KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Potret kinerja reksadana offshore pada kuartal l 2025 cukup berfluktuatif, seiring dengan momentum depresiasi pada mata uang dolar Amerika Serikat (AS).  Koreksi pada indeks dolar AS mencerminkan tensi kekhawatiran perlambatan ekonomi negara adidaya tersebut. Hal ini berdampak negatif pada sejumlah aset-aset berbasis mata uang dolar AS. 

Berdasarkan data Infovesta Utama, reksadana pendapatan tetap masih unggul dalam mencetak return positif. Syailendra Liberty Fund menghasilkan return tertinggi sebesar 2,23% secara year-to-date (ytd) per 21 Maret 2025 dan 2,11% secara year-on-year (yoy). 

Dalam fundfact sheet per Februari 2025, produk ini sebesar 95,36% menaruh portofolionya pada obligasi berdenominasi dolar AS. Sisanya pada kas dan setara kas. Kinerja tertinggi produk ini pada November 2023 dengan mencetak return 2,98%. Adapun return terendah pada Maret 2020 sebesar minus 4,45%. 

Di posisi kedua ada Schroder USD Bond Fund Class A yang mencatatkan return sebesar 2,13% secara ytd dan unggul 3,65% secara yoy. Sementara itu, reksadana offshore saham masih sulit beranjak dari return negatif. 

Baca Juga: Perluas Produk Reksadana, Hana Bank Gandeng BNP Paribas AM

CEO STAR Asset Management Hanif Mantiq berpandangan, kinerja negatif pada reksadana offshore saham disebabkan oleh tingginya ketidakpastian global yang berimbas pada volatilitas pasar. 

Hanif membeberkan kinerja reksadana STAR Global Sharia Equity USD mencetak return minus 9,63% ytd. Ini sejalan dengan kinerja reksadana saham USD yang juga mencatatkan imbal hasil minus 3,48% secara ytd. 

Senada, Direktur Panin Asset Management Rudiyanto juga membeberkan, kinerja Panin Global Sharia Equity Fund mencetak return minus 4,83% ytd.

Kendati demikian, Rudiyanto optimistis koreksi ini akan berbalik arah dan rebound akan terjadi pada semester II nanti. Sebab, pada akhirnya, pergerakan harga saham juga ditentukan oleh kinerja fundamental perusahaan.  

"Tergantung dari bagaimana strategi masing-masing manajer investasi dalam meracik portofolio. Sepanjang mampu mencetak kenaikan laba sesuai atau di atas ekspektasi, maka tidak menutup kemungkinan harga akan naik," ujar Rudiyanto, Senin (24/3).

Ia menegaskan, pasar saham memang sensitif terhadap perubahan dan dinamika global. Jadi, semua kembali lagi ke profil risiko masing-masing investor. 

Jika profil investor cukup agresif, maka reksadana saham bisa menjadi pilihan.  Namun jika profil investor konservatif, reksadana pendapatan tetap jadi pilihan yang lebih cocok.

Analis Infovesta Kapital Advisori Arjun Ajwani memandang, secara keseluruhan reksadana berdenominasi mata uang asing masih menarik. Walaupun mayoritas kinerja positif ditorehkan oleh reksadana berbasis pendapatan tetap.

"Ini wajar, karena saat ini obligasi AS sedang menghijau dengan berbagai yield obligasi AS yang kompak turun," kata Arjun, Senin (24/3).
 

Selanjutnya: Tarif Empat Ruas Jalan Tol Segera Naik

komentar