JAKARTA. Kita patut berbangga. Di saat krisis utang Eropa melanda dunia, sektor pariwisata tanah air masih mencatatkan pertumbuhan signifikan. Bahkan, pertumbuhannya mampu menjadi salah satu penyokong ekonomi Indonesia.
Tidak percaya? Data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dan Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) dapat membuktikan hal itu. Salah satunya yakni jumlah perjalanan wisatawan domestik atau wisatawan nusantara pada 2011 mencapai 236,752 juta. Angka tersebut di atas target yang ditetapkan sebesar 236 juta perjalanan.
Dari perjalanan tersebut, total pengeluarannya mencapai Rp 156,89 triliun. Perhitungan pengeluaran ini berdasarkan besarnya pengeluaran per perjalanan sebesar Rp 662.680.
Sementara, perjalanan wisatawan domestik dalam semester pertama 2012 diindikasikan tumbuh sebesar 3,5%. Indikasi kenaikan dapat dilihat dengan kenaikan jumlah kunjungan wisman di beberapa objek wisata seperti Candi Borobudur dan Prambanan, Pulau Komodo, Wakatobi dan objek wisata baru seperti Trans Studio di Bandung. Untuk Candi Borobudur misalnya, kenaikan kunjungan wisnus antara Januari hingga Juni 2012 naik 65% menjadi 1.455.418.
Pertumbuhan positif itu menyebabkan Menparekraf Mari Elka Pangestu optimistis target perjalanan wisatawan domestik pada tahun ini sebanyak 245 juta perjalanan dapat tercapai. "Adapun target total pengeluaran wisatawan domestik sebesar Rp 171,5 triliun (US$ 18 miliar) tahun ini," tegasnya ketika ditemui pada acara Jakarta Fashion Week 2012 di Plaza Senayan (6/11).
Hebatnya, nilai pengeluaran wisnus ini dua kali lebih tinggi dari perkiraan perolehan devisa dari wisatawan mancanegara senilai US$ 9 miliar.
Lonjakan permintaan perjalanan dari wisatawan domestik tersebut dikonfirmasi oleh Association of the Indonesian Tours and Travel Agency (ASITA). Menurut Rudiana, Wakil Ketua ASITA, secara keseluruhan, bisnis pariwisata domestik tahun ini dibanding dengan tahun lalu mengalami kenaikan.
"Saya memprediksi, hingga akhir Desember nanti, pertumbuhannya mencapai 10%-15% dibanding tahun 2011," jelas Rudiana kepada KONTAN, Kamis (2/11).
Sejumlah travel agent yang diwawancarai KONTAN juga mengkonfirmasi hal yang sama. Putu Ayu Aristyadewi, Head of Marketing and Communication Smailing Tour mengaku, bisnis pariwisata domestik Smailing mencatatkan kenaikan yang cukup signifikan tahun ini. "Setiap tahun, kami memang menargetkan pertumbuhan sebesar 20% hingga 28%. Hingga saat ini, bisnis pariwisata domestik kami sudah hampir mencapai target," jelas Ayu.
Kondisi serupa juga dialami oleh Wita Travel. Rudiana yang juga merupakan Sales and Marketing Manager Wita Travel optimistis, pertumbuhan bisnis wisatawan domestik Wita akan melampaui target yang ditetapkan perusahaan. Adapun target yang dipatok Wita adalah 20% hingga akhir tahun.
Rudiana menjelaskan, lonjakan wisatawan domestik tersebut terdongkrak oleh sejumlah faktor. Pertama, banyaknya libur panjang akhir pekan atau yang lazim dikenal dengan istilah long weekend. "Liburan long weekend itu benar-benar sangat membantu untuk mendongkrak permintaan wisata dari domestik," imbuhnya.
Kedua, semakin berkembangnya maskapai penerbangan berbasis low cost carrier (LCC) atau penerbangan dengan tarif murah. Dengan adanya penerbangan murah, permintaan untuk berwisata kian tinggi.
Ketiga, bertambahnya jumlah kelas menengah di Indonesia saat ini. Sehingga, berwisata tidak lagi merupakan liburan semata melainkan sudah menjadi bagian dari kebutuhan.
Mala Ekayanti, Communications Manager Panorama Tours menambahkan, pertumbuhan kelas menengah yang sangat pesat mendongkrak daya beli masyarakat untuk berwisata. Sehingga, penyedia jasa wisata juga terus bertumbuh untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Keempat, lahirnya maskapai penerbangan baru, penambahan penerbangan, dibukanya rute-rute baru, serta pembangunan sarana transportasi serta akomodasi juga turut mendukung sektor wisata Indonesia. "Belum lagi berbagai kemudahan imigrasi serta Visa on Arrival, serta mindset bahwa everyone can now afford travelling turut mendukung pertumbuhan industri pariwisata," jelas Malas.
Kelima, pemerintah membuka destinasi baru serta memberikan insentif bagi para pelaku industri pariwisata.
Meski mencatatkan pertumbuhan, namun, perkembangan bisnis wisata tanah air ini bukan tanpa kendala. Salah satu kendala yang menurut Rudiana sangat mengganggu adalah obyek wisata yang digarap para travel agent relatif sama alias tidak berkembang.
"Yang paling sering digarap itu kan seperti Bali. Jadi, kadang bosan juga kalau harus menjual paket Bali terus. Apalagi obyek wisata lain yang lebih bagus dan indah juga banyak di Indonesia. Sebab, Indonesia itu endless beautiful destination," ungkap Rudiana.
Namun, Rudiana tidak dapat memungkiri bahwa tingginya minat wisatawan ke Bali dikarenakan akses yang mudah, promosi yang tinggi, serta dukungan infrastruktur yang baik.
Selain itu, promosi mengenai daerah-daerah wisata Indonesia masih sangat kurang. Hal ini juga berkaitan dengan anggaran untuk sektor pariwisata yang tergolong rendah di Indonesia. Apalagi jika dibandingkan dengan negara-negara Asia lainnya. "Jangan sampai Indonesia kalah sama Malaysia. Daerah Indonesia itu jauh lebih kaya dan lebih indah. Kami berharap, yang dipromosikan jangan daerah Bali terus menerus. Harus terintegrasi semuanya," urai Rudiana.
Mala berpendapat, kendala pariwisata pada umumnya adalah infrastruktur, sarana dan prasarana yang dapat mendukung pariwisata, termasuk di dalamnya sarana yang berhubungan langsung misalanya transportasi, jalan, bandara, hotel/akomodasi, juga industri pendukung lain seperti kuliner, musik, fashion, dan lainnya.
"Faktor lainnya adalah konektivitas, seberapa mudah akses mencapai destinasi tertentu. Kadang kala, terbatasnya jumlah penerbangan menjadi faktor utama yang menjadi kendala," jelas Mala. Hal lainnya, lanjutnya, yakni faktor Sumber Daya Manusia, di mana jumlah tenaga ahli dan terlatih di bidang pariwisata terbilang minim dibandingkan dengan permintaan yang ada.
Sedangkan Ayu mengaku tidak menemukan kendala berarti dalam mengembangkan wisata domestik saat ini. "Kendala biasanya datang dari luar. Misalnya saja, jika ada wisatawan domestik yang akan ke luar negeri, terjadi perubahan peraturan visa, bencana alam, dan lain-lain. Untuk dalam negeri, kebijakan pemerintah relatif mendukung," tandasnya.
ASITA berharap, pemerintah dapat mengelola dengan maksimal destinasi baru pariwisata di Indonesia. Misalnya saja, dengan mengadakan seminar dan kongres internasional di daerah luar Jakarta dan Bali. ASITA juga menginginkan adanya penambahan anggaran bagi pengembangan sektor pariwisata di Indonesia.
Untuk tahun depan, ASITA menargetkan pertumbuhan sebesar 15% hingga 20% untuk sektor pariwisata Indonesia. Sebab, kondisi ini masih didukung oleh pertumbuhan ekonomi Indonesia yang relatif stabil di level 6,7%. Tidak hanya itu, bisnis maskapai LLC juga tumbuh pesat sehingga mendorong wisatawan tanah air untuk bepergian.
ASITA juga berpandangan, bisnis wisata dalam negeri akan semakin bergairah dengan pengembangan destinasi wisata baru dan pengembangan bandara internasional. "Meski kemungkinan ada sedikit kontraksi akibat krisis Eropa, namun kami yakin kontraksi tersebut tidak akan terlalu besar. Asalkan pemerintah berupaya menjaga kestabilan dan keamanan dalam negeri," jelas Rudiana.
Sementara itu, Smailing Tour menargetkan pertumbuhan dengan kisaran 25%-30% pada tahun depan. Terkait hal itu, Smailing menyiapkan serangkaian strategi. Di antaranya, Smailing akan fokus pada pengembangan bisnis wisata lifestyle. Ayu memberi contoh, pihaknya menawarkan paket perjalanan yang disesuaikan dengan impian pelanggan.
"Intinya, kami menawarkan paket perjalanan yang berbeda. Kami akan bertanya kepada pelanggan, what is your dream vacation? Mimpi itulah yang akan kami wujudkan," jelas Ayu. Misalnya saja, ada pelanggan yang memimpikan berenang di laut mati, memberi makan ikan piranha di Amazon, atau bersepeda di tempat-tempat eksotis.
Sedangkan Wita menargetkan pertumbuhan 20% pada tahun 2013. Adapun strategi yang akan dijalankan Wita adalah berkomitmen memberikan pelayanan yang terbaik kepada pelanggan. Mulai dari hotel dengan standar bintang lima, tour leader yang kompeten, dan menawarkan maskapai penerbangan yang terbaik.
"Selain itu, hampir 70%-80% tenaga kerja Wita adalah profesional, bukan part timer. Mereka kami didik secara langsung," jelas Rudiana.
Panorama Tours menargetkan bisnis wisata yang dijalankan akan bertumbuh sebesar 30%. Menurut Mala, pihaknya sudah mempersiapkan sejumlah strategi demi memenangkan pasar. "Tahun 2011, Panorama merevitalisasi misi, visi, nilai-nilai serta jiwa layanan yang baru dengan mengusung "bringing smiles to millions" sebagai tagline di seluruh lini bisnis Panorama Group," ujarnya.
Mala menambahkan, Panorama Tours sebagai bagian dari group turut mendukung dengan membawa pesan "Experience Panorama Service Soul" yang disampaikan di semua customer touch point. Strategi ini dilakukan untuk memberikan customer experience bagi setiap pelanggan sehingga tidak hanya memperhatikan aspek harga, produk dan layanan, tapi lebih dari itu memberikan pengalaman yang meliputi 7 aspek jiwa layanan. Yakni reliability, convenience, comfort, fair value, unique experiences, flexible solution dan recognition.