Agar sukses, perlu insentif bagi penyuluh lapangan
TweetProgram asuransi pertanian menjadi salah satu upaya pemerintah untuk melindungi petani dari efek perubahan iklim. Periode asuransi ini berlaku untuk tanaman padi pada satu kali musim tanam, sekitar 4 bulan.
Dalam buku polis asuransi usaha tani padi yang didapat KONTAN, disebutkan, perusahaan asuransi akan menjamin kerusakan fisik dan kerugian tanaman padi yang secara langsung disebabkan banjir, kekeringan, dan organisme penganggu tanaman (OPT).
OPT dibatasi hanya untuk penggerek batang, wereng coklat, walang sangit, tikus, dan ulat grayak. Sedangkan penyakit tanaman dibatasi pada blast, bercak coklat, tungro, busuk batang, dan kerdil hampa.Jaminan di atas menjadi polis standar untuk premi Rp 180.000 per musim tanam per ha.
Dalam polis juga terdapat klausul perluasan jaminan khusus, seperti untuk hama wereng hijau, kepiding tanah, ganjur, hama putih palsu, hama putih, ulat tanduk hijau, ulat jengkai palsu hijau, orong-orong, lalat bibit, keong mas, dan burung. Selain itu, asuransi juga membuka kesempatan perluasan jaminan polis untuk kerusuhan, perbuatan jahat, revolusi, pengambilalihan kekuasaan, penjarahan, dll.Juga jaminan alat pertanian, pohon kayu selain padi dan ternak, tanah longsor, angin topan, dan biaya pembersihan sampah tanaman.
Untuk polis standar, pemerintah akan memberi subsidi sebesar 80% premi atau Rp 144.000 per ha per musim tanam. Petani hanya dibebankan biaya premi sebesar Rp 36.000 per ha per musim tanam dengan manfaat klaim jaminan Rp 6 juta per ha.
Total bantuan premi yang disediakan pemerintah melalui APBN 2015 mencapai Rp 150 miliar. Dengan target cakupan seluas 1,04 juta ha, biaya premi dihitung 3% dari biaya input petani padi sebesar Rp 6 juta per ha per musim tanam. “Itu angka final berdasarkan audit BPKP,” kata Direktur Pembiayaan Ditjen Sarana dan Prasarana Kemtan Mulyadi Hendiawan.
Peserta asuransi pertanian tahun 2015 adalah petani penggarap atau petani pemilik lahan dengan sawah paling luas 2 ha. Klaim akan dibayar jika kerusakan tanaman padi sawah minimal pada umur 10 hari setelah tanam dengan intensitas kerusakan lebih besar atau sama dengan 75%. Menurut Mulyadi, dalam 5-6 tahun mendatang, subsidi untuk asuransi pertanian kemungkinan akan dihilangkan, sehingga semuanya harus swadaya masyarakat.
Selain sosialisasi, Mulyadi bilang salah satu kendala yang dihadapi adalah dalam pengumpulan premi. “Oleh karena itu peran ketua kelompok tani dan penyuluh lapangan sangat penting,” katanya.
Pentingnya peran penyuluh lapangan dan ketua kelompok tani tergambar dari pernyataan pejabat kantor dinas pertanian dan penyuluh pertanian lapangan. “Petani sangat susah untuk mengurus administrasi, oleh karena itu semuanya dilakukan oleh penyuluh lapangan setempat,” kata PPL Wilayah Desa Sumbermulyo, Jombang Hanif Suhani.
Tidak hanya soal administrasi, penyuluh pertanian lapang (PPL) yang sebagian besar merupakan tenaga harian lepas juga kebagian tugas terbesar untuk melakukan sosialisasi. “Beban makin besar, namun tidak ada pendampingan sama sekali dari asuransi maupun tambahan pendanaan,” kata Kepala Seksi Perlindungan Tanaman Dinas Pertanian Jombang Kusno.
Bahkan, Kepala UPTD Kecamatan Nganjuk Suharno sering melihat PPL memperbanyak dokumen pengurusan asuransi pertanian sendiri. Itulah sebabnya, keberhasilan program ini sangat tergantung dari semangat dan peran PPL dalam melaksanakan tugasnya. Apalagi kantor asuransi yang menjadi penanggung tidak pasti ada di setiap daerah. “Kalau di Jawa Timur hanya di Surabaya,” katanya.