
Begini lo Histori Grup Djarum Menguasai Saham Bank Central Asia (BCA)
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Belakangan publik dikejutkan dengan isu PT Bank Cental Asia Tbk (BBCA) akan diambil paksa oleh pemerintah. Adalah ekonom lulusan Universitas Gadjah Mada Sasmito yang mengembuskan kabar itu dalam sebuah seminar di Universitas Tamansiswa, Yogyakarta, 19 Agustus 2025 lalu.
Sasmito yang juga Ketua Lembaga Pengkajian Ekonomi Keuangan Negara (LPEKN) menuduh bahwa telah terjadi rekayasa atas akuisisi 51% saham BCA oleh Grup Djarum pada tahun 2002. Ia menilai akuisisi itu melanggar hukumnya karena nilai akuisisi mini hanya Rp 5 triliun dari nilai pasar BCA saat itu yang ditaksir hingga Rp 117 triliun.
Isu ini lantas bergulir ke anggota parlemen. Ketua DPP PKB Ahmad Iman Sukri menyebut PKB mendukung usulan Presiden Prabowo mengambilalih 51% saham BBCA dengan dalih bisa menyelematkan uang negara. Seperti Sasmito, ia juga menyebut ada indikasi rekayasa atas akuisisi 51%v saham BCA oleh Djarum Grup.
Baca Juga: BCA Buka Suara Terkait Isu Pengambilalihan 51% Saham Oleh Pemerintah
Sufmi Dasco, Wakil Ketua DPR RI yang juga Ketua Harian DPP Parta Gerindra kepada Kontan menegaskan, tidak ada rencana pemerintah maupun DPR mengambil paksa saham BBCA. “Enggak ada itu,” ujar Dasco, panggilan karibnya kepada Kontan (22/8).
Segendang sepenarian, Rosan Perkasa Roeslani, Chief Executive Officer Danantara Indonesia juga menegaskan bahwa tidak benar Danantara akan mengakuisisi mayoritas saham BBCA. “Tidak ada rencana itu,” tandas Rosan kepada Kontan (22/8).
Kontan menyusuri rekam jejak bagaimana Djarum Grup menguasai mayoritas saham BBCA lewat pemberitaan-pemberitaan di Tabloid Kontan, Harian Kontan serta Pusat Data Kontan.
Begini historinya. Pemerintah lewat Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) menjual kepemilikan pemerintah di BCA ke Farindo Invesment (Farindo) pada tahun 2002. Saat itu, Farindo membeli 51% saham BCA dari tangan BPPN seharga Rp 5,3 triliun atau Rp 1.775 per saham.
Baca Juga: Begini Asal Muasal Utang Pemerintah Rp 60 Triliun yang Disangkutkan dengan BCA
Saat itu, Farindo Invesment berhasil menekuk penawaran konsorsium Standart Charterd yang saat itu juga berminat membeli saham BCA dari tangan BPPN.
Lantas siapa Farindo? Farindo adalah perusahaan cangkang yang berkedudukan di Mauritus. Sebanyak 90% saham Farindo dimiliki oleh Farallon Capital Management LLC dan sisanya oleh Alaerka Investment.
Dalam perjalanannya, Farallon secara perlahan-lahan terus mengurangi kepemilikan sahamnya di Farindo. Catatan Kontan, pada tahun 2007, kepemilikan Farallon di Farindo tersisa hanya 8%, dan sebanyak 92% saham Farindo berada di tangan Alaerka.
Di sinilah jejak Djarum perlahan mulai lebih terang. Sebab, Alaerka adalah perusahaan yang seluruh sahamnya dikuasai perusahaan produsen rokok yakni PT Djarum berkedudukan di Kudus, Jawa Tengah. Asal tahu saja, saat itu nama Djarum baru samar-samar.
Kontan menangkap nama Djarum dari kejadian menarik hingga nama Djarum muncul lebih terang di BCA.
Adalah Bank Indonesia dibalik terangnya Djarum menguasai BCA. BI yang saat itu masih berwenang mengatur dan memeriksa perbankan melakukan proses fit and proper atas pemilik baru BCA yakni Farindo.
Baca Juga: BCA Bantah Isu Pemerintah Ambil Alih 51% Saham, BBCA Ditutup Naik 0,29% Rabu (20/8)
BI sempat terkejut saat membaca data-data pemegang saham BCA yang tercantum pada laporan keuangan mereka per 30 Juni 2002. Bertengger pada urutan teratas pemilik saham nama Farindo Investment (Mauritus) Ltd yang memiliki 52,61% saham BCA. Sisanya, berjejer nama BPPN, masyarakat, serta tiga anggota keluarga Salim.
Di sana, tidak ada nama Farallon Capital maupun Alaerka, dua pihak yang lolos menjalani uji fit and proper BI sebagai pemegang saham BCA. Sepucuk surat lantas dilayangkan BI kepada manajemen BCA pada 30 Juli 2002. Inti surat yang ditandatangani Direktur Pengawasan Bank I BI Siti Fadjriah saat itu adalah BI belum bisa mencatatkan kepemilikan saham BCA yang baru.
BI mempersoalkan pencantuman nama Farindo sebagai pemilik saham mayoritas BCA. Farindo dalam penjelasan ke bank sentral menyebutkan bahwa tidak ada perbedaan antara Farindo dan konsorsium Farallon-Alaerka. Intinya: biarpun namanya berbeda (Farindo dan Konsorsium Farallon-Alaerka) isinya sama yakni Djarum.
Babak baru pemilik BCA semakin benderang dalam catatan Kontan. Lewat keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI), 15 November 2016, manajemen PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) mengungkapkan nama pihak yang menerima peralihan saham Farindo Investment (Martius) Ltd dalam transaksi tutup sendiri (crossing) senilai Rp177 triliun pada 11 November 2016.
Farindo dalam transaksi tutup sendiri mengalihkan sahamnya kepada PT Dwimuria Investama Andalan.Dwimuria Investama adalah perusahaan baru yang terbentuk tahun yang sama dam berlokasi di Kabupaten Kudus. Saat itu, Kontan mendapatkan informasi bahwa Dwimuria Investama merupakan perusahaan milik Group Djarum, perusahaan yang dikendalikan keluarga Hartono yakni Robert Budi Hartono dan Michael Bambang Hartono.
Dwimuria Investama menerima peralihan 11,625 miliar saham atau setara 47,15% dari seluruh saham yang telah ditempatkan dan disetor penuh di BCA.
Perusahaan ini juga telah mendapatkan izin beroperasi sebagai manajer investasi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada awal Oktober 2016.
Kabar itu terbukti. Hingga saat ini, ultimate share holder BCA adalah PT Dwimuria Investama Andalan. Dwimuria menjadi pemegang saham pengendali BCA dengan kepemilikan saham sebesar 54,97% saham BCA. Nilai itu setara dengan 67.729.950.000 saham dan sisanya sebanyak 45,06% dimiliki oleh masyarakat publik, tanpa adanya pemegang individu atau institusi yang memiliki lebih dari 5%