Perubahan iklim membuat serangan hama penyakit makin ganas.
TweetPerubahan iklim telah meningkatkan risiko bagi petani. Secara langsung maupun tak langsung, perubahan iklim telah menipiskan harapan bagi petani menuai hasil panen. Penyebabnya karena perubahan iklim telah meningkatkan intensitas serangan hama dan penyakit tanaman.
Dalam jurnal ilmiah yang dipublikasikan pada 2009 lalu, Direktur Klinik Tanaman Institut Pertanian Bogor Suryo Wiyono menyatakan, perubahan iklim telah menyebabkan serangan hama penyakit tanaman semakin berbahaya. Contohnya, penyakit kresek pada padi yang disebabkan bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae.
Berdasarkan risetnya, pada tahun 2007, serangan penyakit kresek di 25 kabupaten dan kota di Jawa semakin parah apabila dibandingkan lima tahun sebelumnya. Penyakit kresek menyebabkan daun tanaman mengering dan bobot gabah panenan turun drastis. Akibat serangan penyakit kresek, hasil panenan gabah berbobot 50% lebih ringan dibandingkan lima tahun sebelumnya.
Selain itu, penyakit kresek yang umumnya terjadi di daerah dataran rendah juga menyebar ke daerah dataran lebih tinggi. Tahun 2007, serangan penyakit kresek juga merebak di pegunungan seperti di Bogor dan Bumijawa, Tegal.
Perubahan iklim yang menyebabkan banjir juga turut mendorong penyebaran hama padi seperti keong mas. Tahun 2008, petani di Bojonegoro, Jawa Timur mulai terserang hama keong mas. Padahal, tahun-tahun sebelumnya tidak ada. Kondisi ini terjadi setelah ada banjir besar di Bojonegoro tahun 2007.
Catatan Kementerian Pertanian menunjukkan, ancaman organisme penganggu tanaman setiap tahun terus terjadi, seperti pada Juli 2005, serangan wereng cokelat di Pantai Utara (Pantura) Jawa telah memporakporandakan sedikitnya 10.644 ha tanaman padi di Kabupaten Cirebon. Seluas 419 ha diantaranya telah dinyatakan puso alias gagal panen.
Serangan OPT yang sama juga terjadi di sentra produksi padi Kabupaten Indramayu. Sedikitnya 8.000 ha tanaman padi terganggu produksinya akibat serangan hama wereng. Wereng batang coklat (WBC) merupakan hama yang menyerang areal pertanian di daerah sentra pangan terbesar Jawa Barat itu.
Pada 2010 lalu, Direktorat Perlindungan Tanaman melaporkan, kekeringan, banjir, dan organisme pengganggu tanaman telah menyebabkan sekitar 380.000 ha sawah bermasalah, dan 48.000 ha di antaranya gagal panen. Sebagai contoh, selama musim hujan 2010-1011 periode Oktober-Desember, serangan berat wereng batang coklat (WBC) terjadi di lahan seluas 9.961 ha, serangan sedang seluas 1.261 ha, serangan berat 278 ha, dan puso 12 ha.
Selama periode Januari-Desember 2010, serangan WBC diduga mencapai 132.322 ha dan puso 4.586 ha. Serangan terluas terjadi di Jawa Barat (60.735 ha), Jawa Tengah (30.872 ha), Jawa Timur (27.066 ha), dan Banten (9.265 ha).
Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Badan Litbang Kementerian Pertanian menyimpulkan, perubahan iklim telah menyebabkan temperatur udara, kelembaban udara relatif dan fotoperiodisitas berubah sehingga berpengaruh langsung terhadap siklus hidup, lama hidup serta kemampuan diapause serangga. Perubahan iklim yang drastis ini ini kemudian merangsang perkembangan hama dan penyakit tanaman, seperti penggerek batang dan wereng coklat di Jawa Barat dan Jawa Tengah, belalang di Lampung pada musim hujan 1998 dan penyakit tungro di Jawa Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Sulawesi Selatan.
Hal ini dikuatkan dengan temuan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatera Selatan. Lembaga riset ini menemukan bukti bahwa perubahan iklim telah berimplikasi terhadap munculnya ras, strain, biotipe, genome baru dari hama dan penyakit yang mempengaruhi tanaman, ternak dan manusia. Sebab iklim merupakan unsur utama yang berpengaruh dalam sistem metabolisme dan fisiologi tanaman.
Beberapa pengaruh iklim terhadap perkembangan hama penyakit tanaman;
Bagi perkembangan hama tanaman:
1. Terganggunya keseimbangan antara populasi hama, musuh alami dan tanaman inangnya.
2. Pengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap insect survival, perkembangan, daerah sebar dan dinamika populasi.
3. Gangguan sinkronisasi antara tanaman inang dan perkembangan serangga hama terutama pada musim penghujan/dingin, peningkatan temperatur akan lebih mendukung perkembangan serangga hama dan daya hidup serangga hama pada musim dingin/penghujan.
4. Temperatur yang meningkat dapat menyebabkan serangga hama yang semula hidup di belahan selatan bumi dapat melakukan invasi ke belahan utara bumi (contoh: kumbang pinus).
5. Meningkatnya kadar CO2 udara dapat menurunkan kualitas pakan serangga pemakan tumbuhan, sebagai akibat dari meningkatnya kadar nitrogen pada daun sehingga berakibat pada melambatnya perkembangan serangga.
6. Perubahan iklim dapat menyebabkan perubahan fenologi dan kisaran inang serangga.
Bagi perkembangan penyakit tanaman:
1. Musim panas/kemarau yang lebih panas akan menguntungkan patogen termofilik.
2. Akibat peningkatan temperatur, distribusi geografis serangga vektor penyakit tanaman menjadi meluas sehingga memperluas insidensi penyakit.
3. Meningkatnya temperatur diketahui telah meningkatkan serangan Phytophthora cinnamomi, penyebab penyakit busuk akar dan pangkal batang pada tanaman berdaun lebar dan konifer.
4. Kekeringan yang terjadi pada musim kemarau dapat meningkatkan serangan jamur penyebab penyakit yang sangat tergantung tekanan/stress yang dialami inangnya.
5. Berkurangnya hari hujan diperkirakan dapat menurunkan serangan patogen yang menyerang daun.
6. Peningkatan konsentrasi CO2 di udara mengakibatkan meningkatnya fekunditas dan agresiveness patogen.
7. Hasil penelitian menunjukkan setiap peningkatan suhu sebesar 1oC dapat mempercepat terjadinya penyakit hawar daun kentang (4-7 hari lebih cepat).
Sumber: Kementerian Pertanian