Choose skin

Saatnya membendung waralaba asing ?

Saatnya membendung waralaba asing ?

JAKARTA. Untuk para pelaku bisnis ritel, pasar Indonesia sekarang ini mungkin surga yang ada di dunia. Dalam kondisi dunia yang tengah waswas menghadapi krisis, ekonomi Indonesia terus bertumbuh. Kombinasi antara daya beli yang terus bertumbuh dan absennya aturan ketat untuk masalah zona, jam buka, serta jumlah gerai, sungguh kombinasi yang tak ada duanya di dunia ini.

Pelaku bisnis ritel di Indonesia bisa dipastikan semakin hari semakin ramai. Selain pemain dalam negeri, pelaku waralaba asing mulai mengatur strategi untuk bisa mendulang peruntungan di Indonesia. Alkisah, Desember 2011 lalu, pelaku waralaba Indonesia kedatangan rombongan pengusaha waralaba dari Amerika Serikat (AS). Saat itu, ada 16 pelaku waralaba asal Uwak Sam itu berburu mitra di Indonesia.

Salah satu dari mereka bahkan berhasil menggaet mitra, yaitu waralaba restoran siap saji Johnny Rockets. Perusahaan yang dikenal dengan menu hamburger ini sukses menggandeng Sahid Group, untuk membuka gerai perdana di Kuta, Bali.

Dua bulan berselang, Family Mart waralaba asal Jepang mengumumkan niatnya membuka waralaba di Indonesia. Ritel terbesar di Jepang itu berencana membuka 300 gerai di Indonesia tahun 2015 mendatang.
Tak lama kemudian, tepatnya Maret 2012, industri waralaba kembali mendapat kejutan dari PT Hero Supermarket Tbk. Perusahaan ritel ini memutuskan membawa waralaba mebel IKEA asal Swedia di Indonesia.

HERO berniat membuka gerai IKEA di Indonesia mulai 2014 hingga 2021 mendatang. "Pengusaha waralaba dunia memang melirik Indonesia sebagai potensi pasar yang besar," ungkap Levita Supit, Ketua Waralaba dan Lisensi Indonesia (WALI), salah satu asosiasi waralaba di Indonesia kepada KONTAN Rabu (6/6).

Jumlahnya sangat banyak, karena menurut Levita masih banyak waralaba asing yang datang ke di Indonesia luput dari liputan media massa. Waralaba asing tersebut cenderung membuat kesepakatan bisnis tanpa diketahui publik. "Jumlahnya cukup banyak dan memang mereka tidak mau dipublikasikan," terang Levita,.

Sejak 2008 sampai kuartal I-2012, setidaknya ada 53 izin waralaba asing yang sudah memiliki Surat Tanda Pengenal Waralaba (STPW) yang diterbitkan pemerintah. Termasuk waralaba restoran cepat saji Johnny Rockets yang dikuasai Sahid Groups. (Lihat tabel).

Rombak aturan main

Kehadiran bisnis waralaba di Indonesia memang sudah cukup lama. Konon, bisnis dengan pola kerjasama ini sudah ada sejak tahun 1950-an. Namun, data dari WALI, selaku asosiasi waralaba di Indonesia memperkirakan, booming industri waralaba baru berkembang pesat satu dekade terakhir.

Saat ini, WALI memperkirakan terdapat sekitar 1.000-an lebih waralaba baik waralaba lokal maupun asing yang beroperasi di Indonesia. Omzet bisnis waralaba ini juga cukup menggiurkan, diperkirakan bisa mencapai Rp 144 triliun atau naik 20% dibandingkan tahun 2011 sebesar Rp 120 triliun.

Data dari WALI ini sepertinya masuk akal. Tengok saja, kinerja bisnis waralaba minimarket seperti Alfamart milik PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT). Dalam laporan keuangan perusahaan tahun 2011 menyebutkan, pendapatan AMRT naik 29,9% dari Rp 14 triliun tahun 2010 menjadi Rp 18 triliun di tahun 2011.

Begitu juga dengan jumlah gerai Alfamart yang ikut tumbuh 21% dari 4.800 gerai di 2010 menjadi 5.797 gerai di 2011. Jumlah gerai itu termasuk gerai milik terwaralaba yang berjumlah 1.677 gerai atau tumbuh 30,6% dari tahun 2010. "29% gerai kami milik terwaralaba," tutur Fernia Kristanto, Direktur Keuangan AMRT kepada KONTAN.

Pertumbuhan gerai waralaba inilah yang menggiurkan pemain waralaba asing. Levita bilang, wajar jika waralaba asing berusaha mencari peluang untuk membuka waralaba khususnya minimarket di Indonesia. "Bisnis ini disokong gaya hidup masyarakat Indonesia yang konsumtif dan senang belanja," kata Levita.

Tak hanya waralaba domestik seperti Alfamart saja yang menancapkan bisnis di dalam negeri. Merek waralaba milik asing juga ikut berpesta, seperti McDonald yang dikendalikan kelompok bisnis Sosro. Selain itu ada juga jejaring bisnis KFC yang dikendalikan PT Fastfood Indonesia Tbk dan 7-Eleven yang dikendalikan PT Modern Internasional Tbk. Terakhir ada juga gerai Lawson yang dikuasai oleh PT Midi Utama Indonesia Tbk.

Pesatnya perkembangan bisnis waralaba inilah yang membuat pemerintah mulai mau membuka mata. Hal itu diakui oleh Gunaryo, Direktur Jenderal (Dirjen) Perdagangan Dalam Negeri, Kementerian Perdagangan (Kemendag). "Kami ingin bisnis waralaba ini bisa berkembang, tidak dimonopoli dan bisa merekrut pelaku bisnis lainnya," kata Gunaryo.

Tapi niatan pemerintah ini masih harus melalui jalan panjang karena seperti diakui Gunaryo, aturan waralaba yang berlaku di Indonesia saat ini masih banyak bolongnya. Bahkan, bisa dibilang aturan waralaba di Indonesia lebih longgar ketimbang aturan waralaba di negara lain. "Aturan ini akan kami perbaiki," tegasnya.

Aturan yang akan direvisi itu adalah Peraturan menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 31/M-DAG/PER/8/2008 tentang Penyelenggaraan Waralaba. Revisi aturan ini memang sudah sejak lama ditunggu-tunggu pelaku usaha, khususnya WALI. "Walaupun terkesan telat, tapi lebih baik daripada tidak sama sekali," ungkap Levita.

Sebenarnya proses pembahasan perubahan Permendag tentang Penyelenggaraan Waralaba itu sudah dilakukan sejak Januari lalu. Tapi hingga Juni ini, baru ada beberapa poin penting yang akan masuk dalam aturan revisi.

Nurlaela Nur Muhammad, Direktur Bina Usaha, Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengungkapkan, setidaknya ada empat poin penting yang akan masuk dalam revisi kebijakan tentang waralaba di Indonesia.

Pertama, tempat pendaftaran waralaba akan disentralisasikan. Jika dulu pemerintah daerah berwenang mengeluarkan STPW, maka dengan aturan revisi ini pendaftaran waralaba hanya bisa dilakukan di kementerian Perdagangan. "Pemerintah daerah nanti tidak berwenang mengeluarkan STPW, termasuk STPW untuk waralaba lokal," kata Nurlaela.

Perlu diketahui, penerbitan STPW untuk waralaba domestik diterbitkan oleh pemerintah daerah. Sementara pemerintah pusat dalam hal ini, Kementerian Perdagangan bertugas menerbitkan STPW khusus untuk waralaba asing.

Dalam realisasinya, Kementerian Perdagangan menemukan, banyak daerah tidak siap menerima pendaftaran waralaba dari pelaku usaha. Keluhan ini disampaikan oleh WALI, yang mengaku kesulitan untuk mengurus STPW anggota mereka yang ada di daerah. "Daerah tidak siap karena sumber daya manusianya tidak tersedia," kata Levita.

Selain masalah SDM, sentralisasi perizinan waralaba akan dilakukan untuk memperkuat data base waralaba yang ada di Indonesia. Selama ini, Kemendag kesulitan untuk mengumpulkan STPW yang sudah diterbitkan di daerah. "Kami kesulitan masalah datanya," ungkap Nurlaela. Kesulitan data waralaba domestik ini mempengaruhi proses pembuatan kebijakan pemerintah, terutama untuk pengembangan kapasitas juga untuk promosi.

Kedua, dalam revisi aturan waralaba nantinya akan diatur pemberian logo waralaba kepada pemilik waralaba yang sudah memiliki STPW. Logo ini akan membedakan entitas bisnis waralaba dengan entitas bisnis business opportunity. "Nanti masyarakat bisa membedakan, mana yang sudah terdaftar sebagai waralaba dan mana yang bukan waralaba," pejabat Kemendag itu.

Ketiga, dalam revisi aturan waralaba akan mengatur pembatasan jumlah gerai untuk waralaba. Nurlaela bilang, pembatasan jumlah gerai yang akan diberlakukan untuk waralaba asing dan juga waralaba domestik. "Aturan ini berlaku untuk semua," jelas Nurlaela

Keempat, akan ada aturan khusus untuk waralaba minimarket dan restoran. Aturan ini akan dibuat terpisah dengan revisi Permendag tentang Penyelenggaraan Waralaba."Aturan ini akan mengatur lebih spesifik soal waralaba minimarket dan waralaba restoran, rumah makan dan sejenisnya," jelas Nurlaela.

Untuk mengantisipasi kedatangan waralaba asing ke Indonesia, pemerintah akan memperkuat proses verifikasi dari pengajuan pendaftaran waralabanya. Salah satu syarat verifikasi tersebut adalah, wajib mendapatkan legalisasi dari Atase Perdagangan Indonesia yang ada di negara asal waralaba asing tersebut. "Kami akan verifikasi lagi proposalnya," pungkas Gunaryo.