KONTAN.CO.ID - Gonjang ganjing perang tarif dan geopolitik dunia, tak lantas bikin rapor reksadana saham global "kebakaran". Malah, hingga bulan Juli 2025, sebagian besar produk offshore ini sudah menghasilkan cuan.
Wajar, bursa saham global tetap tangguh, kendati Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menabuh perang tarif mulai April lalu. Sejauh ini, negara-negara mitra dagang masih bernegosiasi dengan Uncle Sam, sebelum tarif timbal balik diterapkan 1 Agustus 2025. Penerapan tarif sudah ditunda dari semula per 1 Juli.
Di Wall Street, indeks Dow Jones naik 5,8% tahun ini berjalan per 23 Juli, dan Nasdaq melaju lebih tinggi 8,8%. Nasdaq dan S&P 500 bahkan mencetak rekor penutupan tertinggi.
Kinerja saham kawasan Eropa lebih moncer. Tak sedikit indeks saham yang tumbuh dobel digit. Di kawasan Asia, indeks Kospi dan Hang Seng paling unjuk gigi.
Kinerja Sejumlah Bursa Saham Global Pada 2025
Indeks Saham | Return Ytd 24 Juli 2025 (%) |
Nasdaq* | 8,85 |
S&P 500* | 8,11 |
Dow Jones* | 5,80 |
DAX (Jerman) | 22,94 |
IBEX 35 (Spanyol) | 22,84 |
FTSE MIB (Italia) | 18,91 |
FTSE 100 (Inggris) | 11,57 |
CAC 40 (Prancis) | 6,74 |
AEX (Belanda) | 4,02 |
Kospi | 32,96 |
Hang Seng | 27,95 |
Shanghai | 7,58 |
S&P/ASX 200 | 6,74 |
S&P BSE SENSEX 30 | 5,29 |
Nikkei | 4,84 |
TAIEX | 1,47 |
*Kinerja per 23 Juli 2025
Sumber: Bloomberg
Menurut Marli Sanjaya, Head of Investment Principal Asset Management, pasar saham global bergerak positif hingga pertengahan tahun ini. Volatilitas yang mengiringi return positif reksadana saham global memang cukup tinggi akibat ketidakpastian kebijakan tarif impor AS dan letupan konflik di kawasan Timur Tengah.
Namun, pada akhirnya pelaku pasar kembali menilai fundamental. Di AS, misalnya, emiten maupun konsumen masih menunjukkan geliat pertumbuhan yang sehat.
"Di sisi lain, penundaan dan negosiasi ulang tarif impor semakin menjauhi kemungkinan terburuk, sehingga jadi katalis positif bagi saham Asia dan Eropa," beber Marli dalam keterangan tertulis, Rabu (24/7).
Baca Juga: Wall Street: S&P 500 dan Nasdaq Cetak Rekor di Tengah Optimisme Kesepakatan Dagang
Liew Kong Qian, Head of Investments Eastspring Investments Indonesia, menilai, ketahanan perekonomian yang relatif terjaga, serta ekspektasi stimulus kebijakan melalui pelonggaran kebijakan moneter maupun peningkatan belanja pemerintah, menyokong pasar saham. Dus, menjadi penyeimbang tekanan dari eksternal.
Arfian Prasetya Aji, Economist KISI Asset Management, mengamini, pasar saham tetap solid, karena harapan penurunan suku bunga terus berlanjut di berbagai bank sentral, mulai dari Federal Reserve, ECB (Eropa), PBOC (China), hingga bank sentral di negara berkembang. Alhasil, mendorong aliran masuk modal alias capital inflow di pasar saham.
"Penurunan suku bunga akan mengurangi biaya pinjaman bagi perusahaan, mendorong gairah investasi, yang ujungnya meningkatkan pendapatan perusahaan," jelasnya melalui keterangan tertulis, Rabu (23/7).
Di samping itu, lanjut Arfian, banyak perusahaan global, terutama yang bergerak di sektor teknologi dan inovasi, mampu beradaptasi dan terus bertumbuh menjaga profitabilitas di tengah gejolak pasar.
Meskipun tantangan perang tarif dan ketidakpastian geopolitik masih membayangi, Arfian optimistis, kinerja positif bursa saham global berpeluang berlanjut hingga akhir tahun ini.
Ia tak menampik risiko pelemahan selalu ada. Tapi, ada indikator kuat menopang optimisme. Khususnya di AS, ekonomi resiliensi sangat kuat. Data tingkat pengangguran terkini yang turun, menunjukkan pasar tenaga kerja yang solid dan ekonomi yang sehat.
Apalagi, kata Arfian, ada peluang positif tren penurunan suku bunga, walaupun ruangnya relatif terbatas. The Fed mungkin dua kali menggunting suku bunga, dengan asumsi inflasi tak melonjak tajam. Penurunan suku bunga dapat signifikan menopang pasar saham.
Marli sependapat, hingga akhir tahun, pasar saham dunia, terutama Asia, bisa mempertahankan momentum positif. Tren pelemahan dollar AS bisa menjadi katalis positif.
Risiko perlambatan pertumbuhan memang ada. "Tapi negara di Asia memiliki fleksibilitas untuk menurunkan suku bunga dan mengucurkan stimulus fiskal demi menjaga pertumbuhan ekonomi," tutur Marli.
Kong Qian menilai, perkembangan ketegangan geopolitik di Timur Tengah dan dinamika perdagangan global, masih menjadi sumber ketidakpastian yang membayangi pasar saham. Durasi dan intensitas konflik berpotensi menekan langsung aset berisiko.
Cuma, dia bilang, selama situasi global relatif kondusif, maka sentimen pasar cenderung terjaga. Apalagi, ekspektasi penurunan suku bunga The Fed dapat menjadi katalis positif tambahan. "Jika terealisasi, memberi ruang bagi negara di Asia untuk melonggarkan kebijakan moneter, sehingga memperkuat daya dorong bagi pasar finansial," imbuh Kong Qian.
Baca Juga: Goldman Sachs Catat Hedge Funds Global Catat Lonjakan Aktivitas di Bursa Asia
Racikan jawara
Tahun ini berjalan hingga 22 Juli 2025, jawara return reksadana saham global dipegang oleh produk Eastspring. Menurut data Bareksa, Eastspring Syariah Equity Islamic Asia Pacific USD mencetak return 28,08%, dan Eastspring Syariah Greater China Equity USD hasilkan kinerja 9,95%.
Kedua reksadana offshore ini memiliki bobot besar investasi di bursa China dan Taiwan. Khusus produk yang menjangkau Asia pasifik, ada diversifikasi ke India dan Korea Selatan. Kong Qian mengaku, fokus pada pasar Asia bagian dari strategi awal mengandalkan kapabilitas investasi Eastspring yang tersebar di Asia.
Bursa kawasan Asia menarik, lantaran pelemahan struktural dollar AS membuka ruang bagi bank sentral di negara berkembang untuk melonggarkan kebijakan suku bunga. Pada saat yang sama, stimulus moneter dan fiskal skala besar di China memperkuat sentimen pasar dan meningkatkan prospek pertumbuhan kawasan Asia.
"Kombinasi faktor-faktor ini menciptakan lingkungan yang lebih kondusif bagi pemulihan dan ekspansi ekonomi regional," papar Kong Qian.
Adapun bobot portofolio lebih gemuk di sektor konsumer non-siklikal dan teknologi, berkontribusi dominan terhadap return positif reksadana global Eastspring. Maklum, dua sektor itu memiliki ketahanan dan pertumbuhan di tengah dinamika pasar.
Baca Juga: Uji Peruntungan Reksadana Saham Global di Tengah Perang Tarif
Sektor konsumer non-siklikal dikenal defensif, relatif tahan terhadap volatilitas pasar. Di tengah ketidakpastian global, sektor ini berperan sebagai penopang stabilitas portofolio.
Sementara sektor teknologi kontributor utama portofolio. "Inovasi ini dipandang sebagai tema struktural jangka panjang, berpotensi jadi pendorong utama pasar saham global di masa depan," beber Kong Qian.
Principal juga mengandalkan saham teknologi sebagai portofolio reksadana global, Principal Islamic Asia Pacific Equity Syariah. Produk ini membukukan imbal hasil 7,76% tahun ini.
Marli bilang, penempatan investasi fokus pada sektor teknologi dengan diversifikasi pada subsektor, seperti semikonduktor, memory maupun consumer technology. "Dengan fokus pada sektor tersebut, kami memiliki ketertarikan pada perusahan domestik India," ungkapnya.
Bursa saham India punya prospek menarik, didukung sektor industri, kesehatan dan pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang sehat.
Di samping India, Principal berinvestasi cukup besar di bursa Korsel dan Hong Kong. Pertimbangan Marli, pasar Hong Kong bergairah karena gencatan senjata tarif antara China-AS, dan kemajuan sektor teknologi. Sedangkan pasar Korsel lebih menarik setelah Commercial Act, yang semakin melindungi hak pemegang saham minoritas, disahkan pada awal Juli lalu.
Segendang sepenarian, KISI menjagokan saham teknologi sebagai amunisi pertumbuhan. Tahun ini, KISI Global Sharia Transformative Technology Equity Fund USD telah menorehkan imbal hasil 6,69%.
Yang beda, reksadana ini fokus berinvestasi pada saham di bursa Nasdaq. Menurut Arfian, saham-saham AS dipilih sebagai portofolio, sebab Uncle Sam memimpin dalam kapitalisasi pasar sekaligus pusat teknologi disruptif, yang mengubah cara konsumen, bisnis dan industri beroperasi, seperti Meta, Microsoft, Apple, dan NVIDIA.
"Kami mengakomodir investor yang ingin menangkap peluang tersebut dengan berinvestasi di emiten teknologi, terutama Magnificent 7," ungkap Arfian.
Optimalkan kinerja
Sampai ujung tahun ini, KISI masih mengandalkan saham teknologi di bursa AS. Maklum, bursa AS sebagai market leader dan perusahan-perusahan teknologi yang berfundamental kuat masih terpusat di AS.
Hanya, mengingat pasar global masih rawan ketidakpastian, KISI mengantisipasi dengan menggabungkan strategi investasi pasif dan aktif untuk mengoptimalkan return.
Baca Juga: Ketidakpastian Global Tinggi, Bagaimana Mengatur Portofolio Reksadana?
Jadi, sekitar 70% portofolio dialokasikan pada tema utama, yaitu pemimpin teknologi global. Dus, eksposur reksadana global KISI terhadap tema utama tetap tinggi. Lalu, 30% dialokasikan pada saham-saham yang ditaksir akan outperform dalam jangka pendek. Tujuannya, agar reksadana tetap dapat merespon perubahan kondisi pasar dan memanfaatkan peluang dari dinamika pasar.
Deteksi saham yang potensial outperfom, antara lain dengan menyaring berdasarkan kinerja dan data pasar, bisa meliputi market cap, paten, merger dan akuisisi, sentimen pasar, dan volume trading.
Taksiran Arfian, di sisa tahun ini, kinerja saham Magnificent 7, yang mendominasi portofolio Kisi Global Sharia Transformative Tech Fund, masih tetap kuat. Meskipun potensi imbal hasil tahun 2025 mungkin relatif lebih moderat dibanding tahun-tahun sebelumnya.
"Potensi return kemungkinan bisa double digit, 10%-15%. Asalkan makroekonomi stabil dan tren penurunan suku bunga tetap berlanjut," prediksinya.
Toh, dia bilang, reksadana offshore ini dirancang untuk investasi jangka panjang. Jadi, kalau ada fluktuasi jangka pendek, sebaiknya dilihat dalam konteks strategi jangka panjang, sekaligus timing untuk mulai berinvestasi atau menambah bobot portofolio.
Sedangkan, Marli yakin reksadana global bisa menutup tahun ini dengan return lebih baik dari tahun lalu. Alasannya, siklus penurunan bunga bisa menjadi katalis positif. Di tambah lagi, adopsi teknologi di Asia akan membawa kemajuan produktivitas. Ekosistem teknologi dan AI berpotensi tumbuh signifikan, dan bangkitnya sektor swasta serta rumah tangga di India, akan mendorong pertumbuhan ekonomi di atas rata-rata negara Asia.
Baca Juga: Pelemahan Dolar AS Buka Peluang, Reksadana Offshore Tetap Menarik di Kuartal II-2025
Agar rapor Principal Islamic Asia Pacific Equity Syariah lebih optimal di tengah ketidakpastian pasar, kata Marli, rotasi portofolio akan dilakukan apabila ada perubahan fundamental dan valuasi pasar.
Di sisi lain, Kong Qian mengaku, Eastspring tetap menjagokan saham konsumer non-siklikal dan teknologi di bursa Korsel dan Taiwan di sisa tahun ini. Alasannya, per Juni 2025, indeks saham Kospi sudah naik hingga 39,6% dan Taiwan tumbuh 8,4%, melampaui kinerja indeks acuan global seperti S&P 500 dan Nasdaq.
Ke depan, kemajuan teknologi kecerdasan buatan (AI) yang semakin pesat, berpotensi menjadi katalis positif bagi bursa Korsel dan Taiwan. Sebab, kedua negara itu punya peran strategis dalam rantai pasokan teknologi global.
Cuma, mengantisipasi risiko ketidakpastian, Eastspring mengusung strategi berimbang antara pencapaian pertumbuhan berkelanjutan dan manajemen risiko yang disiplin. Saham diseleksi dengan mempertimbangkan fundamental emiten, potensi pertumbuhan jangka panjang, dan korelasinya dengan dinamika pasar.
Saat bersamaan, tetap aktif mengevaluasi posisi portofolio, menyesuaikan eksposur sesuai kondisi makro dan sektoral, untuk memastikan portofolio tetap adaptif dan tangguh.
"Kami bukan sekadar mengejar imbal hasil tertinggi, namun menjaga kinerja konsisten dengan profil risiko yang dikelola baik," imbuh Kong Qian.