Kehadiran si "banci" mengusik industri
JAKARTA. Kehadiran gerai 7-Eleven di Jakarta pada tahun 2009 menandai dimulainya era baru persaingan minimarket di Indonesia. Maklum, jaringan toko kelontong modern asal Amerika Serikat (AS) itu masuk ke negeri kita dengan mengusung konsep baru. Selain menjajakan aneka kebutuhan sehari-hari seperti sebuah minimarket, 7-Eleven juga membuka lapak makanan dan minuman layaknya sebuah restoran.
Aksi 7-Eleven menjadi perhatian karena "toko banci" mereka meraih sukses besar dalam waktu singkat. Ya, tak disangka, kehadiran 7-Eleven menciptakan sebuah tren baru yang belum pernah ada sebelumnya: nongkrong di minimarket. Kata "sevel" sebagai singkatan untuk menyebut 7-Eleven segera menempel di bibir kalangan anak muda Ibu Kota.
Reaksi kalangan pengusaha ritel terhadap fenomena booming sevel cukup beragam. Ada yang mengagumi kejelian 7-Eleven menciptakan pasar baru. Tutum Rahanta, Ketua Harian Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) berpendapat, masuknya 7-Eleven ke Indonesia dengan pola resto juga merupakan siasat untuk mendapatkan izin operasi karena minimarket dilarang untuk asing. "Jangan salahkan pengusaha karena kebijakannya belum ada," kritik Tutum.
Memang, banyak pengusaha mempertanyakan izin operasi 7-Eleven. Pertanyaan itu beralasan karena Peraturan Presiden No 112/2007 tentang jarak pendirian hipermarket, toko modern, dan pusat perbelanjaan dengan pasar tradisional menyebut, usaha minimarket tertutup bagi asing.
Namun, PT Modern Putra Indonesia sebagai pengelola 7-Eleven di Indonesia tetap percaya diri. Melihat konsep gerai minimarket plus restoran yang mereka usung sukses sukses, Modern justru langsung tancap gas. Seperti cendawan di musim hujan, gerai 7-Eleven pun terus merajalela di berbagai sudut Jakarta. Akhir tahun lalu, 7-Eleven sudah mengoperasikan 57 gerai dan akan menambah 60 gerai lagi hingga akhir tahun ini.
Hasil penelusuran KONTAN menunjukkan, 7-Eleven memang mengantongi izin yang cukup kuat untuk membuka gerai minimarket plus restoran. Dokumen yang KONTAN peroleh dari sumber di Kementerian Perdagangan (Kemdag) menyebutkan, 7-Eleven memiliki Surat Tanda Pendaftaran Waralaba (STPW) sebagai waralaba convenience store alias minimarket yang tertuang dalam surat Nomor 12/PDN-2/SSTPW/9/2009.
Uniknya, perusahaan asal Texas, Amerika Serikat (AS) itu, juga mengantongi STPW sebagai waralaba restoran yang juga dikeluarkan Kementerian Perdagangan. Izin sebagai waralaba restoran untuk 7-Eleven itu tertuang dalam surat No 29/PDN-2/STPW/11/2009.
Kedua izin waralaba ini diberikan kepada 7-Eleven Inc yang beralamat di Suite 1.000, One Arts Plaza 1722, Routh Street, Dallas, Texas, USA. Mengacu kepada dokumen itu, artinya, 7-Eleven beroperasi di Indonesia dengan dua izin waralaba, yakni sebagai convenience store dan sebagai waralaba restoran.
Keabsahan dua izin waralaba 7-Eleven itu diakui Nurlaela Nur Muhammad, Direktur Bina Usaha Kementerian Perdagangan. Namun, sayangnya, dua STPW yang dikantongi 7-Eleven itu keluar tahun 2009. Saat itu, Nurlaela belum menjabat sebagai Direktur Bina Usaha. "Keluarnya STPW itu tentu ada rekomendasi izin teknisnya," katanya.
Saat dikonfirmasi soal keberadaan dua surat izin itu, Henri Honoris, President Director PT Modern Putra Indonesia, menjawab, "Tidak salah, kan, dengan dua izin itu? Tidak menyalahi aturan, kan?"
Sepertinya, Henri enggan menjelaskan perizinan STPW tersebut secara detail. Saat ditanya apakah izin waralaba 7-Eleven itu berstatus minimarket atau restoran, ia malah balik bertanya, "Kalau menurut Anda, bagaimana?"
Henri menjelaskan, gerai 7-Eleven melayani menu atau sajian layaknya restoran cepat saji. Gerai ini menyediakan nasi goreng, spaghetti, dan juga hotdog. Namun, ia tidak memungkiri, mirip minimarket, 7-Eleven juga menjual produk kelontong seperti sabun dan sampo. "Tetapi kebanyakan orang ke 7-Eleven mau makan," tegas Henri.
Meskipun demikian, rupanya, Kemdag mulai gerah juga mendegar berbagai kritik tentang kesimpansiuran izin waralaba minimarket dan restoran. Apalagi, bisnis ala 7-Eleven seolah menginspirasi waralaba minimarket asing lain untuk masuk Indonesia. Salah satunya adalah Lawson Inc asal Jepang yang digandeng PT Midi Utama Tbk (Alfamidi).
Dalam dokumen yang diperoleh KONTAN, Lawson hadir di Indonesia dengan perizinan sebagai waralaba minimarket lewat surat No 10/PDN-2STPW/6/2011. Namun begitu, Lawson hadir di beberapa tempat di Jakarta dengan mengusung format mirip 7-Eleven. Mereka juga menyajikan makanan cepat saji.
Kini, Kemdag bersiap mengatur ulang ketentuan waralaba minimarket dan restoran. Gunaryo, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan menyatakan, pemerintah akan mempertegas aturan untuk entitas bisnis waralaba minimarket dan restoran. "Harus tegas bisnisnya itu apa, jangan banci. Mau minimarket atau restoran?" ujar Gunaryo.
Penegasan entitas bisnis waralaba minimarket dan restoran tersebut akan dituangkan dalam aturan khusus. Nurlaela yang merupakan bawahan Gunaryo bilang, aturan waralaba minimarket dan restoran itu akan diberi nama Peraturan Menteri Perdagangan tentang Penyelenggaraan Waralaba Toko Modern, Rumah makan, dan Rumah Minuman."Aturan ini khusus mengatur waralaba toko modern, rumah makan, dan rumah minum," terangnya.
Kelak, setelah disahkan, aturan ini bakal menjadi rambu-rambu bagi penyelenggaraan bisnis waralaba minimarket dan restoran seperti 7-Eleven, Alfamart, Indomaret, KFC, McDonald, dan gerai sejenis lainnya.
Dalam aturan khusus Penyelenggaraan Waralaba Toko Modern, Rumah makan dan Rumah Minuman itu, pemerintah berencana membatasi jumlah gerai si pemilik waralaba dan juga jumlah gerai milik master waralaba. Aturan ini, kata Nurlaela, tidak hanya berlaku bagi pendatang baru, tetapi juga pemain lama.
"Bagi pemain yang sudah lama, kami akan berikan aturan peralihan untuk menyesuaikan," ungkap Nurlaela.
tampaknya, Modern harus bersiap mengatur ulang langkah bisnis mereka.