam mata uang tersebut. Misalnya untuk biaya pendidikan anak ke luar negeri.
Salah satu hal yang menarik dari reksadana dolar ini, dapat masuk ke sektor teknologi yang saat ini masih relatif kecil di dalam negeri. Sehingga menjadi diversifikasi untuk investasi saham dalam negeri yang besar pada sektor keuangan Investor diharapkan sudah memiliki tujuan dan time frame investasi, serta memahami risikonya.