“Yah, 100 hari-nya disambut banjir,” begitu celetuk seorang pegawai di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Kamis (17/1) pekan lalu. Ya, ketika itu, hujan deras menyebabkan banjir menerjang DKI Jakarta enam hari menjelang 100 hari kepemimpinan Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang jatuh pada 22 Januari 2012 ini.
Hujan deras dan panjang yang mengguyur dua hari berturut-turut membuat wajah Jokowi semurung langit Jakarta. Orang nomor satu di DKI Jakarta yang selalu ramah disapa wartawan ini hanya berlalu ketika disapa wartawan yang sudah menunggu di Balai Kota. Walikota terbaik ketiga di dunia 2012 versi juga membatalkan sejumlah acara akibat “tamu yang tak diundang”.
Hari itu, Jakarta lumpuh akibat guyuran hujan. Situasinya semakin parah karena sehari sebelumnya hujan sudah menenggelamkan sebagian daerah di ibukota. Bantaran kali tak lagi sanggup menampung air sehingga meluap ke perumahan, jalanan dan lainnya.
Wilayah yang tergenang air pun semakin meluas hingga ke kantor Jokowi untuk pertama kalinya. Istana Presiden juga tak ketinggalan. Sebagian ruas protokol seperti MH Thamrin dan Sudirman terendam. Curah hujan yang tinggi juga mengubah Bunderan Hotel Indonesia menjadi kolam raksasa.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menghitung daerah yang terendam banjir Jakarta meliputi 720 RT, 309 RW, 73 kelurahan dan 31 kecamatan. Jumlah penduduk yang menderita akibat banjir mencapai 30.964 kepala keluarga atau 114.248 jiwa. Hingga Minggu (20/1), sebanyak 15 orang meninggal akibat banjir.
Sebagian aktivitas perekonomian luluh lantak. Distribusi barang tersendat akibat jalanan terendam air. Transportasi umum seperti bus TranJakarta dan kereta api membatalkan sebagian jadwal operasionalnya.
Sebagian pusat perbelanjaan memilih tutup. Begitu pula toko-toko lainnya. Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menghitung, kerugian akibat banjir besar tersebut mencapai Rp 1,5 miliar per jam. Greenomics Indonesia mengkalkulasi, kerugian akibat banjir kali ini mencapai Rp 15 triliun.
Banjir besar yang menerjang Jakarta bukan kali ini terjadi. Sebelumnya, pada 2002 dan 2007 silam, banjir besar juga melumpuhkan Jakarta. Namun, Menteri Koordinator Kesejahteraan Agung Laksono menilai, banjir 2012 kali ini lebih parah dibandingkan 2007 silam.
Segala upaya memang telah dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk menghalau banjir. Beberapa proyek seperti Banjir Kanal Timur, Banjir Kanal Barat dan termasuk normalisasi Kali Ciliwung telah dilakukan. Namun, upaya tersebut ternyata belum cukup.
Di bawah kepemimpinan Jokowi-Ahok, Jakarta sejatinya sudah mempunyai seabreg rencana mengatasi banjir. Mulai dari normalisasi sungai besar, pelebaran dan pengerukan sampah di dasar sungai atau yang dikenal dengan Jakarta Emergency Dredging Initiative (JEDI).
Ada pula upaya lainnya. Contohnya pembuatan sumur resapan, penyediaan pompa darurat, perbaikan waduk dan situ, hingga yang terakhir menggagas pembangunan Multi Purpose Deep Tunnel (MPDT) atau terowongan multifungsi.
Proyek terowongan multifungsi sejatinya sudah pernah diwacanakan pada era Gubernur Sutiyoso ini kini sudah masuk dalam kajian antara Kementerian Pekerjaan Umum (PU) dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. MPDT sendiri dianggap sebagai solusi banjir karena terowongan yang memiliki kedalaman 40 meter-60 meter yang membentang sepanjang 19 kilometer dari Cawang-Pluit ini. Biaya proyek yang dianggap bisa mengalirkan air permukaan tanah ini diperkirakan mencapai Rp 16 triliun-Rp 22 triliun.
Dalam jangka panjang, Pemerintah Provinsi DKI berencana membangun tembok raksasa di Pantai Utara Jakarta untuk membendung air pasang serta menampung air baku. Proyek yang membentang sepanjang 40 km di pantai utara Jakarta ini masih dalam tahap studi dan pembuatan masterplan.
Cuma, semua rencana itu masih di atas kertas karena Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) DKI Jakarta 2013 masih belum kelar. Jokowi berjanji segera mengerjakan berbagai proyek itu begitu RAPBD ditetapkan. Ia bilang semua ingin cepat dikerjakan biar cepat selesai permasalahannya.
Bahkan, Jokowi dalam obrolan santai dengan wartawan pasca sebulan duduk sebagai DKI 1 pernah mengatakan bahwa Pemerintah Provinsi DKI bisa mengalokasikan anggaran hingga 70% dari APBD DKI jika memang ada jaminan bahwa masalah banjir akan terselesaikan dengan anggaran yang besar.
Kementerian Pekerjaan Umum (PU) juga telah berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. "Secara keseluruhan banjir di DKI Jakarta masuk dalam program kerja kami di tahun 2013," ujar Direktur Jenderal Sumber Daya Air Kementerian PU Muhammad Hasan dalam rapat kerja dengan Komisi V DPR, Rabu (16/1) lalu.
Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kementerian PU mencatat sekitar 78 titik rawan banjir di Jakarta yang harus segera ditanggulangi. Diantaranya, bantaran Kali Ciliwung. Selain Ciliwung, ada pula normalisasi Kali Pesanggrahan, Angke, Sunter yang diklaim Hasan bisa mengurangi sekitar 12-20 titik banjir di Jakarta yang diharapkan selesai di 2014 mendatang.
Selain itu, rencana terbaru di tahun 2013 yang dirintis Pemprov DKI dan Kementerian PU adalah membangun waduk Ciawi di hulu Katulampa. Jokowi sudah melobi Wakil Presiden Boediono untuk mempercepat pembangunan waduk tersebut.
Banjir memang masih mengancam Jakarta. Jokowi-Ahok pun dituntut gerak cepat menyelesaikan pekerjaan rumah (PR) yang lama tertunda ini.