JAKARTA. Sudah dua tahun ini jalanan Jakarta dipenuhi papan reklame penawaran Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Bank-bank pun berlomba merayu para nasabahnya menawarkan KPR bersuku bunga rendah. Tak sembarang rendah, beberapa bank bahkan menawarkan bunga akan tetap rendah (fixed) untuk beberapa tahun pertama.
Bukan hanya bunga yang diotak-atik, mereka pun menawarkan berbagai skema cicilan rumah dengan memainkan jangka waktu kredit. Dari kredit yang paling cepat lunas hingga angsuran per bulan makin murah, tapi jangka waktu kredit jadi lebih panjang.
Bank-bank yang giat menawarkan KPR pun tak hanya para pemain lama seperti PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN), PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA), PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dan PT Bank Permata Tbk (BNLI). Bank-bank yang tadinya tidak berfokus di KPR pun mulai ikut nimbrung mengerubuti pasar KPR. Sebut saja PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI), PT Bank Rakyat Indonesia (BBRI), dan PT Bank Jabar & Banten Tbk (BJBR). Bahkan beberapa bank asing seperti HSBC dan ANZ Bank turut meramaikan pasar KPR.
Kondisi saat ini sangat kontras dengan keadaan 5 tahun lalu. Di tahun 2008, debitur KPR banyak yang mengirim surat pembaca dan menjerit karena tercekik bunga KPR. "Bunga KPR kalau bisa jangan lebih dari 14% per tahun, jadi Bank Indonesia sebaiknya jangan menaikkan bunga acuan," demikian salah satu curhat seorang nasabah kepada media melalui surat pembaca.
Oktober 2008, ketika pasar Indonesia diuji oleh krisis global, BI rate nangkring di posisi 9,5%. Walhasil, bunga KPR single digit menjadi mimpi semata. Tapi sekarang ini BI Rate sudah melorot menjadi 5,75% dalam 15 bulan terakhir.
Tawaran KPR yang semakin menarik dan beragam ini membuat pasar perumahan jadi sangat bergairah. Sebagian kalangan bahkan mulai menjadikan properti sebagai instrumen investasi yang bisa memberikan imbal hasil tinggi. Seakan tak mau benar-benar kebablasan, Bank Indonesia (BI) turun tangan untuk mendinginkan pasar dengan menaikkan minimal down payment (DP) kredit dari yang semula bisa hanya 10% menjadi 30%. Ini berarti, besaran plafon utang yang diperoleh nasabah atau rasio Loan to Value (LTV) menjadi makin kecil, yakni maksimal 70%.
Putar otak kejar target
Bank-bank pun memutar otak untuk bisa berbisnis dan mematuhi aturan BI. Strategi yang paling gencar dilakukan bank adalah memberikan fixed rate lebih dari setahun. Ambil contoh, Bank Mandiri yang menawarkan bunga KPR sebesar 6,75%. Tentu saja, bunga rendah yang dimaksud tersebut diberikan fixed (tetap) selama beberapa tahun saja. Jika masa kesepakatan tersebut habis, bank menerapkan bunga floating (mengambang) atau mengikuti mekanisme bunga pasar hingga cicilan kredit rumah nasabah lunas.
Tren pemasaran bunga fixed di single digit pun makin marak. Penawaran ini terus menjamur, dari bank beraset jumbo hingga beraset mini. Berikut gambaran persaingan bunga tersebut.
Tabel suku bunga KPR per Mei 2013
Tabel suku bunga KPR per Mei 2013 | |||
No | Nama Bank | Jumlah Bunga | Keterangan |
1 | Bank Negara Indonesia (BNI) | 9,9% | fixed 1 tahun floating mengikuti suku bunga pasar tahun berikutnya |
2 | Bank Mandiri | 6,75% | fixed 2 tahun floating 12,75% (existing) |
3 | Bank Central Asia (BCA) | 7,50% | fixed 2 tahun floating 11% (existing) |
4 | Bank Tabungan Negara (BTN) | 7,49% | fixed 2 tahun floating mengikuti suku bunga pasar tahun berikutnya |
5 | Bank Rakyat Indonesia (BRI) | 7,50% | fixed 2 tahun floating 12% (existing) |
6 | Bank Permata | 8,75% | fixed 1 tahun floating 12% (existing) |
7 | Bank CIMB NIAGA | 8,75% | fixed 1 tahun floating mengikuti suku bunga pasar tahun berikutnya |
8 | Bank Danamon | 7,99% | fixed 2 tahun floating mengikuti suku bunga pasar tahun berikutnya |
9 | Panin Bank | 7,88% | fixed 1 tahun floating 14,50% (existing) |
10 | Bank OCBC NISP | 9,50% | fixed 1 tahun floating mengikuti suku bunga pasar tahun berikutnya |
11 | HSBC | 6,75% | fixed 1 tahun floating 8,75% (existing) |
12 | Bank Jabar Banten (Bank BJB) | 7,29% | fixed 2 tahun floating 12,75% (existing) |
13 | Bank Mega | 12,99% | fixed 1 tahun floating 13% (existing) |
14 | UOB Buana | 7,99% | fixed 2 tahun floating 12,49% (existing) |
15 | Bank Bukopin | 9,00% | fixed 1 tahun floating 20% (existing) |
16 | Bank Internasional Indonesia (BII) | 8,00% | fixed 1 tahun floating mengikuti suku bunga pasar tahun berikutnya |
17 | ANZ Bank | 8,50% | fixed 1 tahun floating mengikuti suku bunga pasar tahun berikutnya |
18 | ICB Bumiputera | 10,75% | fixed 1 tahun floating mengikuti suku bunga pasar tahun berikutnya |
Para bankir itu pun mengaku, telah memakai suku bunga rendah di awal tahun cicilan sebagai strategi untuk menggaet nasabah properti pasca regulasi LTV. Pasalnya, kebijakan LTV yang mewajibkan uang muka KPR 30% ini membuat banyak nasabah menunda pengajuan kreditnya. Pengembang pun mulai mengerem pembangunan rumah.
Maryono Direktur Utama Bank Tabungan Negara (BTN) melihat aturan LTV ini berhasil menurunkan pertumbuhan KPR. "Penundaannya bisa mencapai 3 bulan-6 bulan," ujar Maryono. Mau tak mau, berbagai cara dikaji bank. Dari sinilah perang suku bunga rendah KPR mulai memanas.
Itulah sebabnya juga, BTN sebagai bank dengan core bisnis pembiayaan rumah berani memberikan bunga 7,49% fix selama satu atau dua tahun pertama untuk jenis perumahan komersial. Setelah lewat masa bunga fixed, para nasabah akan dikenakan suku bunga floating yang sekarang besarnya di kisaran 10%-11%. Sedangkan untuk perumahan bersubsidi, BTN hanya mengenakan bunga 7,25%.
Darmadi Sutanto Direktur Ritel dan Konsumer Bank BNI membenarkan bank-bank masuk era persaingan bunga rendah KPR. Tak heran bank pelat merah yang biasanya lebih banyak berfokus di kredit korporasi itu sudah menyalurkan KPR Rp 25,3 triliun di tahun 2012 dengan rata-rata pembiayaan Rp 300 juta per rumah.
"Tahun ini akan kami naikkan menjadi Rp 500 juta per rumah," tutur Darmadi. Dengan penerapan bunga single digit, manajemen BNI optimistis KPR di BNI bisa naik 30% menjadi Rp 32,89 triliun di tahun ini.
Sayang, sepanjang akhir kuartal satu 2013, KPR BNI baru bertambah Rp 1,5 triliun. Itu artinya, BNI hanya mampu memacu kenaikan KPR 38% dibandingkan periode yang sama di tahun 2012. Turun lumayan jauh dibandingkan prestasi mereka di kuartal I-2012, waktu penyaluran KPR sempat melonjak 50,3% (YoY) menjadi Rp 19,4 triliun.
Sementara Sentot Sentausa Direktur Risk Management Bank Mandiri melihat program bunga rendah memang harus dibuat untuk menolong penyaluran KPR tahun ini. Bank Mandiri sendiri hingga Maret 2013, telah menyalurkan KPR sebesar Rp 27,5 triliun naik 22% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Dengan pencapaian tersebut, Bank Mandiri menguasai 12,6% pasar KPR dengan rasio NPL di kisaran 1,87%.
Kapan adu narsis dan perang ini akan berakhir? Para bankir itu tak dapat menjawab. Yang jelas, suku bunga ini pasti akan naik jika bank sentral juga menaikkan suku bunga acuan.
Tenor makin molor
Selain suku bunga, bank juga menempuh strategi ke dua, yakni tenor jatuh tempo yang makin panjang yakni dari yang semula maksimal 15 tahun kini menjadi 20 tahun-25 tahun.
Bank CIMB Niaga menjadi salah satu bank yang berani memperpanjang tenor pinjaman. "Jangka waktu pinjaman KPR memang dibuat beragam. Ini bertujuan untuk menyesuaikan kebutuhan dan kondisi finansial nasabah," jelas Tony Tardjo, Head of Consumer Lending Bank CIMB Niaga, kepada KONTAN.
KPR CIMB Niaga memungkinkan nasabah untuk mengambil pinjaman sampai 20 tahun. Dengan cara ini, CIMB Niaga menargetkan penyaluran KPR 2013 bisa tumbuh 22% dibandingkan tahun lalu. Per 31 Maret 2013, total penyaluran KPR CIMB Niaga telah mencapai Rp 21,52 triliun.
Selain CIMB Niaga, trik yang sama juga ditempuh oleh BNI. Dengan menerapkan tenor pembiayaan antara 5 tahun hingga 20 tahun, Vice President Consumer and Retail Lending BNI, Indrastomo Nugroho berharap porsi KPR bisa bertahan di kisaran70% terhadap total kredit konsumer BNI.
Yang paling panjang adalah KPR dari BTN dengan jangka waktu 25 tahun. BTN membuat KPR dengan jangka ekstra panjang ini demi mengimbangi kemampuan bayar nasabah. Dengan tenor panjang berarti nasabah bisa mendapatkan cicilan yang lebih ringan.
Menurut Dirut BTN, Maryono, suplai pemenuhan kebutuhan perumahan belum ideal. Rata-rata permintaan rumah baru 800.000 unit setiap tahun, sedangkan jumlah pasokan hanya 400.000. Hingga tahun 2011 lalu, backlog rumah mencapai 13,5 juta unit.
"Sedangkan potensi kenaikan rasio kredit bermasalah hanya 1,8%, yang berarti belum menjadi ancaman bagi bank," tambah Maryono.
Setelah masa-masa keemasannya, kini banyak orang mengkhawatirkan era bunga rendah KPR akan berakhir. Terutama jika Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga acuannya atau biasa dikenal BI rate. Kecemasan ini menyusul prediksi inflasi yang bisa menyundul titik 7%, kalau harga bahan bakar minyak (BBM) jadi dinaikkan oleh pemerintah.
Bank tentu saja akan segera menaikkan suku bunga simpanan agar imbal hasil yang diberikan tak kalah besar oleh inflasi. Tony Tardjo Head of Consumer Lending Bank CIMB Niaga menerangkan kepada KONTAN, pricing (suku bunga) merupakan salah satu faktor utama orang memilih KPR. Semakin rendah bunganya, akan semakin menarik bagi nasabah.
"Namun, bank hanya bisa melempar kredit dengan bunga murah, apabila mereka memiliki sumber dana murah," jelasnya. Apabila bank tidak memiliki sumber dana murah, maka mereka tidak bisa memberikan KPR dengan suku bunga yang rendah juga.
Sementara itu Jahja Setiaatmadja Presiden Direktur bank Central Asia Tbk (BBCA) memiliki pemikiran lebih ekstrem. "Enggak usah sampai BI rate naik pun, pinjaman akan naik. Sekitar Juli hingga September akan terjadi kenaikan. Ini karena prediksi inflasi yang terkerek dan biaya dana bank juga harus naik," jelas Jahja. Oleh sebab itu, ia menyarankan nasabah yang tak ingin beban pinjamannya tinggi, untuk segera mengajukan KPR. "Sekarang inilah saatnya," saran Jahja.
Benar yang dikatakan Jahja. Belum juga BI rate naik, sudah ada beberapa bank yang menaikkan suku bunga kredit. BI sendiri menilai, kenaikan suku bunga kredit tersebut terkait pengetatan likuiditas.
"Ada beberapa bank yang kondisi likuiditasnya terbatas, sehingga menaikkan suku bunganya," ucap Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo, Jumat, (24/5).
Meski begitu, Perry melihat bank-bank tersebut hanya berupaya merespons bila nanti terjadi kenaikan inflasi. Padahal sampai sekarang kenaikan harga BBM belum juga memiliki jawaban yang terang karena diskusi antara pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) belum juga usai.