Review Makro Ekonomi

Ekonomi tetap tumbuh di tengah krisis Eropa dibaca sebanyak 22361 kali

Sejumlah lembaga internasional dan ekonom yakin perekonomian Indonesia tetap tumbuh pada 2012 kendati krisis utang Eropa dan Amerika Serikat masih terjadi. Pertumbuhan ekonomi diramalkan bisa lebih cepat dibandingkan 2011 bila pemerintah bisa mengatasi sejumlah hambatan selama ini.

Oleh: Barratut Taqiyyah dan Edy Can

Masa depan perekonomian Indonesia diramalkan tetap cerah kendati melamban ditengah krisis utang Eropa dan letoinya perekonomian Amerika Serikat. Setidaknya ini prediksi dari berbagai ekonom dan lembaga keuangan dunia.

Dollar

Bank Pembangunan Asia (ADB) memperkirakan pertumbuhan ekonomi 2011 bisa mencapai 6,6%. Tetapi untuk 2012, ADB memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia mulai melamban menjadi 6,5% akibat meningkatnya risiko krisis utang Eropa dan lesunya perekonomian Amerika Serikat. Prediksi ini lebih rendah dari perkiraan sebelumnya sebesar 6,8%.

Sementara, Bank Dunia (World Bank) memprediksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2012 sebesar 6,2%. Proyeksinya lebih rendah lantaran Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan mitra dagang Indonesia pada 2012 nanti akan terpangkas akibat ketidakpastian ekonomi global. Padahal, Bank Dunia sendiri mengakui indikator perekonomian di dalam negeri positif.

Pemerintah sendiri yakin dampak krisis utang Eropa tak sampai ke Indonesia. Buktinya, pemerintah mematok target pertumbuhan sebesar 6,7% atau lebih besar dari tahun 2011 yang sebesar 6,5%. Pemerintah optimistis target ini bisa tercapai apalagi setelah lembaga pemeringkat utang, Fitch Ratings Ltd., mengatrol peringkat surat utang jangka panjang Indonesia dari level BB+ menjadi BBB- dengan outlook stabil pada 15 Desember lalu.

Dollar

Fitch memproyeksikan rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 6% hingga 2013 mendatang. Lembaga pemeringkat berbasis di New York dan London ini juga meramalkan, rasio utang pemerintah mengkerut dari 26% pada 2010 menjadi 25% pada akhir 2011.

"Kenaikan peringkat ini mencerminkan pertumbuhan ekonomi yang kuat dan resilien, rasio utang publik yang rendah dan terus menurun, likuiditas eksternal yang menguat, dan kerangka kebijakan makro yang hati-hati," kata Philip McNicholas, Director group Fitch's Asia-Pacific Sovereign Ratings dalam siaran persnya.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan kondisi perekonomian Indonesia hingga kuartal ketiga 2011 memang menggembirakan. BPS mencatat pertumbuhan ekonomi mencapai 6,5%. Sebagian besar pertumbuhan ini ditopang oleh ekspor barang dan jasa sebesar 8,3%. Sumbangan terbesar lainnya dari konsumsi rumah tangga sebesar 2,7% dan investasi sebesar 1,7%.

Dollar

Begitu juga dengan rasio utang pemerintah terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Per November 2011 lalu, Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang menghitung rasio utang pemerintah menciut menjadi sebesar 28,2% kendati nilainya naik sebesar Rp 48,81 triliun dibandingkan Oktober 2011 menjadi sebesar Rp 1.816,85 triliun. Hingga akhir 2011 nanti, pemerintah memperkirakan rasio utang sebesar 26,8%.

Ekonomi tetap tumbuh

Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa yakin peringkat investment grade ini akan membuat investor asing berbondong-bondong datang ke Indonesia. Begitupun dengan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

Dollar

Instansi ini optimistis target investasi langsung sebesar Rp 283 triliun pada 2012 depan bisa tercapai berkat kenaikan peringkat surat utang. Catatan saja, target penanaman modal ini naik 15% dari 2011 yang hanya sebesar Rp 240 triliun.

"Masyarakat Eropa yang dilandasi kebebasan berpikir punya kearifan untuk mengoreksi dan mencari solusi bersama," Ekonom , Faisal Basri

Perkiraan serupa juga datang dari Bank Indonesia (BI). Bank sentral meramalkan pertumbuhan investasi tahun depan bisa mencapai sekitar 9,7% hingga 10,1%, lebih tinggi dari 2011 yang diprediksi tumbuh sekitar 7,7% dari tahun 2010.

Sejumlah ekonom juga optimis prospek ekonomi Indonesia masih cukup cerah pada 2012 mendatang. Ekonom Faisal Basri memperkirakan, pertumbuhan ekonomi tahun depan bisa mencapai lebih dari 6% kendati kondisi perekonomian global terutama di Eropa dan Amerika Serikat masih suram.

Dollar

Pria plontos kelahiran Bandung ini juga optimis investor akan membanjiri Indonesia. "Sebab, pilihan tempat berinvestasi semakin terbatas pada masa ini," tegasnya.

Menurut Faisal, dampak krisis utang Eropa dan Amerika Serikat terhadap Indonesia juga tidak terlalu besar seperti tahun 2009 silam. Dia beralasan ekspor Indonesia ke Eropa dan Amerika Serikat relatif lebih kecil dibandingkan dengan negara lainnya.

Di sisi lain, dia optimis kondisi perekonomian Eropa akan semakin membaik di kemudian hari. "Masyarakat Eropa yang dilandasi kebebasan berpikir punya kearifan untuk mengoreksi dan mencari solusi bersama," ucapnya.

Faisal justru lebih mengkhawatirkan faktor internal. Berkaca pada empat tahun terakhir, Faisal menilai kontribusi belanja pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi justru semakin mengecil. Dia berharap pemerintah bisa memperbaiki mekanisme penyerapan anggaran belanja pemerintah. BPS mencatat kontribusi belanja pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi pada kuartal ketiga 2011 hanya sebesar 0,2%.

Masih ada hambatan

Kepala Riset Danareksa Research Institute Purbaya Yudhi Sadewa juga hakul yakin pertumbuhan ekonomi Indonesia masih bisa melampaui 6% pada 2012 nanti. Namun, Purbaya memperkirakan, pertumbuhan Indonesia 2012 akan melamban. Dia meramalkan pertumbuhan ekonomi 2012 mencapai 6,3%.

Dollar

Purbaya optimis pertumbuhan ekonomi bisa lebih tinggi bila pemerintah mampu mengubah dana aliran dana asing menjadi foreign direct investment (FDI). Dia berharap pemerintah bisa memperbaiki iklim investasi seperti birokrasi, korupsi dan penyediaan infrastruktur seperti pelabuhan dan ketersediaan listrik.

Purbaya berkaca pada hasil survei Bank Dunia. Hasi survei Bank Dunia menunjukkan peringkat Doing Business Indonesia pada 2012 berada di posisi 129 dari 183 negara. Dibandingkan dengan Thailand dan Malaysia, peringkat Indonesia jauh lebih buruk. Catatan saja, Thailand menduduki peringkat 17 sementara Malaysia di posisi 18.

Salah satu masalah utama Indonesia dalam berusaha adalah ketersediaan pasokan listrik. Jadi tak heran bila perusahaan sebesar Google Inc. menolak membangun pusat datanya di Indonesia kendati sudah dirayu oleh Wakil Presiden Boediono. Google lebih memilih membangun pusat datanya di Hong Kong, Singapura dan Taiwan karena alasan jaminan ketersediaan pasokan listrik.

Dollar

Yang tak kalah penting, Purbaya juga mendesak pemerintah segera merevisi Undang-Undang Ketenagakerjaan. Tetapi tampaknya, revisi Undang-Undang Ketenagakerjaan ini bakal sulit lantaran sudah ada fraksi DPR yang menolak rencana itu jauh-jauh hari.

Hambatan lainnya adalah korupsi. Bank Dunia menerangkan, berkurangnya korupsi akan membawa keuntungan bagi perusahaan menengah dan besar serta yang melakukan ekspor.

Transparency International (TI) Indonesia mencatat, pada 2011 tidak ada perubahan signifikan dalam usaha pemberantasan korupsi. Skors indeks persepsi korupsi Indonesia sebesar 3.0. Indonesia berada sejajar Argentina, Benin, Burkina Faso, Djibouti, Gabon, Madagaskar, Malawi, Meksiko, Sao Tome & Principe, Suriname dan Tanzania. Skor ini tak jauh berbeda dengan tahun 2010 lalu.

Karena itu, Sekretaris Jenderal TI Indonesia Teten Masduki mendesak pemerintah segera melakukan reformasi birokrasi yang menyeluruh dan komprehensif untuk menutup peluang korupsi dalam proses perizinan usaha pajak dan cukai. Selain itu, dia juga mendesak perbaikan pada institusi penegak hukum dan penegakan hukum bagi politisi, mafia hukum dan pejabat publik.

Dus, bila semua hambatan teratasi, pertumbuhan Indonesia mungkin bisa lebih baik.