Setelah mati suri selama 20 tahun
JAKARTA. MATI SURI! Begitulah masyarakat di sekitar kawasan ekonomi khusus (KEK) Tanjung Lesung menggambarkan kondisi wisata pantai kebanggaan Banten itu dalam 20 tahun terakhir. Dengan kondisi "mati suri" seperti itu, masyarakat sekitar kawasan wisata Tanjung Lesung tidak bisa banyak berharap kawasan tersebut bakal mendorong kesejahteraan mereka.
Lihat saja kondisi Kampung Cikadu, Desa Tanjung Jaya yang bersebelahan dengan kawasan Tanjung Lesung.
Berbatasan langsung dengan Tanjung Lesung, kondisi Kampung Cikadu sangat memprihatinkan. Rumah-rumah gubuk dengan lantai tanah dan dinding bambu, mewarnai hampir sebagian besar jalan-jalan rusak Kampung Cikadu. Dengan kondisi jalan yang sempit, berbatu, dan berlubang, jalan Kampung Cikadu sepertinya belum pernah merasakan bagaimana mulusnya aspal atau kuatnya beton.
Menurut sejarah, seperti diceritakan Dadi Ahdi, Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Tanjung Jaya, Kampung Cikadu terbentuk dari hasil relokasi warga saat ada penggusuran tempat wisata Tanjung Lesung, lebih dari 20 tahun lalu. “Tanjung Lesung tidak bisa dipisahkan dari masyarakat Cikadu, begitupun sebaliknya,” katanya kepada KONTAN, beberapa waktu lalu.
Dia berkisah, saat itu, selain menerima ganti rugi, setiap kepala keluarga juga mendapatkan tanah seluas 200 meter persegi yang kini digunakan sebagai tempat tinggal. Kehidupan masyarakat Kampung Cikadu tak berkembang seirama dengan kondisi kunjungan wisatawan di Tanjung Lesung yang juga “mati suri”.
Sepinya arus kunjungan wisatawan tidak bisa mengangkat perekonomian wilayah sekitar. Secara jujur, W. Widiasmanto, General Manager (GM) Tanjung Lesung Beach Resort, mengatakan, selama ini tingkat okupansi hotel di Tanjung Lesung rata-rata hanya sekitar 25%. Padahal, untuk bisa bertahan hidup setidaknya tingkat okupansi hotel di Tanjung Lesung harus di atas 35%-40% . “Oleh karena itu, kami targetkan okupansi akan naik lebih dari 50%,” katanya.
Selain berharap selesainya pembangunan jalan tol Serang-Panimbang dan pembangunan infrastruktur yang lain, sejumlah program pun dijalankan untuk mencapai target tersebut. Promosi dan penawaran paket-paket wisata akan lebih banyak mereka lakukan, dengan harapan tingkat kunjungan wisata akan naik. Sejalan dengan kenaikan tingkat kunjungan wisata, ekonomi masyarakat sekitar pun diharapkan juga bakal terangkat.
Soal pemberdayaan masyarakat, Widiasmanto mengklaim, pihaknya susah melakukan langkah maksimal. “90% karyawan kami yang mencapai sekitar 250 orang adalah tenaga kerja lokal,” katanya.
Selain itu perusahaan juga sudah membangun sarana pendidikan berupa sekolah dan balai kesehatan di Desa Tanjung Jaya untuk warga setempat. Pihak hotel juga sudah menyediakan tempat untuk menjual produk-produk kerajinan warga ke pengunjung hotel.
“Masyarakat ingin lebih banyak dilibatkan,” kata Santa, PJS Kelapa Desa Tanjung Jaya. Apalagi menurut Santa, wilayah-wilayah strategis di pinggir jalan menuju kawasan Tanjung Lesung sebagian besar sudah dikuasai oleh orang-orang Jakarta.
Santa menyebut, lebih dari 700 kepala keluarga di Desa Tanjung Jaya, yang sebagian besar mata pencahariannya adalah petani dan nelayan, masih dalam status prasejahtera. Salah satu penyebabnya, tingkat pendidikan masyarakat yang rendah. Dengan pendidikan yang rendah, warga sekitar tidak mampu menempati posisi yang bagus di hotel-hotel yang ada di Tanjung Lesung.
Santa juga mengeluhkan infrastruktur desa yang berbanding terbalik dengan kondisi di dalam wilayah KEK Tanjung Lesung. Karena itu, pihaknya sudah beberapa kali meminta bantuan ke Tanjung Lesung untuk perbaikan jalan desa. Namun, sampai sekarang permintaan itu belum terealisasi.
Masalah pendidikan dan infrastruktur juga menjadi fokus pemberdayaan yang akan dilakukan oleh Pemerintah Daerah Provinsi Banten. Moh. Ali Fadillah, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Banten yang juga Sekretaris Dewan KEK Provinsi Banten, mengatakan, pemerintah akan membangun sekolah pariwisata dan mengembangan desa wisata pendukung di luar Tanjung Lesung.
Sekolah pariwisata dibangun untuk memenuhi kebutuhan sumber daya manusia (SDM) di KEK Tanjung Lesung. “Jika wisatawan makin banyak, maka kebutuhan SDM juga bertambah,” katanya. Dengan adanya sekolah wisata, diharapkan SDM lokal akan mampu memenuhi pasar kerja di kawasan ekonomi tanjung lesung. Mengenai kapan waktu sekolah dibangun, kata Ali, diharapkan bisa terwujud dalam tahun ini.
Sedangkan dua kampung wisata yang akan dikembangkan adalah kampung Cikadu dan Cipanon. “Kita akan naikkan grade-nya,” janji Ali. Kampung Cikadu diarahkan sebagai desa wisata pertanian. Sementara Cipanon, akan dikembangkan menjadi desa wisata berbasis kelautan. Dengan basis kelautan, maka Cipanon akan dikembangkan menjadi sentra olah raga diving.
Untuk menjadikan Cikadu dan Cipanon sebagai kampung wisata, Ali mengaku sudah berkoordinasi dengan Kementerian Pariwisata. Nantinya akan ada pelatihan dan pembangunan sarana prasarana agar dua lokasi tersebut bisa menjadi pendukung wisata Tanjung Lesung.
Harapannya, semua janji tersebut bener-benar terealisasi dan bukan hanya angin surga semata. Sehingga masyarakat bisa menjadi pemain, bukan hanya penonton di tengah gemerlap pembangunan KEK Tanjung Lesung. Semoga!