JAKARTA. Kamis 21 April 2016, berakhirlah 13 tahun pelarian buronan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Samadikun Hartono.
Komisaris Utama Bank Modern itu dengan mengenakan kaus hitam-putih tiba di Bandara Halim Perdanakusuma pukul 21.45 WIB dengan pengawal ketat yang dipimpin langsung oleh Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Sutiyoso dan Jaksa Agung HM Prasetyo.
Samadikun, salah satu buronan BLBI paling dicari oleh pemerintah Indonesia setelah kabur ke luar negeri. BLBI merupakan bantuan likuiditas dari orotitas moneter yang dikucurkan untuk perbankan yang sekarat akibat terhantam krisis moneter 1997-1998. Namun, sekelompok bankir dan pengusaha malah menyelengkan BLBI untuk keuntungan sendiri. Nah, mereka ini lah yang kini menjadi buron. (Baca: Krismon 97 merontokkan perbankan)
Kembali ke Samadikun. Pengusaha yang bernama asli Ho Sioe Kun itu ditangkap oleh Badan Intelijen China pada 14 April 2016 di Shanghai.
Samadikun adalah putra ketiga Ho Tjek alias Otje Honoris, pendiri PT Modern Photo Film Company alias cikal bakal PT Modern Internasional Tbk atau Modern Group.
Ia jadi buronan negara sejak keluar putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 1696K/Pid/2002 tanggal 28 Mei 2003 dimana dinyatakan bersalah telah menyelewengkan dana talangan BLBI sekitar Rp 2,5 triliun untuk Bank Modern saat krisis keuangan tahun 1998.
Isi putusan itu di antaranya menghukum Samadikun 4 tahun dan denda Rp 20 juta serta uang pengganti sekitar Rp 169,47 miliar.
Belum sempat menjalani masa hukumannya, Samadikun keburu kabur dengan dalih berobat ke Jepang. Samadikun adalah segelintir debitur kelas kakap di mega skandal BLBI.
Pakar Hukum Internasional dari Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana menuturkan keberhasilan membawa pulang Samadikun tidak lepas dari langkah kerja sama Indonesia – China. “ Semestinya kerja sama bilateral ini bisa terus ditingkatkan,” ujarnya.
Apa kabar buron lainnya?
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho menilai Kejaksaan Agung (Kejagung) tidak boleh puas karena telah menangkap Samadikun.
"Poinnya Kejaksaan Agung jangan berpuas diri atau timnya jangan berpuas diri sebenarnya banyak buronan yang belum dieksekusi," ujar Emerson.
Menurut dia, Kejaksaan Agung jangan hanya fokus pada buron yang lari ke luar negeri. Bisa jadi juga, buron yang dipercaya sudah ke luar negeri, ternyata masih berada di Indonesia.
Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Sutiyoso bilang setidaknya ada 33 buronan kelas kakap ini. Di antaranya Hary Matalata atau Hariram Ramchamand Melwani (kasus fasilitas ekspor), Djoko S Tjandra (cessie Bank Bali), Lesmana Basuki (Sejahtera Bank Umum), dan Eko Edi Putranto (Bank BHS).
Sayangnya, para penegak hukum ini sepertinya tak berdaya menghadapi para buronan itu. “Sejauh ini belum ada update terbaru dari tim pemburu buronan,” kata Kepala Pusat dan Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung M Rum kepada KONTAN.
Salah satunya, Djoko Soegiharto Tjandra (Tjan Kok Hui) yang konon telah berpindah kewarganegaraan Papua Nugini. Terpidana kasus cessie Bank Bali itu buron atas kasus yang merugikan negara mencapai Rp 904,04 miliar.
Mei lalu, nama Djoko Tjandra kembali mengemuka menyusul putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan uji materi Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang diajukan oleh Anna Boentaran, yang tak lain istri Djoko Tjandra.
Intinya, Jaksa tidak dapat mengajukan upaya peninjauan kembali (PK) atas putusan bebas. Di samping itu, hanya terpidana dan ahli warisnya yang diberikan hak untuk mengajukan PK.
Putusan ini pun langsung jadi polemik, pasalnya melalui putusan ini Djoko Tjandra bisa saja bebas dari segala pidana hukum dalam kasus cessie Bank Bali.
Untungnya, buru-buru pihak MK menegaskan putusan ini tidak berlaku surut.
Di samping itu, kasus cessie Bank Bali ini juga kembali ramai pasca sejumlah skandal yang menyeret nama Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto. ICW menyebut Setya Novanto sebagai salah satu pihak yang terlibat di kasus tersebut.
====