
Kinerjanya Paling Bontot di ASEAN Pada 23-26 Juni, Gimana Prospek IHSG Ke Depan?
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kabar gencatan senjata Iran-Israel yang disiarkan media-media internasional 24 Juni 2025 lalu belum mampu mengangkat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sepekan ke belakang.
Meski menguat di perdagangan Kamis (26/6), IHSG menjadi segelintir indeks saham yang mengalami koreksi kalau dilihat selama 23-26 Juni mayoritas indeks saham bergerak hijau.
Di ASEAN misalnya. Meski sempat menguat belakangan sebanyak 2 kali, yakni pada 24 dan 26 Juni 2025, IHSG masih terkoreksi 0,14% selama 23-26 Juni 2025, senasib dengan PSEi Index Filipina. Mayoritas indeks saham di ASEAN lainnya sebaliknya: tumbuh meski hanya 1 digit. Juaranya ialah SET Index Thailand yang naik 3,66%.
Pelemahan IHSG pada periode 23-26 Juni 2025 lebih didorong oleh aksi jual asing yang mencapai Rp 19,19 triliun, melampaui aksi belinya yang hanya Rp 19,08 triliun.
Praktis, aksi investor asing ditutup dengan hasil aksi jual bersih alias net sell Rp 112,61 miliar selama 23-26 Juni 2023. Aksi tersebut menambah akumulasi net sell asing menjadi Rp 52,64 triliun secara year to date (YtD).
Berbeda dengan pergerakan investor asing, aksi investor domestik selama 23-26 Juni 2025 didominasi oleh aksi beli: aksi beli mencapai Rp 33,53 triliun, sedang aksi jualnya Rp 33,42 triliun.
Terlepas dari pelemahan IHSG secara mingguan, Founder Stocknow.id, Hendra Wardana, memproyeksi adanya prospek penguatan IHSG pada awal pekan mendatang. Penopangnya, menurut Hendra, ialah kombinasi sentimen makroekonomi global yang membaik serta rotasi sektoral yang mulai mengarah ke saham-saham berbasis industrialisasi dan energi.
Dari sisi global, Hendra mencermati bahwa tercapainya gencatan senjata antara Israel dan Iran menurunkan tensi geopolitik Timur Tengah. Ini menurut Hendra bisa berimbas pada meredanya konflik meningkatkan risk appetite investor terhadap aset berisiko di emerging markets, termasuk Indonesia.
Sementara itu, spekulasi bahwa calon Presiden AS Donald Trump akan mengganti Jerome Powell sebagai Ketua The Fed jika terpilih kembali mendorong pelemahan dolar AS. Dolar yang melemah turut memperkuat mata uang kawasan Asia, termasuk rupiah yang terapresiasi ke Rp 16.199 per dolar AS.
“Kombinasi faktor ini membuka ruang bagi arus dana asing untuk kembali masuk ke pasar domestik, menopang likuiditas dan sentimen pasar saham nasional,” tutur Hendra kepada KONTAN (26/6/202).
Di sisi data, Hendra melanjutkan, pasar tengah menanti rilis PCE Price Index Amerika Serikat pada 28 Juni 2025—indikator inflasi utama acuan The Fed. Bila data inflasi kembali moderat atau melandai, ekspektasi penurunan suku bunga The Fed pada akhir tahun bisa menguat, mendorong reli lanjutan di aset berisiko secara global.
Kondisi ini akan semakin memperkuat argumen bahwa emerging market seperti Indonesia akan menjadi tujuan utama aliran modal global dalam beberapa bulan mendatang,” terang Hendra.
Sementara itu, Analis MNC Sekuritas, Herditya Wicaksana, secara teknikal memperkirakan adanya potensi lanjutan koreksi pada pergerakan IHSG. Proyeksi Hendra, IHSG bakal menguji level 6.783-6.813 dalam jangka pendek, namun ia mewanti-wanti agar investor waspadai akan adanya lanjutan koreksi yang cukup dalam pada rentang area 6.561-6.721.
“Kamis masih posisi IHSG sedang berada pada bagian dari wave [b] dari wave B, sehingga IHSG masih rawan untuk melanjutkan koreksinya,” terang Herditya.