GEJOLAK PEREKONOMIANINDONESIA 2013

QE belum jelas, ekonomi Indonesia masih akan terguncang

QE belum jelas, ekonomi Indonesia masih akan terguncang

Belum jelasnya penghentian quantitative easing atawa tapering di Amerika Serikat (AS) serta rencana serangan AS ke Suriah bisa menjadi bahan bakar baru penyulut yang menyusahkan ekonomi Indonesia.

 

JAKARTA. Waspadalah, guncangan ekonomi masih jauh dari kata selesai. Belum jelasnya penghentian quantitative easing atawa tapering di Amerika Serikat (AS) serta rencana serangan AS ke Suriah bisa menjadi bahan bakar baru penyulut yang menyusahkan ekonomi Indonesia.

Apalagi, dari dalam negeri belum ada cara cespleng  untuk meyakinkan investor agar percaya dengan kondisi  fundamental Indonesia. Defisit transaksi berjalan atau current account defisit (CAD) yang masih menganga menjadi penyebabnya. Diprediksi kondisi ini masih akan terjadi lima bulan hingga enam bulan ke depan.

Kondisi inilah yang mengerucut dalam Diskusi Ekonomi KONTAN bertema: Darurat Ekonomi Indonesia: Mengukur Daya Tahan Ekonomi dan Industri, yang berlangsung di Gedung Kompas Gramedia, Palmerah Barat Jakarta, Kamis (5/9).

Diskusi yang dihadiri Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Luky Alfirman, Deputi Direktur Pengelolaan Moneter Bank Indonesia (BI) Wiwiek Sisto Widayat, Kepala Riset Mandiri Sekuritas John Daniel Rahmat, Wakil Ketua Umum Kadin Bidang UKM dan Koperasi Erwin Aksa, serta praktisi Pasar Modal Surono Subekti menyimpulkan, dalam jangka pendek, ada risiko besar di depan mata.   

Salah satu yang bisa menyulut adalah pertama, jika AS merealisasikan rencana menyerang Suriah. Ini akan menaikkan harga minyak. Dalam prediksi John, jika harga minyak dunia menyentuh US$ 125 per barel, defisit transaksi berjalan akan naik 0,2% dari produk domestik bruto. Ini lantaran biaya impor BBM ikut melesat.

Kedua, risiko terjadinya pembalikan modal asing akibat kebijakan tapering QE AS tanggal 17-18 September mendatang. Cepat atau lambat, pemerintah AS akan menghentikan program QE.  Jika ini terjadi, hot money yang selama ini banyak menguasai portofolio di pasar keuangan Indonesia bisa kabur. Kondisi ini harus diantisipasi dengan ketersediaan valas yang cukup.

Kebijakan instan seperti menaikkan BI rate dinilai sudah tak mampu menjadi obat untuk menguatkan otot rupiah dam meredam inflasi.   Kebijakan jangka panjang lebih utama untuk memperbaiki kerusakan struktural dalam ekonomi, termasuk membangun infrastruktur, mendorong pengembangan industri dasar, dan membangun lagi industri  pangan.

Solusinya adalah berani memangkas subsidi bahan bakar minyak lebih besar. Menaikkan kembali harga BBM bisa menjadi solusi. Menekan penggunaan BBM  dengan mewajibkan penggunaan biofuel menjadi 10% bisa jadi solusi tambahan.

Namun, ini butuh kebijakan berkelanjutan, termasuk keberanian.