KONTAN.CO.ID - JAKARTA.  Di tengah volatilitas pasar keuangan, instrumen reksadana dipandang memiliki risiko lebih terukur dan lebih stabil. Direktur Infovesta Utama, Parto Kawito menyebutkan,  reksadana tetap memiliki risiko, tapi bisa menjadi salah aset yang berpotensi naik dalam jangka panjang. 

Pada kondisi ketidakpastian ekonomi seperti saat ini, prospek reksadana tergantung time horizon investor. Menurutnya, di jangka pendek hingga menengah (kurang dari tiga tahun), reksadana pendapatan tetap dan pasar uang bisa menjadi pilihan.

Jika lebih dari tiga tahun, reksadana campuran dan saham lebih unggul. Direktur Utama STAR AM, Hanif Mantiq mengatakan, di tengah volatilitas pasar keuangan domestik dan global, reksadana cenderung lebih aman. Ia menilai, investor konservatif dapat memilih reksadana pasar uang. Sedangkan yang lebih moderat dapat memilih reksadana pendapatan tetap.

CEO Pinnacle Investment Indonesia, Guntur Putra menambahkan, katalis reksadana pasar uang  adalah arah kebijakan moneter, stabilitas nilai tukar dan inflasi terkendali.

Baca Juga: Perluas Akses, BRI Danareksa dan BRI Hadirkan Layanan Investasi Terintegrasi

Berdasarkan data Infovesta, sepanjang Maret 2025 indeks reksadana saham memiliki kinerja terbaik, tumbuh 0,76%. Menyusul indeks reksadana campuran 0,47% dan reksadana pasar uang 0,35%. Lalu reksadana pendapatan tetap terkoreksi tipis 0,04%.

Sejak awal 2025, reksadana saham memiliki kinerja terburuk, melorot 9,03%. Menyusul reksadana campuran turun 4,03%. Sementara reksadana pendapatan tetap menjadi jawara, naik 1,29% dan pasar uang naik 1,2%. Meski reksadana saham dan campuran tertekan,  ada ruang perbaikan.

"Sentimen pasar bisa berubah sangat cepat dan masif," kata Parto, Rabu (9/4).

Di luar itu, reksadana offshore berdenominasi dolar Amerika Serikat (AS) juga bisa menjadi diversifikasi pelemahan rupiah. Parto menuturkan investor bisa memilih industri di luar negeri yang belum ada atau belum berkembang di Indonesia. Seperti cip komputer, kecerdasan buatan dan bioteknologi.

Berdasarkan data Infovesta, Batavia China Impact Sharia Equity USD naik 3,98% hingga 27 Maret 2025.  Eastspring Syariah Greater China Equity USD Kelas A naik 3,73%. Namun  kinerja  belum memperhitungkan kebijakan tarif Donald Trump. Di sisi lain, minimal investasi US$ 10.000.
 

Selanjutnya: Ekspansi Pasar Surya Biru Murni Acetylene TBk (SBMA) ke Berbagai Sektor

komentar