Risiko berbeda, premi tiap daerah seharusnya berbeda juga
TweetMemulai sesuatu tentu penuh risiko. Inilah yang dialami PT Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo) selaku pelaksana uji coba asuransi pertanian. Pada uji coba 2012-2013 lalu, Jasindo mengaku tekor.
Dalam uji coba pertama, Jasindo mengkover 600 hektare (ha) lahan dengan biaya premi Rp 100 juta. Ternyata, Jasindo harus membayar klaim hingga Rp 500 juta. "Karena hampir semua lahan yang diasuransikan terkena banjir," kata Kepala Divisi Teknik Ritel Asuransi Jasindo D. Angga Mulia.
Bagi Jasindo, percobaan pertama dianggap gagal. Hasil evaluasi kegagalan karena Jasindo tidak ikut banyak ambil bagian memilih lahan yang diasuransikan.
Tak ingin terperosok di lubang yang sama, Jasindo semakin aktif di percobaan kedua yang berlangsung pada masa tanaman Oktober 2013-Maret 2014.
Kali ini, perusahaan asuransi yang berdiri sejak 1845 menggeser lokasi ke Kabupaten Jombang dan Nganjuk, Jawa Timur, sedangkan di Oku tetap berlangsung. "Kami memilih lahan-lahan yang tidak rawan banjir," kata Angga.
Hasilnya, mereka menjamin 3.000 ha lahan dan mengumpulkan premi Rp 400 juta. Nilai klaim yang dibayar sekitar Rp 300 juta. Banjir masih menjadi penyebab klaim, tapi itu hanya di Oku, sedang di Jawa Timur karena serangan tikus.
Meskid emikian, percobaan yang kedua sudah bisa dikatakan sukses. Disebut sukses karena, asuransi sudah memberikan jaminan petani, sedangkan perusahaan asuransi juga tetap mendapat keuntungan. Ini sudah sesuai dengan
Menteri Keuangan tentang kesehatan perusahaan asuransi dan reasuransi, yang menyatakan bahwa perusahaan asuransi tidak boleh rugi. Beban klaim harus lebih kecil daripada pendapatan premi. Jika tidak, ada sanksinya.
Berkaca dari percobaan kedua, sekarang berlangsung pilot project III untuk masa tanam April-September 2014. "Untuk sementara, laporan yang masuk hanya dari Jombang dan Nganjuk, dengan jumlah lahan sekitar 500 ha," kata Angga.
Di percobaan ketiga, pemerintah menargetkan luas lahan yang lebih besar demi mendapatkan gambaran lebih rinci tentang pelaksanaan asuransi usaha tani. Mengingat, 2015 asuransi usaha tani akan berlangsung nasional.
Oleh karena itu, pemerintah pun menambah wilayah percontohan. Rencananya, pemerintah ingin memasukkan Kabupaten Cirebon, Jawa Barat ke dalam proyek percontohan ini. "Tapi belum jelas, jadi atau tidak, karena belum ada laporannya," ucap Angga.
Meski pilot project III masih berlangsung, Jasindo sudah mendapatkan gambaran untuk pelaksanaan 2015. Dari uji coba I dan II, Jasindo memandang, asuransi usaha tani butuh sejumlah perbaikan.
Pertama, dalam hal premi asuransi. Selama ini, di pilot project memberlakukan premi yang sama, yakni 3% dari biaya produksi. Jika nanti berlaku secara nasional, artinya semua daerah akan dijamin dengan asuransi. Padahal, setiap daerah memiliki risiko yang berbeda-beda. Oleh karena itu, besaran premi harus dibedakan antar wilayah, misalnya per provinsi.
"Provinsi yang bagus, seperti Bali, risiko gagal panennya kecil, karena punya sistem pengairan yang bagus. Mereka cukup membayar premi 1%," terang Angga. Sedangkan daerah yang rawan banjir, harus membayar premi lebih besar, misalnya 10%.
Kedua, terkait perusahaan asuransi yang terlibat. Dengan besarnya luas lahan yang akan dijamin, butuh konsorsium asuransi untuk melindunginya. Jika hanya Jasindo sendiri, tidak akan mampu mengkovernya. Memang, sejak awal sudah ada rencana pembentukan konsorsium asuransi. "Tapi sampai sekarang belum ada kepastian," terang Angga.
Jasindo sendiri, pasti akan terlibat di asuransi usaha tani mulai tahun depan. Berkaca dari pelaksanaan uji coba yang kedua, asuransi usaha tani sudah menguntungkan bagi pesertanya maupun perusahaan asuransi yang menjaminnya.
Asal tahu saja, pemerintah akan menyediakan anggaran Rp 150 miliar untuk bantuan premi asuransi usaha tani. Bagi perusahaan asuransi, jumlah ini terbilang lumayan, mengingat penetrasi asuransi umum di Indonesia masih kecil.
Direktur Pembiayaan Ditjen Sarana dan Prasarana Kemtan Mulyadi Hendiawan mengakui bahwa pelaksanaan uji coba asuransi pertanian pada 2012 gagal karena semuanya berada di daerah endemik. “Semuanya melakukan klaim,” katanya.
Namun dalam pelaksanaan uji coba selanjutnya dinilai berhasil karena pelaksanaan asuransi lebih menyebar dan tidak hanya terkonsentrasi di daerah tertentu atau endemik.
Untuk pelaksanaan tahun 2015, Mulyadi bilang, selain Jasindo juga ada Asuransi Raya, Asuransi Tripatra, dan Asuransi Bumida yang akan menjamin pertanian padi seluas sejuta ha. Dia berharap pelaksanaan program asuransi pertanian ini akan tepat sasaran sehingga menaikkan produksi padi dan mensejahterakan petani.
Menurutnya, pelaksanaan asuransi secara penuh untuk 7 juta ha akan dilakukan secara bertahap. “Kami ingin semua tapi dananya terbatas,” katanya. Apalagi sosialisasi belum dilakukan secara luas, sehingga hanya pegawai asuransi di tingkat pusat saja yang mengetahui program ini.
Soal premi 3%, menurut Mulyadi, dengan skala luas maka harusnya tidak masalah.Hanya saja jika melihat per daerah, maka ada daerah-daerah seperti Indramayu yang kerap mengalami gagal panen, perusahaan asuransi meminta kenaikan premi.