IHSG Rawan Koreksi Memasuki Bulan Mei, Ketidakpastian Masih Menghantui
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks-indeks saham di Asia kompak menghijau selama 21-25 April 2025. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menjadi indeks yang kenaikannya paling tinggi di ASEAN. dengan kenaikan 3,74% ke level 6.678,92 pada penutupan perdagangan Jumat (25/4/2025).
Mengekor di belakang IHSG, ada Straits Times Index STI yang naik 2,78%, lalu diikuti oleh PSEi Index yang naik 2,19% selama 21-25 April 2025 lalu. Sisanya tumbuh juga, namun dengan kenaikan di bawah 1%.
IHSG bukannya luput dari tekanan aksi jual asing. Selama 21-25 April 2025, investor asing masih mencatatkan jual bersih alias net sell sebesar Rp 1,15 triliun.
Kendati demikian, tekanan jual dari investor asing tersebut dapat diimbangi aksi beli oleh investor domestik.
Berkat hal itu, IHSG hampir konsisten terus bergerak naik selama 21-25 April 2025. Hanya pada perdagangan 24 April 2025 IHSG sempat melemah ke level 6.613,47, namun kembali menguat pada hari berikutnya ke level 6.678,91 di penutupan perdagangan Jumat (25/4/2025).
PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) menjadi emiten dalam daftar top leaders periode 21-25 April 2025 dengan kenaikan harga paling tinggi, yakni sebesar 32,58%. Emiten top leaders dengan kapitalisasi pasar jumbo lainnya yang juga tumbuh hingga double digit ialah PT Pantai Indah Kapuk Dua Tbk (PANI).
Emiten yang lekat dengan sosok Aguan tersebut tercatat tumbuh 17,05% selama 21-25 April 2025, sedang emiten deretan top leaders lainnya tumbuh di kisaran 1,18%-9,94%.
Berkat kenaikan selama sepekan ke belakang, angka penurunan IHSG secara year to date (ytd) mengecil jadi 5,66%. Pada posisi penutupan perdagangan pekan lalu (17/4/2025), IHSG masih tercatat melemah 11,17% secara ytd.
Baca Juga: Rupiah Punya Peluang Menguat di Awal Pekan Meski Terbatas
Kiwoom Sekuritas berpandangan bahwa penguatan IHSG pada 21-25 April disebabkan beberapa faktor. Pertama, penerbitan laporan keuangan interim kuartal I 2025 sejumlah emiten termasuk di antaranya emiten perbankan yang mencatatkan pertumbuhan kinerja.
Kedua, valuasi sejumlah saham masih murah, sebab penguatan IHSG bergerak terlambat dibandingkan indeks-indeks lainnya di regional lantaran adanya libur bursa di awal pekan April.
“Selain itu, ada juga faktor rilis data ekonomi yang solid seperti surplus neraca dagang dan stabilitas rupiah,” terang VP Marketing, Strategy, and Planning Kiwoom Sekuritas Oktavianus Audi kepada KONTAN (27/4/2025).
Direktur Anugerah Mega Investama, Hans Kwee, mengaitkan penguatan IHSG dengan beberapa sentimen positif. Beberapa di antaranya yakni rencana BPJS Ketenagakerjaan menaikkan porsi portofolio investasi di instrumen saham, de-eskalasi perang dagang antara Amerika Serikat dan China, hingga potensi berakhirnya Perang Rusia-Ukraina dan kecilnya peluang kenaikan harga minyak.
“Peluang kenaikan harga minyak di jangka pendek relatif kecil, menyusul OPEC + menambah produksi,” imbuh Hans saat dihubungi KONTAN (27/4/2025).
Senada, Head of Research & Chief Economist Mirae Asset Sekuritas Rully Arya Wisnubroto mengatakan, salah satu sentimen pendorong IHSG di pekan lalu ialah melunaknya sikap Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump terkait perang tarif.
Sentimen positif juga datang dari kabar bahwa perusahaan investasi global UBS Group mengerek peringkat pasar Indonesia menjadi overweight lantaran valuasi yang cenderung murah.
Baca Juga: Emiten Sektor Consumer Goods Menghadapi Tekanan Bertubi-tubi
Proyeksi IHSG pekan ini
Pengamat Pasar Modal sekaligus Direktur Avere Investama Teguh Hidayat mengatakan, kinerja IHSG pekan lalu juga disokong oleh rebound sejumlah indeks saham AS. Namun, ia menganggap penguatan yang dialami IHSG tidak terlalu tinggi dan cenderung lebih bersifat teknikal.
Secara akumulatif, investor asing juga masih melakukan aksi jual di pasar saham, dengan nilai jual bersih Rp 1,15 triliun dalam sepekan. Sebaliknya, masuknya investor institusi lokal ke pasar saham belum menopang pergerakan IHSG secara signifikan.
Dus, Teguh dan Rully sepakat, risiko pelemahan IHSG masih cukup besar dalam waktu dekat, mengingat sentimen global yang penuh ketidakpastian.
Arah IHSG pun masih akan bergantung pada perkembangan perang tarif. Apalagi, beberapa negara, termasuk Indonesia, masih melakukan negosiasi tarif impor dengan AS.
Di sisi lain, China juga memperingatkan negara-negara yang berunding dengan AS. China memberi sinyal akan membalas negara-negara yang membuat kesepakatan dengan AS, namun merugikan Negeri Tembok Raksasas tersebut.
Ketidakpastian ini menimbulkan ancaman bahwa pertumbuhan ekonomi global mengalami perlambatan. Dana Moneter Internasional atau Internasional Monetary Fund (IMF) juga telah memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global pada 2025 menjadi 2,8% atau turun 0,5 poin persentase dari proyeksi Januari lalu.
"Ini karena dampak eskalasi perang dagang yang belum pernah terjadi dalam kurun waktu yang sangat lama," kata Rully, Minggu (27/4).
Baca Juga: Prospek Emiten Konstruksi di Semester II-2025 Belum Cerah
Sell in May and Go Away
Dari dalam negeri, sentimen seperti musim pembagian dividen kemungkinan tak memberi dampak signifikan bagi IHSG jangka pendek. Lagi pula, investor biasanya akan menjual saham usai pembayaran dividen berakhir.
"Karena itu, bulan Mei biasanya IHSG rawan koreksi, karena saat itu emiten sudah selesai bayar, sesuai dengan istilah sell in may and go away," ungkap Teguh.
Fokus para pelaku pasar juga bakal tertuju pada rilis laporan keuangan emiten pada kuartal I-2025, tidak hanya untuk emiten di Bursa Efek Indonesia (BEI) melainkan juga secara global.
Hasil laporan keuangan ini jelas bakal menentukan arah IHSG, terlebih lagi kinerja emiten kuartal I-2025 bakal cukup mencerminkan dampak sentimen global dan domestik yang terjadi sejak awal 2025.
Hans Kwee menilai, pekan ini pelaku pasar bakal menantikan sejumlah data AS. Salah satunya ialah data lowongan kerja The Job Openings and Labor Turnover Survey (JOLTS) AS bulan Maret 2025.
“Ada juga data inflasi PCE (Personal Consumption Expenditures) AS, suatu indikator inflasi yang diperhatikan oleh The Fed,” tambah Hans.
Dari dalam negeri, data-data yang menurut Hans bakal dinantikan oleh pelaku pasar ialah data inflasi untuk bulan April.
Baca Juga: Warga Bergaji Rp 14 Juta Boleh Beli Rumah Subsidi
Hans memperkirakan, IHSG berpeluang konsolidasi menguat dengan support 6.449-6.594 dan resistance 6.686-6.908.
Rully memprediksi, dalam jangka pendek IHSG akan bergerak di rentang 6.300-6.750. Sedangkan Teguh memperkirakan, IHSG akan bergerak di kisaran 6.000-6.500 hingga akhir kuartal II-2025.