Mobil murah siap-siap adu balap
Publish :18 September 2013 di lihat:11391 kaliJAKARTA. Walaupun molor, pemerintah telah merilis beleid mobil low cost green car (LCGC) atau akrab disebut mobil hemat energi dan murah. Mobil ini pantas dibilang diberi subsidi, karena menjadi satu-satunya mobil yang mendapatkan keringanan pajak dalam proses produksinya.
Mobil LCGC ini tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai atas Barang Mewah (PPnBM) seperti mobil jenis lainnya yang dikenakan PPnBM hingga 75%. Karena bebas bayar PPnBM, pemerintah memberikan sejumlah syarat, mulai dari mesin sampai dengan harga jual mobil tersebut.
Dalam beleid yang ditetapkan pemerintah, mobil kategori LCGC harus memiliki mesin maksimal 1.200 cc dan konsumsi bahan bakar paling 20 kilometer per liter. Atau mesin berkapasitas 1.500 cc untuk diesel, dengan konsumsi bahan bakar minimal 20 kilometer per liter.
Dalam beleid pemerintah itu juga mengatur soal standar keamanan mobil, penambahan merek Indonesia serta banyak lagi. Jika mobil LCGC tersebut sudah memenuhi aturan, maka produsen mobil akan dibebaskan dalam membayar PPnBM.
Adanya keringanan pembayaran PPnBM membuat produsen mobil menyambutnya dengan gembira. Di awal pekan September lalu saja, sudah ada tiga produsen mobil alias Agen Pemilik Merek (APM) yang meluncurkan produk mobil murah mereka.
Tiga produsen mobil murah yang berkomitmen menjual mobil murah itu adalah; Daihatsu dengan Astra Toyota Ayla, Toyota dengan Astra Toyota Agya dan Honda dengan Honda Brio Satya. Ketiganya hadir untuk menggempur pasar mobil murah yang dipatok pemerintah ada di harga Rp 95 juta.
Ketua III Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), Johnny Darmawan bilang, mobil murah tersebut menyasar kalangan menengah bawah yang selama ini baru mampu membeli sepeda motor.
“Lambat laun mereka meninggalkan sepeda motor dan beralih ke mobil, ini tren yang juga terjadi di China,” kata Johnny. Mengenai pangsa pasar mobil murah itu, Johnny memproyeksikannya cukup besar, sekitar 10% dari total kelas menengah di Indonesia yang berjumlah 40 juta orang.
“Ada 10% (4 juta orang) dari jumlah kelas menengah itu yang menjadi pasarnya,” terang Johhny baru-baru ini. Mengenai harga jual, Johnny bilang akan menyesuaikan aturan pemerintah, yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perindustrian No 33/ 2013 tentang Pengembangan Produksi Kendaraan Bermoto Roda Empat yang Hemat Energi dan Harga Terjangkau.
Soal harga, pemerintah mematok Rp 95 juta, namun di pasaran harga jual mobil murah menurut Johnny bisa dijual lebih tinggi atau lebih rendah dengan berbagai pertimbangan. Diantaranya adalah biaya pengiriman, penambahan teknologi, dan penambahan fitur keamanan untuk penumpang. Maka itulah, ada mobil murah tersebut yang dijual di atas harga Rp 95 juta.
Toyota misalnya, menjual mobil murahnya Astra Toyota Agya mulai dari Rp 99,9 juta. Harganya lebih tinggi dari harga yang dipatok pemerintah yakni Rp 95 juta. “Karena ada Astra Toyota Agya memiliki tambahan airbags,” terang Widyawati, General Manager Corporate Planning & Public Relation PT Toyota Astra Motor (TAM).
Begitu pula dengan Astra Daihatsu Agya yang dijual dengan harga tertinggi Rp 107 juta. Harga lebih tinggi karena versi ini sudah menggunakan transmisi otomatis. Namun, versi terbawah dari Ayla dijual lebih murah dari harga yang dipatok pemerintah, yakni hanya Rp 76,5 juta.
Sementara itu, Honda Prospect Motor (HPM) juga telah memperkenalkan mobil murahnya, yang diberi nama Honda Brio Satya. Untuk versi terbawah dari Honda Brio Satya ini dibanderol lebih mahal dari harga yang dipatok pemerintah, yakni Rp 106 juta.
Brio Satya dijual lebih mahal dari harga patokan pemerintah karena kendaraannya dilengkapi fitur pengaman berupa airbag. “Harga itu sudah sesuai dengan ketentuan pemerintah, kami tidak bisa mengubah harga tanpa persetujuan pemerintah,” kata Jonfis Fandy, Marketing and Aftersales Service Director PT Honda Prospect Motor (HPM).
Sementara itu, Nissan Motor Corp, produsen mobil terbesar kedua Jepang tak mau ketinggalan dalam memproduksi mobil LCGC di Indonesia. Pada Selasa, (17/9) lalu, Chief Executive Officer (CEO) Nissan Motor Corp, Carlos Ghosn mengumumkan produk LCGC dengan merek Datsun, merek lawas yang pernah jaya di era 70an.
Berbeda dari kompetitor, Datsun menghadirkan mobil murahnya di dua segmen pasar, yakni segmen mobil kompak dengan Datsun Go, dan segmen low MPV dengan Datsun GO+. Walaupun penampilan berbeda, namun kedua mobil LCGC Datsun itu mengusung mesin yang sama dengan tiga silinder.
Selain Toyota, Daihatsu, Honda, dan Datsun, Suzuki juga akan memperkenalkan mobil LCGC mereka di pameran IIMIS 2013. Suzuki dikabarkan akan membawa mobil LCGC Wagon R dengan mesin tiga silinder.
Laba mini si mobil murah
Dengan potensi pasar yang besar, penjualan mobil LCGC diramalkan bisa mendongkrak kinerja penjualan mobil. Selain pengguna sepeda motor yang akan berpindah membeli mobil, potensial marketnya adalah pemilik mobil yang akan membeli mobil kedua.
“Mereka tentu butuh mobil kedua yang lebih irit dan lincah,” kata Jonfis. Selain itu, pembeli mobil murah LCGC lainnya adalah calon membeli mobil bekas atau pasar yang membeli mobil pertama yang selama ini belum memiliki mobil.
Walaupun potensi pasar mobil kecil dan murah ini cukup besar, namun dari sisi perolehan laba penjualan mobil kecil ini juga terbilang kecil. Hal ini diakui oleh Widyawati dari TAM. “Lebih kecil (laba) tetapi diuntungkan karena kami menjualnya lebih banyak,” terang Widyawati.
Menurut Widyawati, laba satuan dari mobil LCGC lebih rendah daripada menjual mobil di segmen, lain terutama di segmen mobil premium. Namun, laba penjualan mobil LCGC akan terasa lebih banyak karena dijual dalam jumlah banyak.
Sayangnya, Widyawati mengaku tak mengetahui detail berapa potensi laba dari satu mobil LCGC yang dijual Toyota tersebut. Laba nan kecil dari mobil kecil itu diakui pula oleh Yulian Karfili, Public Relations Manager Honda Prospect Motor selaku produsen mobil Honda Brio Satya.
Menurut Yulian, jika dihitung secara satuan, maka laba untuk memproduksi Honda Brio Satya akan lebih kecil jika dibandingkan dengan memproduksi Honda CRV atau Honda Freed. Namun, kata dia, laba satuan yang lebih kecil itu bisa diimbangi dengan potensi penjualnya yang besar. “Laba kecil tapikan banyak,” kata Yulian yang juga tak mau menyebutkan laba penjualan satu unit mobil LCGC tersebut.
Sementara itu, Gaikindo menilai, produksi mobil LCGC tak bisa dilihat dari sudut padang laba rugi semata. Menurutnya, pemerintah dan industri mobil memproduksi mobil LCGC bertujuan untuk menyerap tenaga kerja langsung maupun tak langsung melalui pihak ketiga yang menjadi penyuplai komponen.
“Dengan produksi mobil murah ini, ada banyak pemasok yang hidup dan ada tenaga kerja yang terserap yang ujungnya adalah pada pertumbuhan ekonomi,” klaim Johnny.