Membeludaknya permintaan Kredit Perumahan Rakyat (KPR) di bank konvensional ternyata meluber sampai ke bank syariah. Beberapa bank syariah menikmati pertumbuhan pembiayaan rumah yang lumayan besar.
Direktur Bisnis PT Bank Negara Indonesia Syariah Imam T. Saptono yakin sekali prospek pembiayaan perumahan masih relatif baik, seiring besarnya permintaan di pasar. "Kami masih optimistis permintaan KPR BNI Syariah bisa tumbuh 40% sepanjang tahun ini," jelas Imam.
BNI Syariah telah menyiapkan sejumlah strategi untuk menjaga performa penyaluran KPR sepanjang tahun ini. Salah satunya dengan menyasar segmen pembiayaan perumahan dengan plafon sebesar Rp 200 juta per debitur.
Bank syariah yang juga ketiban rezeki adalah Unit Usaha Syariah PT Bank Permata Tbk yakni Bank Permata Syariah. Pada tahun 2012, pembiayaan kepemilikan rumah di bank ini melesat hingga 262% untuk menjadi Rp 2,3 triliun. Padahal menurut Head Bank Permata Syariah Achmad K. Permana kepada KONTAN, Permata syariah sama sekali tak tertarik terlibat adu suku bunga dengan perbankan konvensional dalam menyalurkan KPR.
"Pasar perumahan ini masih sangat besar. Tak usah pasang iklan di sana-sini, nasabah akan mendatangi bank karena butuh," jelas Permana. Itulah sebabnya, meski bank-bank syariah tak memasang bunga fixed dalam beberapa tahun seperti bank umum, nasabah tetap berdatangan mengajukan KPR di bank syariah.
Beberapa nasabah mungkin memang lebih menyukai bank syariah untuk membiayai pembelian rumahnya. Pasalnya, bank syariah biasanya menerapkan angsuran yang tetap sepanjang masa pinjaman. "Bunga yang kami berikan fixed di awal perjanjian. Jika BI rate naik, nasabah tak perlu khawatir beban cicilannya naik," jelas Permana.
Tapi bunga tetap ini mengandung konsekuensi. Bank syariah membebankan bunga yang jauh lebih besar dari bank konvensional, yakni selisih 6% dengan bunga bank konvensional.
Jadi jika rata-rata bunga kredit KPR bank konvensional adalah 8%, maka bank syariah memberikan 14% per tahun. "Meski bunga yang diberikan lebih besar, nasabah tak terbebani. Hal ini terlihat dari non performing finance (NPF) gross kami yang sangat rendah yakni 0,15% pada kuartal I 2013," tutur Permana.
Bank syariah juga tidak mau memberikan tenor sepanjang di bank umum. Di Permata Syariah, tenor pembiayaan paling panjang adalah 15 tahun. "Tapi pembiayaan dengan tenor sepanjang itu sangat sedikit kami berikan, karena terlalu lama. Rata-rata nasabah kami anjurkan hanya 10 tahun," jelas Permana yang yakin pembiayaan perumahan akan tumbuh minimal 25% di tahun ini.
DP naik, pembiayaan langsung melambat
Dalam beberapa bulan lalu bank-bank syariah sebenarnya menikmati rezeki nomplok dalam bisnis pembiayaan KPR. Pada waktu bank-bank konvensional harus mematuhi aturan uang muka minimal 30% di tahun Juni 2012 lalu, bank-bank syariah masih terbebas dari aturan. Bank syariah baru wajib mematuhi peraturan ini di April 2013.
Tapi sejak April lalu semua bank syariah harus mematuhi ketentuan uang muka ini. Rinciannya, minimal finance to value (FTV) rumah ukuran 70 meter persegi ke atas dibatasi maksimal 70% untuk pembelian dengan akad murabahah dan 80% untuk akad musyarakah mutanaqisah, dan akad ijarah. Bank Indonesia berharap, dengan pemberlakuan beleid itu, bank syariah tak lagi jorjoran menyalurkan pembiayaan rumah.
Beberapa bank syariah mengaku tak cemas dengan pengetatan ini. "Kami tetap menargetkan pertumbuhan KPR sebesar Rp 2 triliun di tahun ini," kata Direktur Retail Banking Bank Muamalat, Adrian Gunadi. Tahun 2012 lalu, KPR di Bank Muamalat tumbuh hampir 66% dari Rp 3 triliun menjadi Rp 5 triliun.
Meskipun tak dipungkiri, di awal penerapan pembiayaan kelihatan sedikit pengaruh. "Namun itu hanya sementara," ujar Adrian.
Dampak aturan itu memang terlihat di beberapa bank, seperti anak usaha bank BNI, yakni BNI Syariah. Baru sebulan kenaikan DP berlaku, pembiayaan BNI Syariah langsung melambat. "Secara umum KPR masih tumbuh. Namun ada perlambatan bulanan sekitar 10%," ungkap Direktur Bisnis BNI Syariah, Imam T. Saptono, kepada KONTAN.
BNI Syariah biasa menyalurkan KPR rata-rata di angka Rp 175 miliar per bulan. Namun karena dampak FTV tersebut, penyaluran KPR di bulan April menurun jadi Rp 160 miliar. Meski begitu, Imam mengatakan bahwa penurunan ini seharusnya belum bisa menjadi patokan secara umum.
Selain itu Permata Syariah juga mengaku menderita penurunan akibat aturan baru ini. Permana melihat, down payment ternyata berperan sangat penting dalam mempengaruhi keputusan nasabah untuk melakukan KPR. Kalau sebelumnya, menurut Permana, tiap bulan Permata Syariah bisa menyalurkan KPR sekitar Rp 300 miliar, kini mereka harus menderita penurunan 30%.
Walau beberapa bank syariah merasa cukup pede, pembiayaan rumah akan tetap bagus, Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo) mencoba minta keringanan aturan FTV ini.
Asbisindo telah membahas dan melakukan presentasi kepada BI untuk meminta izin melakukan Musyarakah Mutanaqisah (MMQ). Hanya saja, hal tersebut belum mendapat persetujuan. Permana yang juga merupakan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Asbisindo bilang, pembahasan dengan BI mengenai hal ini tinggal mengenai detail teknis pelaksanaan.