
Menanti Pasar Modal yang Lebih Kokoh
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja pasar modal yang positif jadi kado manis di hari ulang tahun Republik Indonesia ke-80. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), nilai tukar rupiah, hingga pasar obligasi kompak menguat. Tapi ke depan, masih ada target yang perlu dicapai, termasuk soal perlindungan investor dan mendorong kembali kepercayaan pelaku pasar.
Beberapa tahun terakhir, pasar modal Indonesia mengalami pertumbuhan pesat. Nilai kapitalisasi pasar kini menembus Rp 14.247 triliun. IHSG juga memperbarui level tertingginya sepanjang sejarah, di atas 8.000.
Namun jika ditarik ke belakang, fluktuasi IHSG cukup kencang sepanjang tahun berjalan ini. IHSG sempat tersungkur ke 5.996,4 pada bulan April lalu, hingga perdagangan harus dibekukan sementara.
Baca Juga: Pergerakan Valas Asia Wait and See Kebijakan Ekonomi Global
Di kuartal awal, investor asing juga banyak menarik dananya keluar, baik di pasar saham maupun obligasi. Nilai penjualan bersih (net sell) asing di pasar saham mencapai Rp 55,17 triliun sejak awal tahun ini.
Capaian IHSG saat ini nampak fantastis. Namun, kinerja pasar modal dinilai belum benar-benar mencerminkan fundamental. Pasalnya, penguatan IHSG lebih banyak disokong penguatan segelintir saham. Terlebih, kinerja keuangan emiten Tanah Air juga masih banyak yang tertekan.
"Sehingga belum mencerminkan situasi pasar saham yang sesungguhnya," kata pengamat pasar modal sekaligus Direktur Avere Investama Teguh Hidayat kepada KONTAN, Minggu (17/8).
Teguh memperkirakan, dominasi saham konglomerasi yang mulai mencuat sejak 2023 silam, masih akan berlanjut dalam satu hingga dua tahun ke depan.
Kepercayaan investor
Pemerintah dan otoritas pasar modal masih perlu banyak berbenah demi mendorong kepercayaan investor. Terlebih, kondisi ekonomi dalam negeri masih menghadapi tantangan.
"Mulai dari penurunan daya beli masyarakat hingga minimnya belanja pemerintah," kata Teguh.
Baca Juga: Stabilitas Perbankan Terjaga, Tapi Tantangannya Masih Besar
Di sisi lain, VP Equity Retail Kiwoom Sekuritas Indonesia Oktavianus Audi menilai, valuasi IHSG dengan forward price to earnings ratio (PER) 13,28 kali per 15 Agustus belum menunjukkan nilai wajar, karena masih berada di kisaran rata-rata tiga tahun terakhir.
Tapi, posisi ini menunjukkan bahwa indeks sudah tidak lagi tergolong undervalued seperti pada awal tahun 2025. Menurutnya, IHSG baru akan memasuki level valuasi premium jika PER bergerak pada rentang 14,515,6 kali, karena sudah mendekati standar deviasi +1 hingga +2 kali.
Audi berharap, arus masuk dana asing masih akan berlanjut ke pasar saham. Hal ini bisa terjadi jika ada pelonggaran kebijakan moneter dan stabilitas ekonomi dalam negeri bisa membaik.
Menurut Audi, investor masih bisa memanfaatkan momentum penguatan untuk memperoleh capital gain dan dividen jangka panjang.
Sedangkan Kepala Riset Praus Capital, Marolop Alfred Nainggolan menilai, laju IHSG yang sangat cepat sejak awal semester kedua ini membuat besaran volatilitasnya meningkat. Sehingga menurut Alfred, rentang IHSG akan cukup jauh, berada di kisaran 7.240-8.104 hingga akhir tahun 2025.
Di sisi lain, fluktuasi IHSG juga masih akan dipengaruhi nilai tukar rupiah. Pengamat mata uang, Ibrahim Assuaibi memperkirakan, pergerakan nilai rupiah masih sangat dipengaruhi sentimen kebijakan tarif AS. Sehingga prediksi Ibrahim, rupiah bisa kembali bergerak melemah ke kisaran Rp 16.700 per dolar AS pada akhir tahun ini jika perang dagang kembali memanas.