KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri reksadana mendapatkan angin segar seiring rencana kajian produk investasi exchange trade fund (ETF) atau reksadana dengan underlying aset kripto. 

Kehadiran produk tersebut dinilai berpotensi menggairahkan pasar reksadana. Pasalnya, kata Direktur Infovesta Utama Parto Kawito, tren pertumbuhan jumlah investor kripto yang pesat, melampaui pertumbuhan investor reksadana maupun saham.

Sepanjang 2024, Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) mencatat pertumbuhan investor kripto sebesar 23,77% secara tahunan (YoY) menjadi 22,91 juta. Nilai transaksi aset kripto juga melonjak hingga 335,91% YoY menjadi Rp 650,61 triliun dari tahun 2023 sebesar Rp 149,25 triliun.

Meski begitu, ia menilai kehadiran produk tersebut butuh waktu untuk diadaptasi, baik oleh manajer investasi (MI) maupun investor. 

Baca Juga: OJK Targetkan Aturan Reksadana Berbasis Kripto (ETF) Selesai Tahun Ini

Head of Business Development Division Henan Putihrai Asset Management (HPAM) Reza Fahmi memberikan alasan, pergerakan aset kripto sangat fluktuatif. Alhasil, edukasi yang luas dan mendalam sangat diperlukan agar investor memahami risiko produk tersebut.

Selain itu, potensi ETF kripto di Indonesia sangat bergantung pada regulasi yang akan diterapkan. Menurutnya, jika hanya boleh digunakan oleh investor ritel, ada kemungkinan ETF ini menjadi sangat volatil. "Hal ini disebabkan oleh rendahnya literasi keuangan masyarakat Indonesia dibanding negara lain," kata Reza pada akhir pekan lalu.

Selain itu, MI juga harus mempersiapkan sejumlah hal untuk mendukung instrumen ETF berbasis aset kripto. Pertama, pemahaman teknis seperti teknologi blockchain dan aset kripto. Ini termasuk bagaimana aset kripto berfungsi, riset pasar, dan teknologi yang digunakan. "Termasuk ke dalam paket pemahaman teknis juga infrastruktur yang memadai baik dari segi administrasi maupun dari segi teknologi," sebut Reza.

Kedua, MI harus melakukan analisis risiko yang komprehensif terhadap aset kripto, termasuk volatilitas pasar, risiko keamanan, dan potensi regulasi yang berubah. 

Ketiga, diversifikasi portofolio lantaran peran MI dalam mengintegrasikan ETF kripto ke dalam strategi diversifikasi portofolio yang sudah ada. Selain itu, diiringi dengan manajemen risiko yang baik, karena kripto masih sering dianggap sebagai aset yang berisiko tinggi.

Keempat, manajer investasi harus mendapatkan sosialisasi, panduan dan asistensi yang intens dari OJK maupun pihak berwenang lainnya terkait regulasi dan aturan main yang berlaku.
 

komentar