lipsus trans sumatra

Tol Trans Sumatera

Liputan khusus mengenai Tol Trans Sumatera

Takut bernasib sama dengan Pantura & Puncak

Bandar Lampung. Kehadiran Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) membuat banyak kalangan yang ketakutan. Mereka takut, JTTS mematikan sumber rezekinya.

Terutama para pebisnis yang selama ini kebanjiran rezeki karena kesibukan di Jalan Lintas Trans Sumatera (JLTS). Ada kekhawatiran, orang-orang yang selama ini melintasi JLTS akan beralih ke JTTS.

Memang, selama ini JLTS merupakan jalur utama di jalur darat untuk melintasi Sumatera dari kota ke kota, kabupaten ke kabupaten, hingga antar provinsi. Setiap hari, ribuan kendaraan mulai dari angkutan barang, kendaraan travel, bus, hingga mobil pribadi melintasi jalan yang terdiri dari Lintas Timur, Lintas Tengah, dan Lintas Barat tersebut.

Tentu saja, dengan kesibukan itu, banyak pebisnis yang mampu panen. Salah satunya Hotel Krakatau, hotel transit di kawasan Bakauheni, Lampung.

Saban hari, hotel yang punya 19 kamar ini selalu kedatangan tamu. "Rata-rata 5-10 kamar terisi setiap malam," kata Ramli, pengelola Hotel Krakatau.

Bahkan, saat hari raya atau libur panjang, hotel yang bertarif Rp 200.000 dan Rp 250.000 per kamar per malam ini selalu penuh. "Tamu yang datang umumnya hanya untuk istirahat malam, mungkin karena sudah kemalaman untuk melanjutkan perjalanan," tambah Ramli.

Oleh karena itu, jika nanti JTTS beroperasi, Ramli takut, hotel jadi sepi. Mengingat, selama ini tamu-tamu hotel hanya berasal dari orang-orang yang ingin transit saat perjalanan di lintas Sumatera.

Apalagi, lokasi hotel juga cukup jauh dar jalur JTTS. "Rasanya tak mungkin, pengguna JTTS akan bermalam di hotel ini," tambah Nasri, pengelola Hotel Krakatau yang lain.

Bagi Nasri, kondisi ini mengingatkan peristiwa serupa saat jalan tol Cikampek-Padalarang (Cipularang) mulai beroperasi 2006. Sebelum kerja di Hotel Krakatau, Nasri pernah punya toko kelontong 24 jam di kawasan Puncak, Bogor.

Toko ini menimba berkah dari para pengendara Jakarta-Bandung. Namun, toko Nasri langsung kehabisan darah, saat tol Cipularang beroperasi.

Ujang Mustofa, Asisten Manajer Rumah Makan Simpang Raya di Bakauheni, juga khawatir akan bernasib sama seperti cabang Simpang Raya yang gulung tikar akibat beroperasinya tol Cikampek-Palimanan (Cipali) mulai tahun 2015. Rumah makan yang punya 60 cabang ini harus merelakan beberapa lokasi usaha di jalur Pantura Jawa Barat berhenti beroperasi setelah ada Cipali.

"Di sini pasti akan terimbas. Orang-orang pasti akan pilih JTTS yang lebih lancar," ungkap Ujang.

Oleh karena itu, Ujang mengaku jajaran manajemen Rumah Makan Simpang Raya sudah memikirkan dan mengantisipasi efek negatif itu. Kemungkinan, manajemen akan memindahkan rumah makan ini ke rest area JTTS di sekitar Bakauheni. "Mungkin juga akan buka cabang baru,"  tambah Ujang.

Ichsan, pedagang buah-buahan di bilangan Gayam, Panengahan, Lampung Selatan juga takut JTTS akan mengurangi penjualan durian. Selama ini Ichsan menjual buah sesuai musim di Lampung dan sekitarnya.

Sejak November 2015-April 2016, Ichsan menjajakan durian lokal. Saban hari, Ia mampu menjual minimal 80 butir durian, seharga Rp 10.000-Rp 25.000 per butir.

"Yang beli, sebagian orang lokal, sebagian para pengendara di Lintas Sumatera," terang Ichsan. Oleh karena itu, Ichsan yakin, pendapatannya akan berkurang drastis jika JTTS beroperasi.