• Bubble properti atau hanya over price?
  • Oleh: Dyah Megasari, Djumyati Partawidjaja
    28 May 2013 | dibaca sebanyak 15621 kali

  • Bubble properti atau hanya over price?

    Saking tingginya kenaikan harga rumah, sudah ada dua institusi yang memberikan peringatan awal atas potensi buble properti ini. Mereka adalah Knight Frank dan Bank Dunia.

    Di mana Anda bisa mendapatkan keuntungan investasi sebesar 100% dalam satu tahun? Beberapa orang mungkin akan menyarankan Anda untuk menanamkan investasi properti di lokasi yang tepat. Beberapa investor properti bahkan bisa jadi mendapatkan keuntungan yang lebih besar dari 100%.

    Harga hunian di Indonesia, memang  terus mengalami kenaikan. Saking tingginya, banyak pihak yang mulai merasa ngeri dan khawatir akan terjadi bubble properti. Maksudnya, harga properti terus naik dengan cepat sampai di suatu titik di mana semua orang baru sadar kalau harga sudah terlalu mahal, sehingga harga-harga pun “kempes” dan kembali turun.

    Apalagi mengingat Knight Frank dan Bank Dunia sudah memberikan peringatan awal atas potensi bubble properti. Dalam laporan bertema "The Wealth Report 2013", Knight Frank melihat, krisis ekonomi yang menimpa Eropa berimbas positif ke kawasan Asia Pasifik. Tidak hanya mendorong investasi masuk, namun juga mengerek harga properti di Asia Pasifik.

    Dalam laporan mereka, dua wilayah di Indonesia yaitu Jakarta dan Bali, menjadi sorotan utama. Harga properti di Jakarta dan Bali mengalami kenaikan paling tinggi sepanjang 2012 lalu.

    Menurut laporan itu, harga rata-rata properti di Jakarta melesat hingga 38% sementara di Bali naik 21%. Lonjakan harga properti di dua kota itu sudah mengalahkan berbagai kota elite lainnya seperti Dubai 20%, Miami 19,5% dan Sao Paulo 14%.

    Berdasarkan data Konsultan Properti Cushman & Wakefield Indonesia, rumah tapak dalam kurun tiga tahun terakhir mengalami kenaikan hampir 100%. Pada triwulan I-2013, harga rumah tapak rata-rata naik 25,1% jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.

    Tapi Elizabeth Sindoro, Presiden Komisaris Grup Paramount yakin kenaikan harga rumah yang dianggap tak masuk akal oleh banyak orang belum bisa dianggap pertanda bubble properti.

    Pengembang properti yang membangun Paramount Serpong dan Paramount City di Slipi Jakarta ini yakin permintaan properti masih akan kuat. "Perekonomian Indonesia saat ini bagus. Kelas menengah terus tumbuh. Mereka membutuhkan rumah baru. Tak heran kalau 30% membeli rumah di Paramount Serpong berasal dari luar Jabodetabek. Mereka menjadikan rumah di sini sebagai rumah kedua," terang Elizabeth.

    Ketua Real Estate Indonesia (REI) Setyo Maharso juga menepis kemungkinan gejala bubble properti. Kepada KONTAN, ia menjelaskan gencarnya pertumbuhan pembiayaan properti beberapa tahun terakhir tidak menjurus pada kondisi bubble properti tapi hanya terjadi over value di properti.

    Menurut Setyo, terdapat perbedaan yang prinsip di antara keduanya."Harga naik karena infrastruktur di sejumlah wilayah juga semakin membaik. Ini yang membuat nilai suatu tempat tinggal makin bagus," jelasnya.

    Kenaikan harga-harga ini tak bisa terelakkan. "Tapi bisa dilihat, perkembangan harga rumah di Jakarta dibanding dengan Indramayu misalnya, pasti sangat berbeda. Jakarta segala fasilitas terus dibangun," lanjut Setyo. Oleh karena itu, REI yakin harga properti Indonesia masih akan terus naik tanpa perlu meletus.

    Saat ini REI mempunyai anggota sebanyak 3.000 pengembang tersebar di berbagai daerah. Setiap tahun, menurut Setyo, jumlah pengembang yang bergabung mencapai 200-300 perusahaan baru.

     

    Tips memilih KPR dan properti

     

    Berniat beli rumah tapi tak punya uang?

    Jangan khawatir untuk berutang karena pembelian properti dengan utang adalah hal yang wajar. Apalagi sekarang ini ada banyak tawaran KPR dari bank-bank. Berbagai tawaran kredit kepemilikan rumah (KPR) memang tampak menggiurkan, tapi ada baiknya Anda tetap berhati-hati dan jeli dalam memilih.

    "Tentunya kami menyarankan kepada nasabah untuk tidak menjadikan bunga sebagai satu-satunya faktor menentukan bank untuk pilihan KPR. Reputasi dari bank pemberi KPR, serta layanan yang diberikan juga harus menjadi pertimbangan karena pinjaman KPR merupakan pinjaman jangka panjang," saran Tony Tardjo, Head of Consumer Lending Bank CIMB Niaga, kepada KONTAN.

    Sementara untuk memilih rumah, Ketua Real Estate Indonesia (REI) Setyo Maharso menganjurkan, kita mau menggali informasi dahulu siapa pengembang rumah. "Tak semua pengembang baik, pasti ada di antara mereka yang nakal," jelas Setyo.

    Sekarang ini untuk mengucurkan KPR, beberapa bank bahkan memberi syarat pengembangnya harus anggota REI. "Jika ada masalah dengan pembangunan, REI akan memediasi agar nasabah tak dirugikan," tambah Setyo.

    Berapa besar dan tenor pinjaman KPR yang sebaiknya kita ambil?

    Menurut President Director OneShildt Financial Planning Mohamad Andoko, angsuran yang harus dibayar tiap bulan sebaiknya tidak melebihi 15%-20% dari penghasilan. “Apabila suami istri bekerja maka dari total penghasilan suami dan istri sepanjang suami dan istri komitmen untuk sama sharing penghasilan mereka,” terangnya. 

    Sementara untuk menentukan jangka waktu pinjaman, pertimbangannya akan lebih banyak terkait cash flow yang dimiliki nasabah. Apabila pertimbangannya bunga, maka sebaiknya jangan mengambil pinjaman terlalu panjang.  “Apabila kita mengambil pinjaman yang terlalu lama, konsekuensinya bunga yang kita bayarkan akan semakin banyak,” terang Andoko.

    Sebagai ilustrasi, untuk jumlah pinjaman sama-sama Rp 1 miliar dan bunga 8%, bunga yang akan kita bayarkan untuk KPR 10 tahun hanya Rp 455 juta dan melompat menjadi Rp 720 juta untuk pinjaman 15 tahun.

    “Tetapi apabila pertimbangannya adalah nilai rumah di masa yang akan datang melebihi dari bunga yang dibayarkan maka memiliki KPR jangka panjang bisa menjadi pertimbangan,” tambah Andoko.

    Apa sebaiknya mengambil pinjaman dengan bunga fixed?

    Saat bunga KPR diatur fixed tentu nasabah akan merasa sangat terbantu. Di tahun 2008, saat suku bunga naik sebagai reaksi krisis global, beberapa nasabah mengeluhkan betapa mereka harus berhadapan dengan bunga KPR floating dari 9% per tahun menjadi 16% per tahun.

    Jadi jika tak ingin menanggung kekhawatiran naik turunnya suku bunga, nasabah bisa mengambil program fixed yang lebih lama namun dengan bunga yang lebih tinggi dari fixed rate dengan tenor pendek.

    Tapi, ada yang harus diwaspadai. Saat sebuah bank menawarkan bunga fixed 1 tahun, tak ada perjanjian apa pun yang menyatakan di tahun kedua bunga akan floating sesuai suku bunga yang berlaku di pasar.

    Kenyataannya, banyak bank memberlakukan bunga floating di tahun kedua jauh di atas bunga pasar. Akibatnya, banyak nasabah mengeluh terkena bunga sangat tinggi di tahun kedua dan selanjutnya.

    Bank yang memberlakukan bunga floating mungkin terlihat tidak menarik. "Padahal secara historis, bank yang tidak memberlakukan bunga fixed adalah bank yang paling sedikit menerapkan fluktuasi bunga," jelas Perencana keuangan, Ligwina Poerwo-Hananto. Jadi, menanggapi gencarnya promo bunga rendah dari bank, Ligwina mengingatkan agar nasabah memperhatikan sistem perhitungan bunga yang berlaku pada setiap bank.

    Para calon nasabah juga perlu mengetahui dengan pasti skema pelunasan lebih cepat. Untuk KPR di BCA misalnya, nasabah tidak akan dikenai penalti apabila melakukan pelunasan lebih awal. Dengan catatan, program bunga fixed rate sudah selesai dijalani.

    Nasabah yang melunasi pinjaman saat program fixed rate masih berjalan, akan terkena penalti yang besarnya tergantung program yang diambil. Denda 1% dari pokok sisa utang untuk program fixed rate 2 tahun dengan besar bunga yang ditawarkan 7,5%. Sementara nasabah yang mengambil program fixed lima tahun dengan bunga 8,5% akan dikenai denda 2,5%.