
Kerap Bikin IHSG Bergerak Semu, Bobot Saham DCII dan DSSA Sebaiknya Dipangkas
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di tengah ketidakpastian politik Indonesia, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tampak bergerak semu. Investor asing yang banyak berinvestasi di saham-saham blue chip berkapitalisasi besar (big caps) gencar melakukan aksi jual. Sejak dimulainya demonstrasi besar pada 25 Agustus 2025 hingga 3 September 2025 net foreign sell tercatat lebih dari Rp 2,38 triliun.
Namun, dalam rentang waktu tersebut IHSG malah masih mengalami kenaikan 0,34%. Indeks saham acuan ini sempat mencapai level terendah intraday di 7.547,56 pada 1 September 2025 dan level tertinggi intraday di 7.941,94 pada 28 Agustus 2025.
Pada perdagangan Rabu (3/8), misalnya, IHSG mencetak kenaikan 1,08% ke level 7.885,86. Pada saat bersamaan, net foreign sell tercatat sebesar Rp 1,39 triliun.
Penguatan itu melanjutkan kenaikan hari sebelumnya sebesar 0,85%, yang juga terjadi di tengah keluarnya dana asing dari pasar modal Indonesia.
Jika dibedah lebih jauh, penguatan IHSG kemarin cenderung didorong oleh saham berkapitalisasi besar yang tidak likuid. Sebut saja PT DCI Indonesia Tbk (DCII) dan PT Dian Swastika Sentosa Tbk (DSSA) yang memiliki bobot besar terhadap IHSG. Kemarin DCII naik 1,42% ke Rp 327.700 per saham. Sementara saham DSSA melesat 10,24% ke Rp 109.800 per saham.
Di sisi lain, sejumlah saham big caps yang lebih merefleksikan minat investor asing dan arah pasar, seperti BBCA justru melemah -0,31%. Sehingga menimbulkan pertanyaan apakah IHSG benar-benar mencerminkan sentimen investor, atau hanya 'terbawa' oleh pergerakan segelintir saham non-likuid.
Dus, pengamat pasar modal menilai perlunya untuk merevisi turun bobot saham-saham kapitalisasi besar yang tidak likuid. Hal ini untuk meminimalisir distorsi pada gerak IHSG.
Maklum, fenomena serupa juga kerap terjadi, misalnya pada 15 Agustus 2025 ketika IHSG sempat menembus level 8.000 untuk pertama kalinya.
Pada hari itu, saham DCII melonjak 6,91% dan menjadi penopang utama IHSG dengan kontribusi 20,05 poin. Saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dan DSSA juga ikut menopang dengan sumbangan 9,89 poin dan 2,30 poin.
Baca Juga: Jual Sebagian Kepemilikan di Saham LINK, Begini Penjelasan Resmi Axiata Group Berhad
Tak Mencerminkan Kondisi Pasar
Pengamat pasar modal dan Direktur Avere Investama Teguh Hidayat menilai keberadaan saham dengan kapitalisasi jumbo namun tidak likuid telah membuat IHSG kehilangan fungsi utamanya sebagai barometer pasar. Sehingga, Bursa Efek Indonesia (BEI) disebut perlu menindaklanjuti fenomena ini.
"Kalau begini caranya, IHSG jadi tidak mencerminkan arah pasar yang sesungguhnya. Makanya bobot saham-saham seperti DCII atau DSSA seharusnya diturunkan," ujarnya kepada KONTAN, Rabu (3/9).
Teguh menjelaskan, saat ini bobot suatu saham terhadap IHSG ditentukan oleh dua faktor utama, yakni kapitalisasi pasar dan porsi free float. Namun, ia menilai kriteria tersebut tidak lagi memadai.
Setelah munculnya fenomena DCII, DSSA, juga BYAN, harus ada kriteria ketiga yang membatasi saham-saham tidak likuid agar tidak terlalu berpengaruh ke IHSG..
Dus, ia menyebut BEI perlu segera meninjau ulang metodologi perhitungan IHSG agar tetap relevan sebagai cerminan arah pasar. IHSG seharusnya merefleksikan kondisi pasar, bukan didikte saham-saham yang tidak likuid. "Kalau tidak, pasar modal Indonesia bisa semakin ditinggalkan investor," imbuhnya.
Baca Juga: Manajemen HBAT Sebut, Lonjakan Harga Saham Akibat Dinamika Pasar
Senada, Pengamat pasar modal Hendra Wardana turut berpandangan perlunya merevisi turun bobot saham tidak likuid. Lagi-lagi, fungsi IHSG sebagai indeks acuan utama pasar modal Indonesia, idealnya harus mampu mencerminkan kondisi pasar secara nyata.
Saat saham-saham berkapitalisasi besar namun tidak likuid, seperti DCII dan DSSA, mendapat bobot tinggi, risikonya adalah pergerakan IHSG bisa terdistorsi. "Artinya, indeks bisa terlihat naik atau turun tajam, padahal mayoritas saham lain bergerak biasa-biasa saja," tegasnya.
Sementara itu, Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa Irvan Susandy tidak menutup peluang melakukan penurunan bobot. "Kalau hasil review bobot mereka lebih besar dari kapitalisasinya akan dikurangi dalam proses penghitungan indeks," tandasnya.
Baca Juga: Tuntutan Publik kepada Pemerintah Belum Mereda
BEI sejatinya tak perlu gamang untuk memangkas bobot saham-saham big caps tak likuid dengan freefloat yang diragukan seperti ini. Apalagi, langkah serupa juga pernah dilakukan terhadap BREN.
Pada September 2024 BEI melakukan evaluasi minor terhadap lima indeks, termasuk IHSG. Nah, dalam evaluasi tersebut, bobot saham BREN terhadap IHSG dipangkas dari 4,30% menjadi 4,25% dengan alasan freefloat. Pada saat itu, rasio freefloat BREN sejatinya mencapai 11,73%.
Langkah ini beriringan dengan keputusan FTSE mencoret BREN dari Indeks FTSE Global Equity Indonesia kategori large cap pada 25 September 2024. Padahal, saham BREN baru masuk ke indeks tersebut pada 23 September 2024.
Kala itu FTSE beralasan, adanya konsentrasi pemegang saham yang tinggi alias high shareholder concentration. "Ada empat pemegang saham yang menguasai 97% dari total saham yang diterbitkan BREN,” kata FTSE dalam pengumumannya kala itu.
Keputusan serupa FTSE juga diambil MSCI baru-baru ini terkait saham DSSA. Dalam keterangan resminya pada 20 Agustus 2025, MSCI memutuskan memangkas bobot DSSA meski tetap memasukkan emiten milik Grup SInarmas itu dalam indeks MSCI Indonesia hasil review Agustus 2025.
MSCI menyebut keputusan ini diambil berdasarkan masukan pelaku pasar terkait ketidakpastian freefloat saham DSSA. Dus, MSCI menerapkan adjustment factor sebesar 0,5 terhadap Foreign Inclusion Factor (FIF) saham DSSA.
Alhasil, FIF DSSA yang semula 0,25 atau 25% dipangkas menjadi 0,13 atau 13%. “MSCI akan terus memantau perkembangan terkait Dian Swastatika Sentosa dan akan memberikan pembaruan sebelum tinjauan indeks November 2025,” tulis MSCI dalam pengumumannya.
Disclaimer on: Berita ini bukan ajakan untuk membeli atau tidak membeli saham apa pun. Segala keputusan investasi beserta risikonya menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya.