Detail TOPIK

IHSG Melemah pada Paruh Pertama 2025, di Semester II Ketidakpastian Masih Menghantui

IHSG Melemah pada Paruh Pertama 2025, di Semester II Ketidakpastian Masih Menghantui

Publish : 2025-07-07 07:02:28 | Oleh : Amalia Nur Fitri

 

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menghadapi tekanan baik dari dari global dan domestik, performa Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tertekan cukup dalam pada paruh pertama 2025.

Pada semester I-2025, IHSG ditutup di posisi 6.927,68 pada hari Senin (30/6), atau turun 2,15%  secara year to date (YtD). Dalam enam bulan terakhir, tercatat bahwa IHSG bergerak dalam rentang yang cukup lebar dengan titik tertinggi di level 7.257 dan yang terendah di posisi 5.967.

Penurunan ini masih berlanjut pada awal Juli 2024. Tercatat sejak tanggal 1 Juli hingga 4 Juli lalu, performa IHSG masih melanjutkan tren penurunan.

Pada Selasa (1/7) saja, IHSG ditutup di level 6.915 alias turun 0,18%. Lalu pada Rabu (2/7), perdagangan dibuka dengan posisi IHSG berada di 6.896, lalu ditutup melemah ke level 6.891 atau turun 0,33%.

Penurunan IHSG masih berlanjut pada Kamis (3/7) lalu dengan pelemahan sebesar 0,05% di level 6.878. Pada Jumat (4/7), IHSG kembali ditutup melemah 0,19% di level 6.865. 

Dengan demikian, dari periode 30 Juni sampai dengan 4 Juli 2025, IHSG telah turun 0,47% atau turun 32,20 poin dibandingkan dengan pekan sebelumnya di 6.897.

Penurunan yang terjadi ini turut mencerminkan penurunan kapitalisasi pasar Bursa Efek Indonesia (BEI) sebesar 0,23% menjadi Rp12,07 triliun dari yang minggu lalu senilai Rp12,09 triliun.

Baca Juga: Bitcoin Masih Akan Terangkat Hingga Akhir Tahun

Lebih jauh, Kepala Riset Praus Capital sekaligus pengamat pasar modal Marolop Alfred Nainggolan menggambarkan, di semester I-2025 performa IHSG yang paling dalam terkoreksi di awal April dengan level IHSG terendah di 5.882 atau terkoreksi 17% dari awal tahun. Namun setelah itu IHSG rebound dan ditutup terkoreksi 2% di akhir semester I.

“Aksi jual asing yang masif di semester I tahun ini menjadi kontribusi terbesar performa IHSG di 6 bulan pertama 2025, Asing mencatatkan net sell sebesar Rp 53,7 triliun. Jika tidak berubah hingga akhir tahun, maka ini akan menjadi angkat net sell asing terbesar di pasar saham,” jelasnya kepada KONTAN, Minggu (6/7).  

Asal tahu saja, net sell terbesar sebelumnya terjadi pada 2018 dengan nilai Rp 50,2 triliun.

Tekanan yang menimpa performa IHSG masih berkelindan dengan kondisi perekonomian global akibat perang dagang dan ketegangan gepolitik di Timur Tengah.  

Kondisi geopolitik ini semakin terhantam oleh kebijakan tarif Impor Trump di awal April yang menyebabkan memanasnya temsi perang dagang.

Rupiah ikut terkoreksi cukup dalam, bahkan kurs tengah BI sempat berada di Rp16.943 per dolar AS, atau terdepresiasi 5% dari posisi awal tahun. IHSG juga sempat mengalami trading halt.

Pelemahan IHSG yang terjadi pada paruh pertama 2025 tentu tidak terlepas dari kondisi fundamental dalam negeri yang masih dibayangi oleh pelemahan daya beli serta penyaluran kredit yang juga ikut melambat.

Tak hanya itu, program andalan Pemerintah belum maksimal memberikan dampak pembukaan lapangan kerja. Kombinasi inilah yang dinilai Maximilianus, menyebabkan IHSG kurang unjuk gigi pada paruh pertama 2025.

Associate Director of Research and Invenstment Pilarmans Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus memberikan pandangan, kebijakan tarif respirokal yang diterapkan AS melahirkan ketidakpastian perekonomian di seluruh dunia.

Tak hanya Indonesia, beberapa negara mengalami perlambatan ekonomi akibat hal ini. Melansir Reuters dan Financial Times (FT), pasar regional Asia terkena demam Asian Crash 2025 pada April lalu pasca pengumuman tarif impor AS. Nikkei sempat amblas 7% dalam satu hari sedangkan Kospi melemah 5,6%.

Lebih lanjut, mayoritas bursa saham regional menunjukan kinerja cukup beragam pada paruh pertama 2025. Pasar Asia yang mencatat pelemahan signifikan di antaranya adalah Thailand dengan koreksi sebesar 16% secara YTD. Sementara Filipina sempat tergelincir 10% di kuartal I-2025.

Baca Juga: Investor Wait and See, Penjualan Kawasan Industri Bisa Melambat

Ketidakpastian masih menghantui

Menghadapi semester II-2025, kekhawatiran masih membayangi perjalanan fundamental dalam negeri serta dinamika perekonomian global yang masih belum pasti.

Maximilianus menjabarkan bahwa ketidakpastian perekonomian yang berlangsung di tingkat global,serta kenaikan inflasi AS,  berpotensi memperkecil kemungkinan The Fed untuk menurunkan suku bunganya.

“Pada semester II ini kami berharap suku bunga bisa turun namun kebijakan tarif Trump membuat The Fed semakin ragu untuk terburu-buru menurunkan tingkat suku bunga,” papar Maximilianus kepada KONTAN, Minggu (6/7).

Namun demikian, dirinya masih optimistis dengan berharap adanya kesepakatan ideal yang lahir pada 9 Juli mendatang.

Pada momen tersebut, Presiden AS Donald Trump menetapkan deadline mengenai kesepakatan tarif resiprokal dengan mitra-mitranya alias negara-negara lain. Hal ini menandai sebagai salah satu momen penting di semester II 2025.

“Kami berharap, The Fed bisa menurunkan Tingkat suku bunga di bulan 9. Kalau nanti ini terjadi, kami menilai prospek di kuartal IV 2025 mendatang akan cukup sumringah dan bisa memasuki 2026 dengan lebih baik,” ucapnya.

Dengan penurunan suku bunga The Fed, maka akan mendorong Bank Indonesia (BI) melakukan hal sama. Saat ini, jarak suku bunga antara The Fed dengan BI ada di 1%, sebelumnya adalah 1,5%.

Sebelumnya, BI masih cukup percaya diri memangkas suku bunga sebanyak 50 basis poin. Namun dengan jarak hanya 1% saja, kemungkinan besar BI masih akan menahan pemangkasannya.

Baca Juga: Enam Kesepakatan Penting Hasil Kunjungan Prabowo ke Arab Saudi

Di sisi lain, Alfred Nainggolan tidak cukup optimistis melihat proyeksi IHSG pada semester II 2025. Dia memperkirakan IHSG tidak menguat terlalu besar sampai dengan akhir tahun, pertumbuhan ekonomi tahun ini akan melambat dan pelaku pasar cenderung masih akan bergerak wait and see.

Baik secara eksternal dan domestik, kondisi IHSG masih dikelilingi oleh tantangan besar. Dari eksternal, tantangan terbesar tentu masih pada perang geopolitik. Jika terus berkepanjangan, tentu pasar akan melihat dampak pada perlambatan pertumbuhan ekonomi secara global.

Namun, dia menilai  perang dagang kemungkinan akan mengalami de-eskalasi sehingga akan menjadi tambahan sentimen untuk perbaikan. Harapan perbaikan hubungan dagang antara AS dan China diharapkan terjadi dalam waktu dekat.

Dari skala domestik, pesimisme datang lebih kencang. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang baru mencapai realisasi 38,8% di semester I 2025 menjadi sinyalnya.

Lalu pelemahan konsumsi dan daya beli masyarakat masih akan berlanjut di semester II. Namun begitu, dia berharap, kehadiran Danantara dalam melakukan perbaikan dan mendukung BUMN, akan memberikan dampak psikologi yang besar bagi pasar, begitu juga rencana kenaikan porsi ekuitas lokal dalam portofolio BPJS.

Proyeksi pencapaian IHSG di semester II di level 7.300 untuk konservatif dan 7.500 untuk level optimisnya,” tandasnya.

Selanjutnya: Kinerja Perbankan Digital Tampil Lebih Menarik

Komentar Publish : 2025-07-07 07:02:28