Asuransi pertanian masih belum bisa membuat tenang petani.
TweetRaut wajah Samaji suram. Cuaca yang tak menentu telah mencuri kegembiraan petani yang telah berusia 50 tahun akhir-akhir ini. Gara-gara anomali cuaca, petani Desa Sumbermulyo, Kecamatan Jogoroto, Kabupaten Jombang, Jawa Timur itu mengalami gagal panen.
Lahan pertaniannya seluas satu hektare (ha) telah rusak akibat hama wereng. Alhasil, panen pun hanya tinggal mimpi belaka. “Saya sudah menggunakan segala jenis obat, namun sama sekali tidak mempan,” katanya kepada KONTAN di depan rumahnya yang sederhana.
Bukan kali ini saja, Samaji gagal menuai hasil tanam. Pada musim tanam lalu, dia bercerita juga gagal memetik tanaman cabai. Dengan ongkos produksi yang mencapai Rp 22 juta untuk lahan seluas 400 bata (sekitar 0,6 Ha), dia hanya memperoleh hasil sekitar Rp 4 juta saja gara-gara abu vulkanik dari letusan Gunung Kelud.
Nasib petani lain juga serupa dengan Samaji. Koordinator Penyuluh Pertanian Lapang Kecamatan Jogoroto Anasrul Halim mengatakan, petani di Desa Sumbermulyo telah beberapa kali terkena serangan hama sehingga gagal panen. Dia menuding perubahan iklim sebagai penyebabnya.
Menurut Anasrul, kondisi cuaca yang lembab seperti yang dialami Desa Sumbermulyo telah menyebabkan hama wereng berkembang dengan cepat. “Desa ini menjadi uji coba penanganan hama potong leher, berhasil ditangani. Namun kemudian malah terkena hama wereng,” katanya.
Kendati gagal panen, Samaji bisa sedikit bernafas lega. Sebab, Samaji yang juga Ketua Kelompok Tani Desa Sumbermulyo merupakan peserta uji coba pelaksanaan asuransi pertanian. Dengan demikian, kerugian akibat serangan hama wereng itu bisa tertolong sedikit.
Asuransi pertanian merupakan program pemerintah untuk melindungi petani dari gagal panen. Program yang sudah tertuang di Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani ini wajib terlaksana pada tahun 2015. Saat ini, pemerintah masih terus melakukan uji coba di sejumlah daerah.
Dinas Pertanian Kabupaten Jombang mencatat ada sekitar 14 ha dari 750 ha lahan tanaman padi peserta program asuransi pertanian yang gagal panen pada musim penghujan 2013-2014. Selain karena hama, Kepala Seksi Perlindungan Tanaman Dinas Pertanian Jombang Kusno mengatakan, tikus juga menjadi penyebab utama gagal panen di Jombang.
Dengan asuransi pertanian, Samaji akan mendapatkan ganti rugi Rp 6 juta untuk setiap hektare lahan pertanian padinya jika terjadi kerusakan minimal 75%. Namun, dia mengatakan, ganti rugi sebesar Rp 6 juta itu terlalu kecil. “Itu sebenarnya hanya cukup untuk membayar tenaga saja. Seharusnya lebih besar sehingga bisa untuk modal bertanam kembali,” katanya.
Selain kecil, para petani lain mengeluhkan masalah lainnya. Ketua Kelompok Tani Bahagia, Kelurahan Kauman, Kecamatan Nganjuk, Samikan menuturkan, awalnya Pemerintah Kabupaten Nganjuk menjanjikan pemberian dua sak pupuk organik secara cuma-cuma bagi peserta asuransi pertanian ini.
Untuk mendapatkan pupuk gratis, petani harus melakukan pemupukan berimbang 5:3:2. Artinya pemupukan tanaman harus memakai perbandingan lima kwintal pupuk organik, tiga kwintal ponska dan dua kwintal pupuk urea. Namun, Pemerintah Kabupaten Nganjuk membatalkan pembagian pupuk gratis itu karena menilai tidak ada petani yang memenuhi persyaratan.
Tetapi petani tetap ngotot meminta jatah pupuk gratis itu. Buntutnya, para petani malas mengikuti program asuransi pertanian itu. Bila pada musim tanam lalu ada 205,89 ha lahan pertanian dari 37 kelompok tani yang ikut program asuransi pertanian maka pada musim ini tak ada lagi kelompok tani yang ikut. “Sehingga ujicoba dipindah ke Kecamatan Rejoso.Targetnya untuk luas 750 ha,” kata mantan Kepala Seksi Produksi Dinas Pertanian Kabupaten Nganjuk Kusno yang sekarang menjabat sebagai Sekretaris Dinas Peternakan Kabupaten Nganjuk.
Petani juga enggan keberatan dengan syarat dan administrasi pengajuan klaim karena terlalu rumit. Contohnya syarat pengajuan klaim berupa 75% puso. Para petani meminta pemerintah menurunkan syarat pengajuan klaim menjadi 50%. “Dengan 75%, petani tidak mendapatkan apa-apa,” kata Samikan.
Samikan juga meminta pemerintah memperluas program ini bukan hanya untuk pertanian padi melainkan juga untuk tanaman hortikultura seperti bawang merah. Alasannya, tanaman bawang merah dianggap memiliki risiko gagal panen lebih besar dibandingkan dengan padi.
Walau banyak catatan, Kementerian Pertanian menilai pelaksanaan uji coba di Kabupaten Jombang dan Kabupaten Nganjuk cukup berhasil. Pelaksanaan uji coba asuransi pertanian mulai berlangsung tahun 2012. Dua provinsi yaitu Jawa Timur dan Sumatera Selatan menjadi percontohan.
Untuk tahun 2012-2013, dari target 2.000 ha, realisasinya hanya sebanyak 670,87 ha. Sedangkan pada tahun 2013-2014, targetnya seluas 3.825 ha, dengan realisasi sampai saat ini sebesar 2.885,25 ha.
Pelaksanaan asuransi pertanian mengandeng perusahaan asuransi BUMN yaitu PT Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo) dengan pembiayaan dari bantuan Japan International Cooperation Agency (JICA).
Tahun depan, pemerintah akan kembali melakukan uji coba asuransi pertanian dengan skala luas. Targetnya sejuta ha lahan pertanian padi di seluruh Indonesia yang mengikuti program ini.
Pemerintah telah menganggarkan dana sebesar Rp 150 miliar dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2015 untuk subsidi premi. “Ini masih sukarela, jadi siapa cepat dia dapat,” kata Direktur Pembiayaan Ditjen Sarana dan Prasarana Kementerian Pertanian Mulyadi Hendiawan.
P. Raja Siregar, Resilience and Adaptation Window Expert Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF) berpendapat, program asuransi pertanian harus tetap terlaksana tahun depan. Target lahan peserta asuransi pertanian juga harus meningkat dari tahun ke tahun, sehingga seluruh lahan tanaman pangan bisa terlindungi dari risiko gagal panen.